Tanaman amanah dok.pri |
Tiba-tiba ada pesan singkat melalui sms yang masuk di hp saya. Saya
membuka pesan singkat tersebut tetapi tidak terburu-buru membalasnya. Isinya,
si pengirim pesan minta no hp suami saya. Sebenarnya, saya dan suami
mengenalnya. Oleh karena si pengirim ini tidak terlalu dekat dengan kami, saya
minta pendapat suami terlebih dahulu. Dan suami membalas, saya tidak boleh
memberikan no hp kepada siapa pun.
Sebelum saya membalas sms, pengirim memanggil saya lewat hp. Kebetulan saya
mengajar. Dan saya tidak pernah membawa hp kalau sedang mengajar. (Bagi yang menghubungi
saya dengan mengirim sms, mohon maaf kalau saya lambat merespon. Atau kalau ada
yang menelepon, saya tidak mengangkat karena hp saya tinggal di ruang guru). Mohon
maaf, saya tidak mengangkat panggilan tersebut.
Akhirnya saya membalas sms tersebut. Saya balas apa adanya. Saya bilang
saya tidak bisa memberikan no hp suami, sesuai amanahnya. Si pengirim membalas,
sebenarnya dia mau sowan (bertamu ke rumah kami).
00000
Begitu bertemu suami di rumah, saya memperlihatkan sms dari si pengirim. Siapakah
si pengirim tersebut? Beliau adalah seorang guru, yang pernah menjadi tetangga
saya. Sepengetahuan saya, beliau seorang
janda yang kemudian menikah dengan orang yang rumahnya satu desa dengan Ibu
mertua saya. Laki-laki yang menikahi guru tersebut mengaku saudara suami saya.
(wadowwww, suami kena dampak atau imbas dari seseorang yang mengaku masih ada
hubungan kekerabatan dengan suami).
Akan tetapi pernikahan tersebut tidak bertahan lama. Akhirnya mereka
bercerai. Saya dan suami tidak tahu-menahu alasan mereka bercerai. Setelah bercerai,
yang laki-laki kembali ke rumahnya (bersama anak-anaknya) dan si ibu tadi
tinggal di dekat sekolah tempat beliau mengajar.
Suatu hari saya mau berpresentasi, memromosikan sekolah SMK tempat saya
mengajar di sekolah (SLTP) tempat si Ibu tadi mengajar. Kami bertemu, lalu
beliau minta no hp saya. Selanjutnya, saya selalu curiga (curiga saya mendasar sih).
00000
Suami saya rutin melakukan tenis lapangan dekat sekolah tempat suami
mengajar. Kebetulan lapangan yang dipakai masih satu kompleks dengan SLTP
tempat si Ibu mengajar.
Sore itu saya dan suami mau menjemput si Thole. Suami yang biasa tenis,
sore itu izin. Ada teman tenis yang mengirim pesan lewat sms. Beliau menanyakan
kepada suami, sore ini berangkat tenis atau tidak. Suami menjawab tidak. Lantas
temannya mengirim pesan bahwa si Ibu Guru mau ketemu suami saya untuk minta
bantuan. Suami menjawab, tidak bisa membantu. Ibu Guru tadi Cuma ingin tahu kabar mantan
suaminya yang masih ada hubungan kekerabatan dengan suami. Suami menjawab bahwa
dia sudah lama tidak bertemu. Disuruh mencari bantuan yang lain saja. Ternyata teman
suami saya tahu maksudnya.
Suami bilang,”Wong bukan saudara kok ya ngaku-ngaku saudara. Itu hanya
karena tinggal satu desa. Kalau saudara/kerabat pasti sudah pernah ketemu di
acara keluarga besar. Saya belum pernah bertemu sama sekali.”
Saya juga jadi malas untuk berurusan dengan orang-orang yang mengaku
saudara dengan saya. Ingat, saya bukan asli orang Karanganyar. Kalau Cuma mengaku-ngaku
dan sok meyakinkan pada saya bahwa saya masih bersaudara dengannya, jangan
harap saya percaya. Bagi saya, saudara saya dari garis suami sudah jelas. Dan saya
hanya mengakui yang masih ikut trah saja. Selebihnya, mohon maaf jangan memaksa
saya percaya.
Kami memang lugu. Bila ada telepon dari no hp asing masuk ke hp kami,
kami tidak akan mengangkat. Kalau ada sms, kami juga tidak merespon kalau no hp
si pengirim tersebut asing di hp saya dan suami. Kalau mengirim sms, lantas
memberi nama diakhir tulisan, itu juga tidak serta merta kami langsung menjawab.
Bagi kami, hanya orang yang berurusan dengan masalah pekerjaan dan saudara saja
yang masuk daftar dalam kategori penting.
Mohon dimaklumi.
Karanganyar, 13 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar