Senin, 11 Mei 2015

Buatlah Narasi dari Sebuah Foto

Menulis Itu dengan Hati dan Memerlukan Keterampilan

Gambar 1. Buat Narasi : Pamer Kacang Panjang, 
(Foto : Dokumen IIDN Solo)

Hari ini saya sangat bahagia karena sekarang mulai banyak orang yang menulis. Dari menulis status yang hanya satu kata, twitter, blog, artikel, cerpen, humor dan lain-lain. Orang yang menulis pun memerlukan keterampilan, tidak sembarang menulis. Hasil tulisan menunjukkan gaya dan pribadi penulis. Kehati-hatian dalam menulis akan memperkecil resiko/dampak yang akan muncul dari tulisan tersebut.
Menulis memerlukan keterampilan, tidak asal menulis. Bila beberapa orang diberi satu gambaran peristiwa, mereka akan memiliki cara pandang berbeda dalam menghadapi situasi dan kondisi. Setiap orang memiliki persepsi yang tidak sama dengan orang lain. Apabila pokok pikiran yang ditulis sama akan tetapi isi tulisan tersebut tidak akan sama persis.
Contoh yang pertama : ada sebuah Group Penulis di WA. Sang ketua menampilkan dua foto. Foto tersebut saling berhubungan. Sang ketua memberi tantangan. Anggotanya diminta memberikan narasi dan dialog dari foto yang ditampilkan. Ternyata ada lebih dari 5 anggota yang mencoba memberikan narasi. Setiap narasi isinya berbeda. Ternyata keterampilan menulis seseorang sangat dibutuhkan. Ingin tampil beda dengan yang lain.
Gambar 2. Buatlah narasi dari gambar : Buah-buahan di pasar modern
(Foto : Dokumen Komunitas Sejuta Guru Ngeblog)

Contoh yang kedua : ada sebuah Group Guru Ngeblog. Salah satu seniornya juga menampilkan sebuah foto. Perintahnya adalah anggotanya membuat narasi tentang foto tersebut. Ternyata setelah dikumpulkan narasi-narasi tersebut bisa dibuat satu artikel yang menarik. Luar biasa! Sekali lagi satu gambar dapat dibuat beberapa artikel dengan sudut pandang berbeda.
Memang tugas penulis adalah menulis. Akan lebih baik kalau menulis tidak hanya sembarang menulis. Penulis pemula pun bisa menulis yang berkualitas asal mau berusaha. Tidak puas dengan hasil yang sudah diperoleh. Menulis juga memerlukan seni. Keterampilan menulis bisa diasah dengan cara menulis sedikit demi sedikit, kontinyu, konsisten, tekun, dan sabar. Kalau melihat penulis yang sukses harus dilihat dan dipelajari juga perjalanan dan perjuangannya.
Mulai sekarang tidak ada alasan tidak bisa menulis. Hari gini tidak menulis? Capek deh!
Karanganyar, 11 Mei 2015 

Jumat, 08 Mei 2015

Bertemu Ibu Susuan Anakku

Bertemu Ibu Susuan Anakku

Gambar. Dik Faiz dan Kakak Faiq
( Foto Dokumen Pribadi)
Sebelum jam 12 siang saya pulang dari mengajar dalam suasana agak santai. Saya menikmati perjalanan dari sekolah menuju rumah. Sesampai di depan SD 3 Karanganyar ada orang yang membunyikan klakson sepeda motor pertanda menyapa saya. Saya membalas membunyikan klakson. 
Karena saya harus melewati perempatan jalan yang tidak ada lampu bangjo maka saya harus berhenti dahulu. Orang yang tadi menyapa saya juga berhenti. Akan tetapi karena saya tidak hapal dengan pengendaranya, si pembonceng dan motor yang dikendarai, terpaksa saya diam tidak sok kenal. Setelah jalan sepi saya melaju. Kendaraan itu kembali mendahului saya. Si pembonceng menoleh, menyapa dan melambaikan tangan. Ternyata saya mengenal si pembonceng. Sedangkan yang berada di depan memakai masker penutup muka tapi saya akhirnya tahu siapa dia. Orang yang mengendarai sepeda motor tersebut adalah Ummu Halim.
Ummu Halim dahulu tinggal satu RT dengan saya. Sekarang beliau sudah pindah rumah. Saya pernah berkunjung ke rumah Ummu Halim. Siapa Ummu Halim tersebut. Ummu Halim adalah orang yang pernah berjasa, beliau pernah menyusui anak saya. Kebetulan anak saya dan anaknya sebaya, selisih umurnya hanya satu bulan.
Pada bulan Agustus 2010, Faiz anak saya berusia kurang dari 3 bulan. Waktu itu saya harus mengikuti sertifikasi guru dengan jalur PLPG. Selama mengikuti PLPG saya harus berangkat pagi-pagi dan pulang malam hari. Sebenarnya di tempat saya menempuh PLPG disediakan penginapan. Akan tetapi saya tidak mungkin menginap, karena saya memiliki anak (bayi) dan saya tidak memiliki asisten rumah tangga.
Sejak berumur 1,5 bulan Faiz sudah terbiasa saya titipkan di Taman Penitipan Anak selama saya tinggal mengajar. Ketika saya mengikuti PLPG Faiz saya titipkan di rumah tetangga, namanya Bu Bambang. Alhamdulillah, tetangga saya yang baik hati tersebut merawat dan memperhatikan Faiz dengan baik.
Hari pertama saya mengikuti PLPG dan pulang kemalaman, Faiz rewel. Faiz menangis dan tak bisa diredakan tangisnya. Bu Bambang langsung tanggap, ini pasti karena sudah kangen sama Ibunya dan waktunya minum ASI (selama saya tinggal, Faiz minum susu formula). Kebetulan rumah Bu Bambang dekat rumah Ummu Halim. Halim berumur 4 bulan. Bu Bambang membawa Faiz menuju rumah Ummu Halim.
Kebetulan Halim sudah tidur. Ketika Bu Bambang menceritakan kondisi Faiz, Ummu Halim langsung memangku Faiz dan menyusuinya. Faiz minum dengan lahap dan tidak rewel. Bahkan Faiz tidur di pangkuam Ummu Halim. Setelah Faiz tidur, barulah diambil alih Bu Bambang.
Ketika saya diberi tahu seperti itu saya benar-benar terharu. Terima kasih ya Allah. Kau beri jalan keluar kesulitan anakku. Karena hari sudah malam, saya langsung  pulang sambil menggendong Faiz. Hari berikutnya saya menemui Ummu Halim. Saya mengucapkan terima kasih karena Faiz menjadi kenyang, nyaman dan bisa tidur dengan pulas. Dengan demikian Faiz menjadi saudara sepersusuan dengan anak-anak Ummu Halim. Ummu Halim memiliki anak perempuan. Saya harus mengingat-ingat itu dan saya harus bercerita kepada Faiz mulai sekarang.
Alhamdulillah hubungan keluarga saya dan keluarga Ummu Halim terjalin dengan baik hingga sekarang. Meskipun tidak pernah bertemu karena kesibukan saya dan beliau tetapi saya berusaha mengagendakan untuk bersilaturahmi ke rumah Ummu Halim.
Oleh karena itu tadi ketika saya melihat si pembonceng, saya langsung membatin berarti yang ada di depan adalah Ummu Halim. Saya tahu, mereka teman sekantor dan ke mana-mana selalu berdua. Selain itu badan Ummu Halim yang tinggi besar mudah saya kenali. Apalagi kalau saya bisa berbincang meskipun beliau memakai masker, saya begitu kenal suaranya.
Bertemu sekilas dengan ibu susuan anak saya, ingatan saya kembali ke masa kurang dari 5 tahun yang silam. Di usianya yang 5 tahun ini, Faiz sudah tahu siapa Ummu Halim. Saya selalu bercerita dan cerita itu saya ulang-ulang. “Faiz, Ibunya Halim itu Ibumu juga. Dulu pernah menyusui kamu ketika mami sedang belajar.” Faiz plengah-plengeh. Faiz juga mengenal Halim sebagai saudaranya.
Semoga tulisan saya berdasarkan kisah nyata ini bermanfaat. Ini tulisan saya hari ini. Sudahkah Anda menulis hari ini?
Karanganyar, 8 Mei 2015

