Laman

Jumat, 13 Mei 2016

[Religi] Menjaga Amanah Merahasiakan No Hp Suami

Tanaman amanah
dok.pri
Tiba-tiba ada pesan singkat melalui sms yang masuk di hp saya. Saya membuka pesan singkat tersebut tetapi tidak terburu-buru membalasnya. Isinya, si pengirim pesan minta no hp suami saya. Sebenarnya, saya dan suami mengenalnya. Oleh karena si pengirim ini tidak terlalu dekat dengan kami, saya minta pendapat suami terlebih dahulu. Dan suami membalas, saya tidak boleh memberikan no hp kepada siapa pun.
Sebelum saya membalas sms, pengirim memanggil saya lewat hp. Kebetulan saya mengajar. Dan saya tidak pernah membawa hp kalau sedang mengajar. (Bagi yang menghubungi saya dengan mengirim sms, mohon maaf kalau saya lambat merespon. Atau kalau ada yang menelepon, saya tidak mengangkat karena hp saya tinggal di ruang guru). Mohon maaf, saya tidak mengangkat panggilan tersebut.
Akhirnya saya membalas sms tersebut. Saya balas apa adanya. Saya bilang saya tidak bisa memberikan no hp suami, sesuai amanahnya. Si pengirim membalas, sebenarnya dia mau sowan (bertamu ke rumah kami).
00000
Begitu bertemu suami di rumah, saya memperlihatkan sms dari si pengirim. Siapakah si pengirim tersebut? Beliau adalah seorang guru, yang pernah menjadi tetangga saya. Sepengetahuan saya,  beliau seorang janda yang kemudian menikah dengan orang yang rumahnya satu desa dengan Ibu mertua saya. Laki-laki yang menikahi guru tersebut mengaku saudara suami saya. (wadowwww, suami kena dampak atau imbas dari seseorang yang mengaku masih ada hubungan kekerabatan dengan suami).
Akan tetapi pernikahan tersebut tidak bertahan lama. Akhirnya mereka bercerai. Saya dan suami tidak tahu-menahu alasan mereka bercerai. Setelah bercerai, yang laki-laki kembali ke rumahnya (bersama anak-anaknya) dan si ibu tadi tinggal di dekat sekolah tempat beliau mengajar.
Suatu hari saya mau berpresentasi, memromosikan sekolah SMK tempat saya mengajar di sekolah (SLTP) tempat si Ibu tadi mengajar. Kami bertemu, lalu beliau minta no hp saya. Selanjutnya, saya selalu curiga (curiga saya mendasar sih).
00000
Suami saya rutin melakukan tenis lapangan dekat sekolah tempat suami mengajar. Kebetulan lapangan yang dipakai masih satu kompleks dengan SLTP tempat si Ibu mengajar.
Sore itu saya dan suami mau menjemput si Thole. Suami yang biasa tenis, sore itu izin. Ada teman tenis yang mengirim pesan lewat sms. Beliau menanyakan kepada suami, sore ini berangkat tenis atau tidak. Suami menjawab tidak. Lantas temannya mengirim pesan bahwa si Ibu Guru mau ketemu suami saya untuk minta bantuan. Suami menjawab, tidak bisa membantu.  Ibu Guru tadi Cuma ingin tahu kabar mantan suaminya yang masih ada hubungan kekerabatan dengan suami. Suami menjawab bahwa dia sudah lama tidak bertemu. Disuruh mencari bantuan yang lain saja. Ternyata teman suami saya tahu maksudnya.
Suami bilang,”Wong bukan saudara kok ya ngaku-ngaku saudara. Itu hanya karena tinggal satu desa. Kalau saudara/kerabat pasti sudah pernah ketemu di acara keluarga besar. Saya belum pernah bertemu sama sekali.”
Saya juga jadi malas untuk berurusan dengan orang-orang yang mengaku saudara dengan saya. Ingat, saya bukan asli orang Karanganyar. Kalau Cuma mengaku-ngaku dan sok meyakinkan pada saya bahwa saya masih bersaudara dengannya, jangan harap saya percaya. Bagi saya, saudara saya dari garis suami sudah jelas. Dan saya hanya mengakui yang masih ikut trah saja. Selebihnya, mohon maaf jangan memaksa saya percaya.
Kami memang lugu. Bila ada telepon dari no hp asing masuk ke hp kami, kami tidak akan mengangkat. Kalau ada sms, kami juga tidak merespon kalau no hp si pengirim tersebut asing di hp saya dan suami. Kalau mengirim sms, lantas memberi nama diakhir tulisan, itu juga tidak serta merta kami langsung menjawab. Bagi kami, hanya orang yang berurusan dengan masalah pekerjaan dan saudara saja yang masuk daftar dalam kategori penting.
Mohon dimaklumi.
Karanganyar, 13 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar