Mengapa Perempuan
Harus Berdagang?
noerimakaltsum.com. Perempuan harus bisa berdagang. Jualan apa saja yang penting ada
niat. Kamu juga bisa berjualan barang yang sama dengan orang lain. Tidak ada
larangan menjiplak dagangan orang lain. Sebab rezeki sudah ada yang mengatur. Kalau
perlu bekerja sama dengan teman-teman yang memiliki barang dagangan yang sama. Percayalah,
rezeki nggak bakalan tertukar kok. Kalau memang sudah menjadi rezekimu, pasti
daganganmu bakalan laku. Jualannya mulai sekarang ya, jangan ditunda! Kalau nggak
laku, gimana? Ya nggak gimana-gimana. Sabar, telaten, tekun, dan pantang
menyerah! Anak perempuanku juga mau berjualan lo, nggak pake malu.
Aku punya pengalaman jualan buku. Tentu saja banyak teman yang
menjual buku yang sama, soalnya buku yang kami jual adalah buku antologi yang
kami tulis rame-rame. Sebagai penulis buku yang diterbitkan secara indie, tentu
saja aku kudu giat promosi. Demikian pula
teman-teman juga harus berpromosi. Saingan dong? Ya bersaing dan bekerja sama. Namun,
tak semua teman bisa berbisnis atau menjual bukunya. Ya, alasannya macam-macam
deh.
Kenapa perempuan kudu berdagang? Ada 2 cerita tentang cerita
berjualan. Semoga bisa menginspirasi.
Karena Ibuku Berdagang
Ibu berdagang di pasar secara kecil-kecilan. Keuntungannya cukup
untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari. Bapak bekerja sebagai tukang kayu
(serabutan) dan mendapatkan upah harian. Bila tidak bekerja berarti tidak ada
pemasukan. Dahulu, kehidupan keluarga kami bisa dibilang cukup.
Namun, mulai tahun 1988 dan seterusnya, usaha ibu mengalami
bangkrut. Ibu tidak bisa bertahan berjualan di pasar. Sejak saat itu kehidupan
kami bisa dibilang berada di titik nol. Ibu tetap berjualan meski hasilnya tak
seberapa. Bapak bekerja bila ada orang yang membutuhkan jasanya. Orang lain
melihat ekonomi keluarga kami kelihatan baik-baik saja. Padahal buat makan,
bayar listrik, dan bayar sekolah jelas kesulitan, bahkan barang-barang berharga
mulai dijual. Beruntung, kakakku yang nomor 2 sudah bekerja. Kakakku membiayai
sekolah adik-adiknya.
Ternyata sekarang baru aku tahu, dulu setiap orang yang
melakukan perniagaan, bisa dipandang sebagai orang dalam kategori cukup. Entah
itu keuntungannya sedikit atau banyak, minimal bisa untuk membeli beras dan
lauk seadanya, tetap dikatakan cukup. Meskipun untuk sehari-hari kadang harus
berutang, ibu dan bapak tetap berusaha untuk membayar zakat fitrah 8 x 2,5 kg
beras di akhir Ramadan.
Berdagang adalah pekerjaan ibu yang dilakukan sejak masih muda.
Sepertinya ibu tidak bisa lepas dari pekerjaan ini. Suatu hari ibu berjualan
tahu dan tempe, tapi tidak laku. Jualan tahu dan tempe hanya beberapa hari
saja. Lalu jualan jajanan di sekolah dan di rumah. Pada akhirnya ibu menjual barang dagangan
sesuai pesanan secara kredit. Saat itu anak-anak tidak lagi membutuhkan biaya
sekolah. Dari berjualan berdasarkan pesanan inilah, ibu bisa menabung emas.
Alhamdulillah, ibu naik haji dengan biaya sebagian dari tabungan emas dan
sebagian uang kakakku.
Karena ibu berdagang, jadi saat berada pada titik terendah pun
orang luar tidak tahu kalau kami pernah makan seadanya dengan tidak kenyang.
Jualan Buku Ngeblog Seru Ala
Ibu-ibu
Buku Antologi Ngeblog Seru Ala Ibu-ibu yang ditulis rame-rame
alias keroyokan ini ternyata laku keras dan masih banyak yang belum kebagian.
Sayangnya setok di rumah habis. Padahal kemarin aku sudah rela menyetok dalam
jumlah tertentu dengan perasaan optimis. Nggak banyak sih, karena menyesuaikan
kantong.
Namanya juga modal sedikit, jadi nyetoknya juga nggak banyak
biar uangnya bisa muter-muter. Ternyata di rumah setok habis, dan setok
teman-teman juga sama. Habis! Senang rasanya bila bukunya masih dicari pembaca.
Oleh karena buku tersebut diterbitkan secara indie, kami juga mencetak
berdasarkan pesanan saja.
Aku hanya bisa berkhayal dan bermimpi naskah buku Ngeblog Seru
Ala Ibu-ibu ini direvisi atau dipoles sedikit lalu ditawarkan ke penerbit
mayor. Mimpi ya, cuma mimpi. Siapa tahu mak dor jadi kenyataan, laku keras di
pasaran dan penjualannya baik.
Namun, ada tetapinya juga lo. Buku Indie diterbitkan dengan biaya sendiri dan semua penulis
seharusnya aktif berpromosi agar bukunya yang terjual banyak. Ternyata oh
ternyata tidak setiap penulis bisa berbisnis. Entah karena kurang pede, merasa
tidak berbakat, atau bingung mau dijual pada siapa.
Menurut "penerawanganku", buku ini sangat
"menjual" dan banyak dibutuhkan orang terutama para bloger. Sebab buku
ini bukan sekadar buku ngeblog biasa. Penulisnya memang tidak asal-asalan
menulis karena di Grup Ibu-ibu Doyan Nulis ini tulisannya harus benar-benar cetar.
Bermimpi di pagi hari, saat berpuasa dalam keadaan lapar,
dilangitkan doa-doa, siapa tahu bisa menjadi kenyataan.
Nah, kalau kamu pingin mulai berdagang, silakan pelajari dulu dan lihat pasar, barang dagangan apa yang sekarang laku. Apalagi saat ada pandemi ini, perempuan harus tetap bergerak/melakukan aksi. Kalau aku lihat, kampung-kampung yang tidak ditutup jalannya, para pedagang masih bisa menjajakan dagangan lo. Entah itu sayur, krupuk, daging ayam, susu segar, dan masih banyak lagi. Ada juga yang mengais rezeki dengan menawarkan dagangan di grup WA selama bulan Ramadan.