Akhir-akhir
ini banyak postingan di sosmed yang saya baca tentang BB ideal wanita sholehah.
Entah itu sifatnya hanya bercanda atau tidak, bagi saya pribadi tidak perlu
untuk dibahas.
Sejak
kecil, berat badan saya selalu berada di bawah standar BB ideal. Saya kelihatan
sangat kurus. Akan tetapi saya tetap sehat dan ceria. Berbadan kurus bukan
berarti sakit-sakitan. Mungkin karena memang badan saya tidak bisa gemuk
sehingga makan seberapa pun tetap saja tidak gemuk.
Saat
menikah, BB dan tinggi badan saya juga belum seimbang. Setelah menikah kemudian
hamil, saya membaca-baca buku yang diberikan oleh bidan. Saya sangat
memperhatikan pada hal lingkar lengan atas minimal pada saat hamil sampai akan
melahirkan. Ukuran lingkar lengan atas ini menunjukkan BB Ibu hamil tidak
terlalu kurus.
Alhamdulillah,
pada usia kandungan 8 bulan, BB saya mencapai 57 kg. Itu artinya ada kenaikan
BB sebesar 18 kg. Berarti BB saya ketika menikah berapa dong? Silakan dihitung
sendiri.
Setelah
saya melahirkan, menyusui, kurang tidur pada malam hari, BB saya turun drastic.
Bahkan saat anak saya semakin besar, BB saya bertahan maksimal pada angka 45. Setelah
memiliki anak dan kurang tidur, saya sering terserang tekanan darah rendah.
Ketika
hamil anak saya yang kedua, BB saya hanya naik sekitar 6-7 kg. Setelah anak
kedua lahir, menyusui dan kurang tidur pada malam hari, BB saya sekitar 47 kg.
prinsip saya, yang penting saya sehat dan tidak gampang sakit.
Setelah
anak saya yang kedua sudah semakin besar, sekarang BB saya di atas 50 kg dan
kondisi saya sehat. Meskipun saya sudah merasa gemuk (berdasarkan ukuran baju
lama yang semakin kekecilan), di mata orang lain saya tetap kelihatan langsing.
00000
Saya
tidak terpengaruh pendapat orang tentang BB. Bagi saya, yang penting saya
sehat. Mau dibilang kurus, gemuk, sholehah atau tidak sholehah yang penting
saya sehat dan beribadah secara istiqomah. Bilamana BB saya dianggap berlebihan
dan saya termasuk kategori (bukan istri) sholehah, saya cukup tersenyum.
Menjadi
istri sholehah bukan diukur berdasarkan BB. Misalnya BB saya lebih dari 50 dan
dianggap gemuk, berarti saya bisa menunjukkan kalau suami benar-benar “ngopeni”
makan saya. Perlu diketahui, setelah memiliki dua anak, saya sering nyinden “EMAN-EMAN”.
Nasi
di mejikom tinggal sedikit, eman-eman kalau dibuang. Anak makan berat tidak
habis (tinggal sedikit), eman-eman kalau dibuang begitu saja. Tahu, tempe,
bakwan dan camilan lain tinggal seciul, eman-eman untuk diberikan pada ayam. Karena
sering nyinden inilah, BB saya dapat dikatrol naik.
Oleh
sebab itu, wajar bila saya tidak perlu mengkonsumsi makanan penambah nafsu
makan. Saya cukup makan secara teratur dengan porsi secukupnya. Saya tidak
memaksakan diri untuk langsing dengan BB kurang dari 50 kg.
Saya
kira wajar-wajar saja bila perempuan pernah hamil dan melahirkan (apalagi kalau
anaknya banyak), BB-nya akan naik dan tubuhnya gemuk. Bila Ibu-ibu lebih
percaya diri bila tubuhnya langsing, maka boleh menjalani diet asal tidak
terlalu ketat. Jangan sampai diet kebablasan sehingga tubuh menjadi kurus
kering dan tidak sehat.
Semoga
bermanfaat.
Karanganyar,
24 Juli 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar