Sabtu, 11 Februari 2017

Trofi Sang Juara

Trofi Sang Juara
dok.pri

Beberapa hari yang lalu, suami sangat sibuk dengan turnamen bulutangkis yang diadakan dalam rangka memperingati Hari Jadi DPRD Kabupaten Karanganyar. Padahal dua minggu sebelumnya juga menjadi panitia PORKAB. Kalau sudah begitu, saya dan anak-anak tidak bisa mengganggu gugat.
Pada saat seperti itu saya harus menyingsingkan legan baju. Pekerjaan saya dua kali lebih berat dari hari-hari biasa. Hal ini berkaitan dengan urusan anak-anak. Beruntung, saya diberi kesehatan yang memadai selama itu. Meskipun hujan-hujanan, Alhamdulillah tidak lantas membuat saja drop. Selalu bersyukur dan memberikan pengertian pada anak-anak. Kepada si kecil, saya selalu memberikan pengertian, kadang saya ajak ke tempat Ayahnya bertugas di lapangan bulutangkis. Dengan demikian, frekuensi rewelnya si kecil berkurang. Maklum, si kecil sangat dekat dengan Ayahnya. Kalau sehari tidak bertemu, bisa uring-uringan.
Biasanya, kalau ada turnamen, suami masuk sekolah di pagi hari. Siang, sore hingga malam hari berada di lapangan bulutangkis. Tak ada waktu untuk keluarga. Saat menjelang maghrib baru pulang, lalu membersihkan diri. Setelah shalat biasanya saya sarankan untuk tiduran, sebab malam hari pekerjaan selesai dan sampai rumah sekitar pukul setengah satu.
Rupanya, anak saya yang besar juga sering memikirkan Ayahnya. Dia merasa kalau pekerjaan Ayahnya berat. Dhenok sering mengkhawatirkan kesehatan Ayahnya. Dia tidak tega kalau Ayahnya kurang istirahat. Apalagi setiap turnamen, selain menjadi panitia inti, Ayahnya juga menjadi peserta turnamen/ikut pertandingan.
Yang terakhir, saya meyakinkan pada Dhenok kalau Ayah baik-baik saja. Mami sudah pro aktif dan selalu mengingatkan pada Ayah untuk istirahat barang sebentar. Selama turnamen berlangsung, Dhenok juga sulit tidur. Biasanya dia menunggu sampai Ayah pulang dari lapangan barulah dia bisa tidur dengan tenang dan tidak gelisah.
Nah, Dhenok kan tahu kalau Ayah juga ikut pertandingan. Dia berharap Ayah mendapatkan nomor. Tapi Ayah bilang kalau sudah kalah. Yeahhh, Dhenok kecewa dong. Padahal Dhenok sudah bilang kalau dia mendoakan Ayah minimal juara empat. Lumayan kan hadiahnya enam ratus ribu untuk berdua (ganda veteran).
Hari terakhir final sudah selesai. Hari esok suami sudah tidak ke lapangan lagi. Tinggal merekap daftar para juara. Namun demikian, tetap saja pekerjaan di rumah jadi menumpuk. Suami ingin semua bisa segera diselesaikan. Memang, ada panitia yang lain yang melaporkan hasilnya secara online tapi laporan secara tertulis (bukti fisik beruta cetakan) tetap saja dibutuhkan.
Kata suami, pekerjaan selesai kalau sudah pembagian trofi. Setahu saya, kalau trofi biasanya diserahkan pada saat final. Kali ini tidak! Trofi dan hadiah berupa uang pembinaan diserahkan pada acara puncak di gedung DPRD.
Iseng-iseng saya ikut melihat bagan-bagan yang sudah penuh dengan coretan-coretan. Olala, saya menemukan nama suami dan pasangannya berada pada urutan ketiga. Senang rasanya kalau suami bisa berhasil. Tapi saya juga tahu, uang pembinaan sebesar delapan ratus ribu rupiah yang akan diterima akhirnya masuk ke klub. Itu sudah biasa.
Dhenok girang sekali,”lumayan, Ayah dapat empat ratus ribu.”
“Uangnya masuk klub, Nok. Ayah dan temannya paling nanti membawa pulang trofi saja.”
“Oh, gitu ya?”
Untuk mengobati kecewa, suami berjanji akan menraktir kami. Alhamdulillah, rezeki isteri dan anak sholeh dan sholehah.
Bego, keruk buat Faiz
dok.pri

00000
Dua minggu telah berlalu. Sore ini si kecil teriak kegirangan melihat trofi berada di atas meja ruang tamu.
“Ummi, ini pialanya Ayah. Alhamdulillah, Ayah dapat piala.”
Saya tersenyum. Trofi/piala tersebut merupakan bukti fisik prestasi suami dan pasangannya ketika bertanding. Tapi saya lebih bangga dengan prestasi suami yang selalu mengutamakan pekerjaan. Kerjanya cukup professional, sehingga setiap ada kegiatan di Kabupaten, selalu saja dia ikut andil. Bukan hanya bulutangkis, tapi juga renang dan kegiatan lainnya. Dan saya selalu bersyukur, di tengah kesibukannya selalu ingat kewajibannya sebagai muslim.
Dibanding dengan suami, saya tidak memiliki prestasi apa-apa di kabupaten. Saya cukup menjadi orang nomor satu di belakang suami. Saya cukup mengasuh anak-anak secara Islami, memberikan teladan bagi anak-anak. Saya cukup berprestasi di keluarga saja. Saya tak memiliki piala, tapi saya pun sang juara.

Karanganyar, 11 Pebruari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar