Gambar 1. Mbak Sarmi, Ibu Suka Bisnis "Ayam Bakar"
Baru tiga bulan, mbak Sarmi
berjualan ayam bakar. Sebelumnya mbak Sarmi dan suami berjualan Soto Lamongan. Sayang
usaha tersebut umurnya pendek. Sebenarnya lokasinya strategis. Hanya saja kebetulan
di sekitar tempat berjualannya sedang ada pembangunan. Pembangunan yang memakan
waktu lama. Dengan alasan polusi udara sangat mengganggu, maka usaha ini
berhenti.
Usaha berikutnya adalah
berjualan dawet. Usaha ini juga tidak lama, karena tidak laku. Setelah memutar
otak, mbak Sarmi dan suaminya mencoba peruntungan dengan berjualan ayam bakar.
Tempat usaha yang dipilih
adalah Jl. Raya Solo-Tawangmangu. Tepatnya di depan Makam Pahlawan Kota
Karanganyar, sebelah timur jembatan Siwaluh. Mbak sarmi hanya menggunakan
gerobak lalu diberi deklit/terpal tipis. Ada meja dan kursi yang disediakan
untuk pelanggan yang sedang menunggu pesanannya dimasak.
Gambar 2. Gerobak Tanpa Nama
Beberapa kali anak saya
membeli ayam bakar mbak Sarmi. Sayang, gerobak untuk berjualan tersebut
dipasang MMT tapi tidak ada namanya. Hanya ada tulisan ayam bakar, nomor hp dan
foto ayam satu porsi ayam bakar beserta nasinya.
Gambar 3. Suami Membakar Ayam
Kebetulan anak saya yang
baik hati ini juga memikirkan saya. Saya diberi satu porsi. Setelah saya
rasakan, ada perbedaan antara ayam bakar yang ini dengan yang lain. Perbedaan itu
terletak pada sambalnya.
Menikmati ayam bakar dengan
sensasi tersendiri. Sambalnya khas sambal masakan padang, Lombok ijo. Bagi yang
belum terbiasa dengan sambal masakan padang mungkin tidak cocok. Akan tetapi
lidah saya ternyata tidak menolak.
Tapi kok ayam bakar dengan
sambal ala masakan Padang? Ternyata mbak Sarmi dan suaminya adalah lulusan
karyawan rumah makan Masakan Padang “Rama”. Mbak Sarmi sebagai tukang masak dan
suaminya melayani pembeli. Lebih dari 10 tahun suami mbak Sarmi bekerja di
Rumah makan tersebut. Mbak sarmi sendiri kurang dari 10 tahun.
Mereka jadi terbiasa dengan
hal-hal yang berbau Masakan Padang. Tidak salah mereka memilih sambal Masakan
Padang untuk menu ayam bakarnya. Akan tetapi bila kebetulan lomboknya berwarna
merah, maka cirri khas Masakan Padangnya hilang. Yang ada sambal tomat pedas
manis seperti sambal pada umumnya.
Satu porsi ayam bakar dan
nasi dijual mulai dari enam ribu lima ratus rupiah sampai sebelas ribu rupiah. Pada
awalnya mbak Sarmi hanya menyediakan 1 kg daging ayam. Sekarang setelah
penjualannya mulai ramai, sehari mbak Sarmi bisa mengabiskan daging ayam
sebanyak 7-8 kg.
Mbak Sarmi mulai berjualan
jam sepuluh pagi sampai jam sampai malam. Akan tetapi biasanya sebelum jam Sembilan
malam dagangan sudah habis. Suatu hari saya datang untuk membeli ayam bakar. Waktu
itu sekitar jam lima sore. Ternyata mbak Sarmi dan suami sudah bersiap untuk
pulang karena dagangannya sudah habis.
Saya sempat mengobrol dengan
mbak Sarmi dan suaminya. Katanya lebih senang mandiri berwirausaha daripada
ikut orang lain. Semoga sukses selalu dan pertahankan ciri khas ayam bakarnya
yaitu dengan sambal ala Masakan Padang.
Karanganyar, 23
Desember 2014