Gambar 1. Lelah, tetap ceria
Sumber: dok.pri
Hari Sabtu-Senin, 10-12 Oktober
2015 saya akan mengadakan perjalanan bersama keluarga dan teman-teman suami. Meskipun
sudah tidak mengajar lagi di SMP N 2 Jumantono, Karanganyar, dalam banyak
kegiatan di luar sekolah suami masih diajak ikut serta. Di antaranya berwisata
ke Gunung Bromo dilanjutkan ke Malang. Peserta yang mengikuti wisata kali ini
sebanyak 13 orang. Rombongan dibagi menjadi 2, 2 mobil mengangkut rombongan
ini.
Gambar 2. Keluarga Kecil
Sumber: dok.pri
Jadwal berangkat Sabtu malam
pukul delapan. Akan tetapi pemberangkatan diundur karena ada suatu hal. Pukul 9
kami meluncur lewat Matesih-Tawangmangu-Magetan dan seterusnya.
Dari Karanganyar sampai Pasuruan
kami tak mengalami kendala yang berarti. Selama perjalanan mata saya tidak
dapat terpejam karena saya mengawasi si kecil yang tidur di jok belakang
berhadapan dengan jok saya. Anak TK tersebut tidur dengan pulas. Akan tetapi
setiap terjaga dia langsung duduk, mungkin dia bingung sedang berada di mana.
Ada cerita menarik ketika
berhenti di SPBU Kertosono untuk mengisi bahan bakar sekalian nge-tap bagi yang
mau buang air kecil. Toilet antriannya panjang, airnya habis pula. Semula kami
mau mengurungkan niat untuk buang air, tapi setelah ada orang yang laporan pada
karyawan akhirnya tendon air diisi lagi. Plong, sukses menghadapi rintangan.
(kata kunci : air sangat penting. Tak ada air = cotho)
Saat azan subuh, kami sudah
berada di Probolinggo (Ahad, 11 Oktober 2015). Waktunya shalat berjamaah. Perut
saya mulai kosong, minta diisi. Suami membeli the hangat buat kami. Di sekitar
masjid banyak penjaja makanan. Saya tertarik membeli lumpia dan molen. Dua anak
saya menyantap molen (saya ikut mencicipi rasanya enak). Saya makan lumpia,
rasanya masam/basi. Berarti lumpa basi yang dipanaskan (mbak penjaja, mbok
jualan ki makanan yang baik-baik saja). Beruntung perut saya tidak mengadakan
reaksi apa-apa.
00000
Setelah shalat subuh perjalanan
kami lanjutkan. Saya mulai merasakan udara dingin terasa segar (persis di
Tawangmangu) ketika melewati jalan menanjak. Pagi menyapa. Di pinggir jalan
saya lihat aktifitas jual beli dan pedagang melambaikan tangan menawarkan
dagangannya. Kami terus berlalu. Saya menikmati pagi yang semakin terang. Saya benar-benar
merasakan suasana Tawangmangu pada pagi hari. Ya, menuju Gunung Bromo ini
kondisinya seperti Tawangmangu.
Semakin tinggi keberadaan kami,
udara semakin dingin. Ada pemandangan yang berbeda antara di sini dengan di Tawangmangu.
Di Tawangmangu, pada musim kemarau air untuk pertanian masih tersedia. Banyak petani
yang tetap menanam sayuran di musim kemarau. Kalau di Bromo dan sekitarnya
begitu kering dan meranggas, gersang. Sebenarnya saya melihat tanaman loncang
alias daun bawang di tanah pertanian yang luas. Hanya saja karena kekurangan
air, tanaman-tanaman loncang tersebut mulai kering.
Gambar 3. Tanaman Loncang kering
Sumber: dok.pri
Belum sampai obyek yang kami tuju
ternyata matahari sudah kelihatan dan mulai meninggi. Nok Faiq sempat mengambil
beberapa gambar. Kami gagal melihat sunset. Tak apalah, mungkin saya akan
mendapatkan pengalaman yang lebih menarik lainnya.
Sebelum sampai tempat parkir,
kami dicegat beberapa orang. Mereka menawarkan jeep yang bisa disewa atau
melayani jasa antar jemput ke Bromo dan Pura.
