“Aku sadar, mungkin banyak orang yang
tidak percaya dengan yang aku lakukan. Tapi semua telah terjadi. Aku memutuskan
untuk segera menikah ada alasan tertentu. Mungkin kamu juga akan mengatakan
tidak masuk akal.
Benar, kata orang cinta telah membutakan
seseorang. Dengan berbagai pertimbangan, tentu saja pendapat dari orang tuaku,
aku memutuskan segera mengakhiri kesendirianku.
Aku berharap, dengan menikah dan berumah
tangga, hatiku benar-benar tenang dan perjalananku kutempuh tidak sendirian.
Berat rasanya untuk mengatakan padamu,
orang yang telah aku anggap sebagai sahabat sejak tiga tahun yang lalu. Fit,
nantinya aku bukanlah perempuan yang pertama bagi calon suamiku.”
Fitri kaget! Artinya? Ah, mana mungkin Santi?
Pasti Santi sedang bercanda!
“Ada perempuan lain yang sudah mendampingi
calon suamiku. Tapi percayalah, aku bukan pelakor. Mereka yang datang secara
baik-baik. Perempuan itu memintaku untuk menjadi pendamping suaminya.
Orang tuaku menyerahkan semuanya padaku.
Dan aku semakin yakin, aku bisa bersamanya.”
Fitri membayangkan Marwan yang kecewa
melihat kenyataan ini. Pasti wajahnya kusut. Kemudian secangkir kopi susu
berubah menjadi secangkir kopi pahit lagi getir. Wan, tabahkan hatimu ya.
Setelah ini, tidak ada lagi empat cangkir
kopi susu seduhan Marwan untuk dinikmati berempat. Tak ada lagi bincang-bincang
ringan ditemani ubi rebus dan kacang rebus. Meja itu akan kosong di saat
istirahat sore. Fitri menarik nafas panjang. (BERSAMBUNG)
00000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar