Sabtu, 23 Februari 2019

AH TENANE: NASI KENDURI



Dimuat di Solopos, 20 Februari 2019
AH TENANE
NASI KENDURI
Oleh: Noer Ima Kaltsum
 Jon Koplo tinggal di Yogyakarta. Saat bekerja di Surabaya beberapa bulan, dia tinggal di di rumah  Tom Gembus, kakak iparnya.  Koplo mudah berbaur dengan tetangga  Gembus. Setiap ada kegiatan di masjid,  Koplo tidak pernah ketinggalan.
Suatu hari, tetangga  Gembus mengadakan kenduri pengetan orang meninggal. Biasanya pada saat kenduri dibacakan doa-doa, pembacaan Surat Yassin, dan ada sedikit tausiah. Setelah acara selesai, tuan rumah akan membagikan nasi kenduri yang dimasukkan dalam wadah.
Semua orang yang ikut kenduri mendapatkan nasi kenduri, termasuk  Koplo.  Koplo mengikuti orang-orang di rumah itu. Wadah nasi kenduri dibuka, lalu dimakan.  Koplo melakukan hal yang sama.  Koplo makan dengan antusias. Namun, dia heran.
“Kok, orang-orang makannya tidak dihabiskan? Sementara aku kebacut makan dengan lahap?” batin  Koplo.
Ibarat kehujanan, sudah terlanjur basah. Akhirnya Koplo menghentikan makannya. Para tetangga memperhatikan  Koplo sambil tersenyum. Dengan tersipu malu, ditutupnya wadah nasi kenduri yang masih tersisa sedikit. 
 Koplo dan orang-orang yang ikut kenduri pulang. Sampai di rumah,  Koplo bilang pada  Gembus.
“Mas Gembus, orang-orang tadi kok makannya tidak dihabiskan. Apa mungkin lauknya tidak cocok?”
“Bukan begitu, Mas Koplo. Memang kalau di sini, bila kenduri, nasi kendurinya cuma diambil sedikit lalu dimakan. Yang lainnya alias sisanya dibawa pulang.”
“Oalah, adatnya memang begitu, ya. Tiwas tadi punyaku kumakan sampai mau habis. Pantas saja orang-orang tadi heran melihatku makan. Sampeyan kok tidak memberi tahu ta, Mas Gembus.”
“Buat pengalaman, Mas Koplo. Kalau di Yogya, nasi kenduri dibawa pulang dalam keadaan utuh, ya.”
“Iya,” kata Koplo sambil nyengir. (SELESAI)

*Catatan: Tulisan di atas naskah asli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar