Sarjana Kedokteran, Tetap Bangga Menjadi Ibu Rumah
Tangga
Gambar 1. Bersama Sahabat Penulis Berbagi Ilmu
Tulisan ini terangkai, terinspirasi dari cerita
teman-teman, tetangga, dan sahabat-sahabat saya baik di dunia maya maupun
nyata. Judul dalam tulisan ini saya ambil karena saya menilai betapa mulianya
hati seorang perempuan. Dia dilahirkan, dibesarkan, diberikan pendidikan yang
tinggi oleh orang tuanya. Akan tetapi setelah menempuh pendidikan tinggi,
mereka tidak berkesempatan bekerja dengan menghasilkan uang. Mereka memilih
membesarkan putra-putrinya di rumah dengan berbagai pertimbangan.
Saya
dan Keluarga
Alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan sekolah dan
lulus sarjana. Saya sangat berterima kasih kepada kedua orang tua saya,
kakak-kakak dan adik saya yang telah membiayai saya menempuh pendidikan.
Sungguh, jasa mereka tak bisa saya balas dengan materi yang saya miliki
sekarang. Semoga yang yang telah mereka usahakan untuk saya mendapatkan pahala
dan merupakan amal jariyah. Amin.
Gambar 2. Bersama Saudara Kandung (Motivator)
Saya juga sangat berterima kasih kepada keluarga besar
saya, orang tua dan saudara-saudara kandung saya yang terus memotivasi kepada
saya untuk mengamalkan ilmu yang saya peroleh dengan jalan mengajar. Tak lupa
saya sangat berterima kasih kepada suami yang saya cintai, yang telah
memberikan kesempatan dan mengizinkan saya untuk mengamalkan ilmu dengan
bekerja di luar rumah. Kebetulan saya dan suami berprofesi sebagai guru.
Senang rasanya menjadi perempuan yang bisa bekerja dan
berpenghasilan tetapi tetap tidak mengabaikan kewajiban sebagai isteri dan ibu
bagi kedua putri-putra saya. Kebetulan kami tak memiliki asisten rumah tangga,
jadi semua pekerjaan praktis kami kerjakan sendiri.
Saya bangga menjadi seorang ibu yang memiliki
pengetahuan yang cukup. Bila anak saya memerlukan bantuan untuk mengerjakan PR
atau sekedar menerangkan pelajaran matematika, fisika dan kimia, saya berusaha
untuk membantunya. Tentu saja saya harus kembali membuka-buka buku. Dan mencari
strategi supaya keterangan saya dengan mudah dipahami anak saya. Alhamdulillah,
meski saya sarjana jurusan kimia sampai sekarang saya juga masih bisa
menerangkan pelajaran matematika/fisika.
Saya teramat bangga karena kedua anak saya yang momong
dan mendampingi dia bermain adalah sarjana pendidikan yaitu saya dan suami
saya.
Tetangga
dan Kenalan
Cerita yang kedua ini adalah tetangga saya. Beliau
lulus dari Fakultas Kedokteran dan memperoleh gelar dokter waktu itu. Akan
tetapi tetangga saya tidak bekerja sebagaimana mestinya sarjana kedokteran.
Beliau bersyukur menjadi ibu rumah tangga. Beilau mendampingi suaminya yang
berprofesi sebagai dokter umum.
Dengan menjadi ibu rumah tangga beliau tetap bisa
mengamalkan ilmunya. Sebab beliau aktif pada tiap kegiatan sosial. Pasangan
dokter ini memiliki seorang anak laki-laki. Seorang anak laki-laki yang
dibesarkan oleh tangan-tangan dokter. Anak laki-laki satu-satunya ini berhasil
menamatkan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta.
Ya, meskipun sarjana kedokteran, tetangga saya tetap bangga menjadi ibu rumah
tangga.
Cerita yang ketiga ini adalah teman saya yang aktif
menulis buku. Beliau lulus dari IAIN Su-Ka Yogyakarta. Akan tetapi teman saya
memilih menjadi ibu rumah tangga dengan berbagai pertimbangan. Menjadi ibu
rumah tangga dan mengurus 3 putra-putrinya. Beliau tetap bisa mengamalkan ilmu
yang diperoleh selama menempuh pendidikan, yaitu dengan cara menulis buku.
Selain menulis buku, beliau juga menulis artikel yang ditayangkan oleh majalah
online. Dengan demikian, ilmu yang diperoleh tetap disampaikan kepada orang
lain dan tentu saja ilmu yang bermanfaat ini merupakan amal jariyah.
Cerita yang keempat adalah tetangga saya waktu saya
masih tinggal dengan orang tua. Sebut saja Dikta. Mbak Dikta pernah satu kelas
dengan saya. Setelah lulus SMA, mbak Dikta melanjutkan ke FK Hewan di salah
satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta.
Seingat saya, terakhir saya bertemu mbak Dikta ketika
dia menikah. Waktu itu saya njagong mewakili Karang Taruna.
Setelah itu saya tidak bertemu lagi sampai sekarang. Akan tetapi Allah
mempertemukan kami di dunia maya, facebook. Kebetulan kami seangkatan, jadi
kami bertemu di Group Alumni.
Dari pertemuan di facebook ini saya jadi tahu mbak
Dikta tinggal dan memiliki 3 putra-putri. Tahun lalu ketika saya mudik lebaran,
saya juga berusaha menemui mbak Dikta yang mudik. Sayang saya tidak bisa
bertemu dengannya karena dia sedang bepergian dengan anak-anaknya.
Ternyata mbak Dikta tidak bekerja di luar, dia menjadi
ibu rumah tangga. Suatu saat dia menulis status kurang lebih maksudnya :
meskipun dia sarjana kedokteran, dia menganggur, karena suami tidak mengizinkan
dia bekerja. Dari status itu ada beberapa komen. Di antaranya ada yang pro dan
ada yang kontra.
Kalau saya menyarankan meskipun tidak bekerja, kita
juga bisa mengamalkan ilmu. Lakukan saja menulis. Menulis bisa dilakukan di
rumah, tanpa meninggalkan keluarga. Kita
bisa menulis sesuatu yang kita kuasai. Saya yakin mbak Dikta bisa. Pengetahuan
dan wawasannya luas, bagi mbak Dikta menulis tentang hal yang berhubungan
dengan hewan juga bisa. Apalagi kalau saya sering membaca statusnya tentang
ketiga anaknya, luar biasa. Ketiga anaknya memberi ide cerita yang dahsyat.
Sebenarnya tulisan yang kita buat memberi manfaat untuk orang banyak. Mbak Dikta juga bisa aktif di komunitas atau perkumpulan sesuai agama yang dipeluknya.
Mungkin, suatu saat bila saya bertemu langsung dengan
mbak Dikta, dia akan saya bisiki, mbak bangganya kita, anak-anak diasuh dan
dirawat oleh seorang dokter. Meskipun tidak bekerja di luar rumah, kita tetap
bisa memberi manfaat untuk orang lain. Kita tetap bisa bangga menjadi ibu rumah
tangga. Karena menjadi ibu rumah tangga tugasnya di rumah juga tidak bisa
dianggap enteng. Membesarkan dan mendidik anak-anak menjadi manusia yang
berakhlak mulia dan berkarakter ini tugas yang amat berat.
Kalau dulu saya pernah membaca status mbak Dikta yang
mengeluh karena tak memiliki penghasilan, tidak bekerja dan hanya menjadi ibu
rumah tangga. Saya ingin mbak Dikta mencontoh kehidupan orang-orang di
sekelilingnya. Sarjana kedokteran, sarjana psikologi, sarjana agama yang tidak
bekerja di luar rumah tetapi tetap berpenghasilan dengan menulis. Mereka bisa
mengawasi putra-putrinya bermain. Mereka bisa mendampingi putra-putrinya
belajar. Mereka dekat dan ada ketika putra-putrinya membutuhkannya.
Saya salut kepada dua orang perempuan kuat yang saya
kenal di daerah saya tinggal yaitu sarjana kedokteran yang tidak bekerja,
mendampingi suaminya yang dokter umum dan sarjana kedokteran gigi yang tidak
bekerja mendampingi suaminya yang dokter kandungan.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Karanganyar, 27 Juni 2015
Terima kasih untuk keluarga besarku, suamiku dan kedua
anakku, yang mengizinkanku tetap bekerja.
Tulisan ini juga bisa dibaca di : http://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/sarjana-kedokteran-tetap-bangga-menjadi-ibu-rumah-tangga_558e4868aa23bde3058b4569
Tidak ada komentar:
Posting Komentar