Sabtu, 19 Oktober 2019

Semua Bisa Kaya Dengan Menulis Kreatif





Menulis Itu Gampang
Menulis itu gampang dan tidak sulit. Yang membuat sulit justeru diri sendiri. Menuliskan sesuatu dengan mengalir begitu saja jauh lebih mudah. Menulis tanpa memperhatikan atau mengikuti aturan menulis yang benar jauh lebih santai dan enak. Aku tidak akan capai memikirkan benar atau tidak, baik atau buruk tulisan. Kuhilangkan kata-kata yang menghambat proses menulis, agar lebih percaya diri. Aku menulis mulai dari hal-hal yang kusukai dan kuasai. Aku tidak memaksakan diri menulis hal-hal yang sama sekali tidak aku kuasai. Aktivitas menulis bisa dilakukan oleh siapapun, tidak memandang pekerjaan, jenis kelamin, dan kelompok umur.
Ketika aku mulai menulis lagi, aku memulai kebiasaan yang sudah lama kutinggalkan yaitu menulis buku harian. Aku memaksakan diri menulis buku harian satu halaman penuh. Hal-hal yang tidak penting pun aku tulis.
Di jalan melihat truk bak sampah lewat bisa menjadi ide tulisan. Melihat anak kecil ikut ibunya mencari sampah, bisa aku tulis. Di rumah, buah mangga di pohon yang digigit langsung oleh anak-anak tetangga bisa menjadi bahan tulisan.
Dari hal-hal yang sepele ini, lama-lama aku memberanikan diri untuk megirimkan karya di media. Alhamdulillah, usahaku tidak sia-sia. Banyak tulisan yang aku kirim ke media. Di antara tulisan-tulisan yang telah kukirimkan, ada yang diterima dan dimuat di media. Namun,  yang ditolak atau tidak dimuat di media juga banyak karena mungkin tidak layak dan tidak memenuhi syarat dan ketentuan. Bila tulisanki dimuat di media cetak, Koran atau majalah, aku selalu bangga. Bangganya aku, tulisanku tembus media.
Aku jadi ketagihan menulis. Bagiku sampai sekarang, masalah honor tidak terlalu kupikirkan. Sudah bisa tampil di media cetak, rasanya sangat bahagia. Aku hanya ingin eksis saja. Karena honor yang kuterima buat makan-makan bersama teman-teman di kantor, aku malah sering tombok. Sebab itulah menulis untuk bersenang-senang saja.
Ada lagi cerita tentang menulis yang membuat aku tambah semangat. Aku menulis cerita lucu, lalu kukirim ke koran SOLOPOS. Cerita lucu ini ada pada rubrik AH TENANE, dengan  tokoh Jon Koplo, Tom Gembus, Lady Cempluk dan Genduk Nicole. Lebih dari 26 cerita lucu yang kutulis dimuat di koran SOLOPOS. Ternyata apa yang kutulis berkenan di hati redakturnya. Terima kasih ya Mas Redaktur yang telah memilih tulisanku..
Puncak kebahagiaanku adalah ketika cerpenku berjudul Rahasia Ibu dimuat di rubrik Hikayat. Sudah lama aku mengincar rubrik ini, tapi gak pernah lolos. Alhamdulillah, akhirnya aku bisa menaklukkan genre cerita pendek..

Rabu, 02 Oktober 2019

Keseruan Mencari Teman 26 Tahun Terpisah, Tanpa Bekal Alamat Rumah


Zaman sekarang, lazimnya orang memiliki nomor telepon yang bisa dihubungi. Bagaimana cara mencari teman yang selama 26 tahun berpisah, dengan kondisi tidak tahu alamatnya, dan tidak ada teman yang mengetahui keberadaannya? Inilah cerita seruku, mencari teman dengan bekal info yang sangat minim.

Baiklah, aku mau mencari temanku bernama Ahmad Muhari, Jurusan Pendidikan Kimia D3 angkatan 1990. Aku hanya ingat dulu bila pulang kuliah naik bus turunnya adalah perempatan Tungkak, Yogyakarta. Muhari ganti bus jurusan Imogiri, aku naik bus  jurusan Jalan Bantul. Biasanya Muhari naik bus bersama kakak tingkat bernama Puji Hantara.

Baiklah, karena teman-teman satu angkatan juga belum menemukan keberadaan Muhari, maka aku mulai beraksi. Mula-mula aku menghubungi sahabatku, Rahmi. Aku  bertanya pada Rahmi tentang Mas Puji. Ternyata Rahmi sering bertemu Mas Puji saat MGMP Kimia, di Bantul. Rahmi memberikan nomor telepon Mas Puji.

Tentu saja angin segar ini tidak boleh lewat begitu saja. Aku  menghubungi Mas Puji dan sedikit berbasa-basi. Baru setelah itu menanyakan alamat rumah Muhari.

“Kalau rumahnya, aku tidak tahu. Tapi kalau Kliwon, kamu bisa mencarinya di Pasar Manuk Pasar Bantul.”

Alhamdulillah, aku mengucapkan terima kasih. Hari Sabtu, aku dan keluarga mudik ke Yogyakarta. Suami berjanji akan mengantarkan aku ke Pasar Bantul.

Mula-mula aku bertanya pada penjual burung merpati.
“Maaf Mbak. Saya tidak kenal. Biasanya pedagang burung merpati lainnya juga tidak mengenal. Soalnya tempatnya berbeda. Di sini khusus burung merpati. Kalau burung lainnya di dalam pasar.”
“Matur nuwun, Mas.”

Beberapa pasang mata milik para lelaki melihatku. Aku cuek, seperti biasanya. Toh setelah ini juga tidak bertemu mereka lagi. Aku berpindah tempat, masuk ke dalam pasar. Kutemui seorang lelaki penjual pakan burung yang sedang menggelar dagangannya.

“Maaf, Pak, mengganggu sebentar.”

Setelah aku memperkenalkan diri, Bapak tadi langsung bercerita panjang lebar.

“Mas Muh lulusan UNY, ya?”
“Ya, Pak.”
“Mas Muh sekarang tidak jualan burung. Sekarang jualan mainan anak-anak secara keliling. Berhentinya Mas Muh jualan burung, itu atas saran dokter. Waktu itu anaknya Mas Muh masih bayi mengalami sesak napas. Setelah diperiksakan ke dokter dan ditanya riwayat kehamilan istrinya.”
                                                                                                     
Dengan info alamat rumah dari pedagang manuk yang tak kukenal, kutemukan rumahmu. Ternyata kamu sedang dodolan. Padahal kamu nggak punya hp (zaman now nggak punya hape, dengan alasan tertentu). "Bapak jualan di Bondalem."

Setelah muter-muter Bantul nganti tekan Imogiri barang, akhirnya kutemukan suatu keramaian. Kudekati pedagang mainan anak.

"Mas mas."
"Weh. Kowe karo sapa?"
"Pa kelingan aku?"
"Kamu Ima."

Semoga rezekimu lancar ya mas. Zaman saiki ora nggawa hp, dia bilang sing penting aku pamit dodolan keluargaku ngerti. Nek nggoleki aku, jadwalku dina kuwi nengendi mesti ketemu. Aku mau jane arep pindah nggon. Untung ra sida. Nuwum ya Im.

Catatan:
Ahmad Muhari teman seangkatan Kimia D3 '90 IKIP N Yogyakarta sekarang UNY. Muhari lulusnya tidak bareng aku. Sejak sekitar tahun 1993 atau 1995 sampai kemarin sudah tidak pernah bertemu lagi. Hari ini Allah memberi kesempatan padaku untuk bertemu Muhari.