Rabu, 06 Mei 2015

Mukena Cantik dari Anak Asuh

Gambar. Mukena Pemberian Anak Asuh
Akhir tahun 2012, saya mulai memperhatikan seorang siswa, namanya Hidayat. Kebetulan Hidayat akan mengundurkan diri dari sekolah dengan alasan tidak ada biaya untuk sekolah. Orang tuanya tidak mampu dan keempat kakaknya sudah berkeluarga semua. Kakak-kakaknya repot dengan keluarganya.
Sangat disayangkan seandainya Hidayat berhenti sekolah. Setelah berdiskusi dengan suami, saya memutuskan untuk menjadikan Hidayat sebagai anak asuh. Semoga apa yang saya usahakan dan saya berikan bermanfaat bagi Hidayat dan keluarga saya. Untuk uang SPP dan sedikit uang saku saya berikan sesuai kemampuan saya.
Akan tetapi orang tua Hidayat tetap menginginkan Hidayat untuk berhenti sekolah dan bekerja. Saya tidak bisa memaksakan kehendak saya. Bagaimanapun orang tua Hidayat lebih berhak untuk mengatur kehidupan anaknya. Ibunya berkata bahwa sekolah hanya menghabiskan uang saja. Kalau Hidayat bekerja justeru akan menghasilkan uang. Ya sudah kalau hanya sebatas itu cara berpikir orang tua Hidayat.
Jadilah Hidayat di saat kelas X semester genap, usianya baru 16 tahun merantau ke Jakarta. Dipilih Jakarta sebagai tempat untuk mengadu nasib karena dua kakaknya juga bekerja di sana. Kakak lelakinya bekerja serabutan dan kakak perempuan bekerja di tempat kos sebagai asisten rumah tangga.
Saya meragukan Hidayat bisa bekerja agak berat sebab dia memiliki riwayat penyakit TBC. Ketika masih sekolah dia sering izin tidak masuk sekolah karena periksa atau kelelahan. Mungkin orang desa membayangkan dengan bekerja keras maka hasil yang diperoleh juga banyak. Tapi ternyata fisik Hidayat tidak kuat.
Semula Hidayat bekerja menjaga tempat kos dan menjadi asisten pemain golf (wah, tidak tahu istilahnya apa). Bekerja seharian penuh membuat fisik Hidayat semakin lemah. Maka dia putuskan untuk bekerja sebagai penjaga kos saja dulu. Pertimbangannya kalau fisiknya kuat dan umurnya semakin bertambah dia akan mencari pekerjaan yang lain.
Waktu terus berjalan, lima bulan kemudian Hidayat pulang kampung. Saya tidak tahu mengapa dia putuskan pulkam akhir bulan Agustus. Sebelum pulang Hidayat  bertanya pada saya lewat pesan singkat.
= (Hidayat) Ibu kepingin saya belikan apa?
+ (Saya) Tak usah repot-repot. Yang penting kamu pulang dengan selamat. Uangnya ditabung saja.
= saya ingin memberikan sesuatu buat Ibu
+ kerudung, warnanya putih
Setelah sampai Karanganyar, kami sepakat bertemu di Warung Makan Anjani, dekat Taman Pancasila, Karanganyar kota kecamatan. Hidayat membawa tas kresek dengan beberapa bungkusan di dalamnya. Ternyata Hidayat membelikan kerudung putih sederhana sesuai permintaan saya, mukena dan mobil mainan untuk anak saya. Saya sangat terharu dan mendapat kejutan. Saat itu saya ulang tahun, bingkisan itu diberikan ketika saya berulang tahun yaitu bulan September.  
Saya sangat terharu. Saya tidak pernah meminta apapun padanya. Alhamdulillah, semua yang diberikan untuk saya dan anak saya bermanfaat. Tentu saja kerudung putih sering saya pakai, saya padu padankan dengan seragam abu-abu. Untuk mukena jelas saya pakai setiap hari lima kali.
Mukena pemberian Hidayat kainnya ringan, dengan sedikit bordir. Menurut saya mukena tersebut simpel, sangat sesuai untuk saya yang sederhana. Setiap saat saya selalu mengingat anak asuh saya.
Meskipun sekarang tak lagi menjadi anak asuh saya, akan tetapi saya akan terus mengingatnya. Saya tidak akan melupakan Hidayat yang pernah menjadi anak asuh saya. Selama mukena itu saya pakai atau dipakai orang lain, maka pahala untuk Hidayat akan terus mengalir.
Untuk saat ini kami jarang berkomunikasi karena kesibukan saya dan Hidayat. Saya selalu berpesan pada Hidayat untuk mencari rezeki yang halal, menjaga shalat dan menjaga akhlak. Semoga Allah senantiasa membimbing setiap langkah Hidayat, amin.

"Tulisan Ini Diikutkan dalam Giveaway Menyambut Ramadhan"

Karanganyar, 6 Mei 2015 

Minggu, 03 Mei 2015

Tips Berhemat dengan Membawa Kotak Makanan dan Botol Minuman

Tips Berhemat dengan Membawa Kotak Makanan dan Botol Minuman
Gambar 1. Kotak Makanan dan Botol Minuman
Ketika mendengar saran orang lain untuk berhemat, rasanya itu sudah saya lakukan sejak kecil. Bahkan di antara anak-anak Ibu dan Bapak, saya adalah anak yang gemi (hemat) tapi tidak pelit. Saya membelanjakan uang dengan bijak. Ketika masih sekolah saya berusaha menyisihkan beberapa koin untuk saya simpam dalam celengan. Bila harus jajan saya akan membeli makanan yang mengenyangkan perut, tidak sekedar ingin mencoba jajanan yang baru.
Sejak kecil Ibu sudah membiasakan kami untuk sarapan. Sarapan pagi memang tidak harus Ibu yang memasak sendiri. Di tahun 80-an, belum ada magic com, magic jar, belum ada rice cooker, belum ada perlengkapan masak yang praktis dengan energi listrik. Padahal Ibu pagi-pagi harus ke pasar untuk berjualan dan Bapak bekerja sebagai tukang kayu.
Biasanya Ibu membelikan sarapan di rumah tetangga. Lebih praktis dan hemat. Namanya juga sarapan, jadi yang dimakan tidak terlalu banyak. Kalau sedang tidak mood makan, satu bungkus nasi untuk berdua. Yang penting bisa untuk menegakkan punggung dan tidak lemas hingga pulang sekolah. Masa saya sekolah dulu, SD sampai SMA, perasaan sekolah sampai jam setengah dua itu santai sekali dan tidak merasa berat. Uang saku kami sangat terbatas.
Setelah Ibu di rumah, Ibu akan menanak nasi dan memasak sayur dan membuat lauk seadanya. Tahu, tempe, telur, dan ayam goreng. Jangan membayangkan semua dinikmati secara berlebihan. Kami, anak-anak Ibu berenam selalu bersyukur setiap menyantap makanan. Bagi kami, betapa nikmat Allah luar biasa. Kami tak pernah berebut dan selalu menerima apa adanya.
Setelah berkeluarga saya tetap membiasakan sarapan di rumah, makan siang dan makan malam dengan tidak berlebihan. Sekarang lebih praktis, memasak beras memakai magic com pada malam hari. Pagi harinya membuat lauk yang praktis yaitu tempe goreng, telur dadar, atau tahu goreng. Saya tidak memasak sayur, cukup membeli di rumah tetangga atau membeli soto/kare.
Kalau sudah sampai kantor, kadang-kadang ada teman yang mengajak sarapan/makan siang ke warung makan. Saya kadang tak bisa menolak ajakan teman. Karena saya sudah sarapan di rumah, kadang perut masih kenyang.
Saya mencuri pengalaman sehari-hari kakak perempuan saya, Mbak Lichah. Di dalam tas kerjanya selalu ada kotak makanan dan botol minuman. Tujuannya adalah bila makan bersama di warung makan ternyata makanan dan minumannya masih ada sisa, maka dimasukkan wadah lalu dibawa pulang. Kakak saya tahu porsi makannya. Bila satu porsi makanan ukurannya jumbo, dia akan menyisihkan dulu nasi dan lauknya, baru yang lain dimakan. Atau sebagian minumannya dituang ke dalam botol, sisanya diminum. Kalau tidak dihabiskan jadi mubazir.
Wah, ternyata hemat juga. Ini bukan berarti pelit. Saya juga melakukan hal yang sama dengan Mbak Lichah. Yang terpenting kotak makanan dan botol minuman selalu dibawa. Teman saya juga sudah paham betul dengan saya, ada yang geleng-geleng kepala. Tapi ada yang sinis dengan kebiasaan saya.  Saya tidak memedulikan tanggapan mereka. Saya nyaman-nyaman saja.
Saya ingat kata-kata kakak saya yang lain, Mbak Anna. Makanan yang sudah kita beli, milik kita. Tak usah malu membawa pulang. Kita tidak mencuri, kenapa harus malu, tapi ya jangan nguris kebangeten. O, benar juga Mbak Anna dan Mbak Lichah.
Karanganyar, 3 Mei  2015

Sabtu, 02 Mei 2015

Joki Taubat

Melakukan suatu kecurangan merugikan diri kita sendiri, orang lain dan hina di hadapan Allah. Bila engkau pernah melakukan suatu kecurangan segeralah bertaubat dan tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Allah Maha Pengampun.
http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2015/05/02/joki-taubat-722068.html

