Sidik Jari
Namanya Mursalin, guru
matematika yang jago menulis. Apa saja bisa ditulis, dari hal sepele hingga
kompleks. Dari yang tidak penting, bila diangkat bisa jadi sangat penting. Bukan
Mursalin kalau orangnya tidak suka “ngeyel”. Tapi ngeyelnya Mursalin selalu ada
dasarnya.
Sejak kasek baru memimpin di
sekolah, semuanya serba berubah termasuk presensi guru dan karyawan. Awalnya presensi
dengan tanda tangan tiap pagi saja. Sekarang berubah drastic. Sttt, presensinya
menggunakan sidik jari. Sepertinya semua tidak setuju. Mursalin sadar, menjadi
guru ngeyel beralasan ini membawa pengaruh bagi teman-temannya. Tapi sungguh,
Mursalin tidak bermaksud untuk mencari dukungan teman-teman guru. Mursalin akan
berdiri sendiri, berinisiatif sendiri dan menanggung semua resiko tak perlu
melibatkan orang lain.
Mursalin diberi waktu libur
kelas alias satu hari tidak mengajar yakni hari Senin. Hari Selasa Mursalin
masuk sekolah. Waka Bidang Kurikulum meminta Mursalin untuk presensi dulu. Setelah
tiga kali menempelkan jempolnya pada alat, alat tidak mau memroses. Oalah,
ternyata sidik jempol Mursalin belum disetting.
Ini sudah memakan waktu
lebih dari 5 menit. Bayangkan, kalau memakai manual, tinggal coret gitu sudah
kelar. Sabar, sabar…. Sang operator menyetting sidik jempol Mursalin. Setelah itu
barulah presensi hari ini bisa masuk. Tapi ternyata Mursalin masuk sekolah
lebih dari jam 7. Mursalin dianggap terlambat.
Peraturan baru untuk
presensi adalah waktu presensi adalah masuk jam 06.15 – 07.00. Bila presensi jam
07.00-07.35 maka dianggap terlambat. Presensi lebih dari jam 07.35 dianggap
tidak masuk. Pulang sekolah jam 13.30. bila kurang dari jam itu, presensi tidak
bisa masuk. Bila sampai jam tiga siang tidak presensi pulang maka dianggap
membolos (bahasa kasarnya mlethas).
Mursalin santai saja. Hari ini
gara-gara sidik jarinya belum disetting dia jadi terlambat. Sewaktu istirahat
Mursalin bertanya kepada Pak Halim, Waka bidang Kurikulum.
“Pak, kalau dianggap tidak
masuk karena presensi lebih dari jam 07.35, apakah masih boleh mengajar?”
“Boleh Bu.”
“Maaf pak, tugas saya
mengajar. Saya tidak peduli dianggap membolos atau tidak hanya karena saya
presensi lebih dari jam tujuh lebih tiga lima, yang penting saya mengajar.”
“Kalau tidak masuk, bonus
kehadiran hilang, Bu.”
“Bonus kehadiran per hari
tiga ribu rupiah biarlah hilang, yang penting saya bisa membagi waktu dengan
pekerjaan rumah.
Pak, panjenengan juga tahu. Saya
bukan PNS, saya hanya guru tidak tetap yang tidak memiliki jabatan sama sekali.
Dengan gaji per bulan hanya sekitar lima ratus ribu rupiah, saya harus masuk
kerja dari jam tujuh kurang sampai jam setengah dua siang. Wah sepertinya saya
tidak bisa. Yang logis saja Pak.”
“Semua nanti tergantung
kasek, Bu.”
Ternyata orang yang ngeyel
bukan hanya Mursalin, ada juga Pak Yanto. Malah Pak Yanto lebih keras lagi,
katanya,
“Kalau aku dianggap tidak
masuk karena presensi jam setengah delapan lebih, maka sekalian aku tidak
mengajar.”
Lain lagi dengan Pak Dian
yang statusnya bukan PNS, malah dia tidak pernah presensi sidik jari. Ternyata guru-guru
lainnya juga tidak setuju dengan presensi sidik jari.
Pak Dian bahkan sengaja
setiap hari tidak presensi padahal masuk mengajar. Apakah itu juga dianggap
tidak masuk?
00000
Kepala Pak Heru cenut-cenut,
heran dengan guru-guru dan karyawannya. Hampir 75% dari mereka tidak mau
presensi dengan sidik jari. Maksud presensi dengan sidik jari supaya guru dan
karyawan disiplin dalam masuk kerja. Kenyataannya malah begini.
Alat presensi sidik jari
berada di atas meja di ruang TU. Setiap hari menyala. Setiap hari yang presensi
hanya kasek dan Waka Kur. Alat itu tidak sampai 1 bulan ditinggalkan
guru/karyawan karena dianggap tidak praktis, tidak luwes dan tidak berpihak
pada guru model Mursalin.
Mursalin tersenyum. Dia tak
perlu dukungan orang lain untuk menolak presensi dengan sidik jari. Entahlah,
mengapa teman-teman tidak mau presensi. Padahal bila mau presensi sidik jari,
pasti ada yang mengajak berkomunikasi dengannya yaitu alat sidik jari akan
berbunyi,”terima kasih.” (SELESAI)
Karanganyar, 20 Agustus 2015
Baca juga:
http://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/sidik-jari_55d5eef0cb23bda80c381053
Tidak ada komentar:
Posting Komentar