Jumat, 01 Mei 2015

Lilin Kristal dan Cerita Mistis


Gambar 1. Lilin Kristal
Setiap orang dewasa pasti memiliki pengalaman memakai/menggunakan lilin. Entah itu digunakan untuk penerangan, membuat mainan atau untuk menutup plastik. Ada bermacam-macam lilin berdasarkan kegunaannya. Ada lilin untuk ulang tahun, lilin untuk penerangan dan lilin yang digunakan pada tempat-tempat ibadah. Ukuran lilin juga bervariasi dari yang kecil, sedang, sampai ukuran besar atau jumbo. Bahkan ada yang tingginya melebihi tinggi manusia dengan diameter lebih besar.
Saya memiliki pengalaman menggunakan lilin untuk penerangan. Akhir-akhir ini curah hujan masih tinggi. Hujan yang sering disertai guntur. Biasanya bila hujan disertai guntur, kilat/petir, aliran listrik akan dimatikan oleh PLN. Bagaimanapun juga ini untuk keamanan pengguna/pemakai.
Bila pemadaman di siang hari rasanya tidak masalah. Tapi bila pemadaman dilakukan pada malam hari maka kita membutuhkan penerangan dengan menggunakan energi yang lain. Dahulu orang menggunakan lilin, lampu teplok, petromaks, lampu dengan energi menggunakan aki. Sekarang sudah lazim orang menggunakan lampu emergency, genset dan diesel.
Beberapa hari yang lalu listrik mati dalam waktu cukup lama. Saya perkirakan sekitar 4,5 jam. Itu terjadi pada malam hari. Dengan demikian saya membutuhkan penerangan. Ada lampu senter dengan energi listrik yang bisa disimpan. Tapi sayang, hanya hitungan menit saja nyalanya sudah redup. Lalu saya menggunakan lilin sebagai penerangan.
Dua kamar saya beri penerangan lilin, lilin kristal. Tiga jam kemudian lilin tinggal 2 cm, lalu lilin saya matikan dan saya ganti yang baru. Entah berapa jam kemudian listrik hidup kembali. Lampu yang ada di dalam rumah menyala semua saat tengah malam. Waktu itu kantuk saya sudah tak bisa saya tahan. Saya membangunkan suami untuk mematikan lilin.
Pagi harinya saya mendapatkan sisa lilin yang saya matikan tadi malam. Di mana lilin yang satunya. Saya ke kamar anak saya. Lilin yang kedua masih separoh. Setelah suami bangun, saya bertanya di mana lilin yang satunya? Dia tidak tahu, karena waktu saya bangunkan dia tidak bangun. Anak saya yang berada di kamar yang satu juga tidak tahu. Ketika lampu menyala, dia hanya mematikan lilin yang ada di kamarnya.
Aneh, kalau lilinnya terbakar semua, mestinya ada lelehannya. Di mana lelehannya, kok tidak ada? Saya jadi ingat “teman yang menggoda” saya waktu malam hari. Kadang ada bayangan, kadang seperti ada orang lewat. Wah, ini berulah lagi. Pasti “dia” mengambil lilin saya, kata saya pada suami.
Saya juga bercerita di kantor tentang lilin tadi. Teman saya menanggapi,”Awas, bahaya lo. Kalau nanti “dia” menyerupai suamimu gimana?”
“Saya sudah hapal bagaimana suami saya,”jawab saya.
Berhari-hari saya masih mengingat-ingat tentang lilin itu. Kalau lihat lilin-lilin yang ada di atas mesin jahit, saya tersenyum. Ah, lilin itu lagi.
Tadi malam listrik mati-hidup-mati-hidup sampai berulang-ulang. Awalnya saya menghidupkan lilin yang utuh untuk kamar anak saya. Kamar saya sendiri saya nyalakan sisa lilin milik anak saya. Iseng-iseng saya amati lilin tersebut ketika tersisa sekitar 1 cm. Tak ada lelehan sedikitpun! Sampailah pada titik penghabisan. Lilin terbakar semua tanpa lelehan dan meninggalkan sedikit abu dari sumbunya.
Saya baru tahu, ternyata memang tak ada sisa lelehan. Lilin kristal ini sangat berbeda dengan lilin yang sebelumnya saya kenal dan sering saya dapatkan. Kalau dulu saya selalu mendapatkan lelehan lilin cukup banyak, ketika lilin telah dingin, sekarang tidak. Itu artinya dugaan saya beberapa hari yang lalu keliru. Ternyata saya tidak digoda oleh “dia”.
Wah, ya maaf-maaf saja kalau saya sudah berburuk sangka. Padahal teman saya sudah ada yang berkomentar, “dia” juga butuh lilin untuk penerangan agar tak salah jalan. Ya semoga saja ilmu kita bertambah dari benda yang sederhana, sesederhana lilin kristal.
Karanganyar, 1 Mei 2015