Gambar 4. Jeep Antar Jemput
Sumber: dok.pri
Untuk bisa dijadikan perhatian
dan dijadikan bahan pertimbangan:
1. Menggunakan jasa/armada jeep satu armada ongkosnya Rp.
250.000,00 PP. Dari tempat parkir ke Bromo, balik lagi. Satu armada untuk 6
orang penumpang dan 1 orang sopir. Karena kami berjumlah 13 orang ( 1 anak
kecil), kami memerlukan 2 armada. Untuk armada kami mengeluarkan ongkos Rp.
500.000,00.
2. Masuk obyek (tapi tidak ada tiketnya) perorang
membayar Rp. 32.500,00. Setelah disepakati, kami membayar Rp. 250.000,00/13
orang.
Gambar 5. Nego dengan Paguyuban Jeep
Sumber: dok.pri
Di sekitar Gunung Bromo dan Pura,
luar biasa indahnya. Udara dingin, kabut turun, dan tanah berpasir. Bila kita
menghembuskan nafas, akan kelihatan sekali mengeluarkan uap. Dari tempat parkir
(di sisi Gunung Bromo), kami harus berjalan menuju gunung dan bisa melihat
kawah. Kalau kita tidak mau lelah berjalan, ada kuda yang siap mengantarkan
kita sampai di dekat gunung sebelum naik tangga. Untuk sekali perjalanan ongkos
naik kuda Rp. 50.000,00. Jadi PP Rp. 100.000,00.
Gambar 6. Motret dari Atas
Sumber: dok.Faiqah Nur Fajri
Faiz merengek-rengek ingin naik
kuda. Saya dan suami tugasnya mengalihkan perhatian supaya Faiz tidak minta
naik kuda. Saya bilang uang buat naik kuda, kalau digunakan untuk membeli payung
dapat 2 buah. Naik kuda dengan payung, kok jauh banget ya? Beberapa hari yang
lalu Faiz minta payung. Alasannya kalau pas hujan, dia tidak kehujanan di
sekolah. Saat itu saya belikan. Akhirnya Faiz mau diajak jalan kaki.
Gambar 7. Kuda siap mengantar
Sumber: dok.pri
Wisatawan yang datang dengan
bersepeda motor juga banyak. Padahal untuk mencapai tempat ini mereka mengalami
rintangan yang cukup berat. Ban sepeda terseok-seok melewati pasir. Baik motor
matic, bebek, trail dan lain-lain mengalami kesulitan. Untuk jeep saja juga
mengalami kesulitan, tapi bisa cepat menyesuaikan diri begitu ban terjebak
dalam pasir.
Gambar 8. Pemuda Touring
Sumber: dok.Faiqah Nur Fajri
00000
Saya tidak ikut naik ke atas
untuk melihat kawah dari dekat. Faiz tidak mungkin saya ajak naik tangga dan
medannya berat untuk anak seusia dia.
Gambar 9. Tangga menuju kawah
Sumber: dok.Faiqah Nur Fajri
Saya hanya menunggu berita dari suami dan
Nok Faiq. Beberapa saat kemudian, suami mengirim pesan singkat : Alhamdulillah,
sampai bibir kawah, Subhanallah.
Gambar 10. Bibir kawah, mengeluarkan asap bau belerang
Sumber: dok.Faiqah Nur Fajri
Gambar 11. Bersama Wisatawan mancanegara
Sumber: dok.Faiqah Nur Fajri
Faiz mulai rewel karena lelah. Matahari
kian meninggi, kabut mulai hilang. Udara tetap dingin, tapi sinar matahari
mampu “menggosongkan” muka kami. Debu mulai bertebaran. Kuda dan manusia
berjalan menebarkan pasir-pasir halus. Masker tetap kami pakai untuk melindungi
hidung dan mulut. Beberapa pedagang menawarkan kaos tangan, tutup kepala,
masker, souvenir (bunga edelweiss kering), syal dan lain-lain.
Gambar 12. Bunga Edelweis
Sumber: dok.Faiqah Nur Fajri
Pukul 08.30 kami berkumpul di
dekat tiang bendera menanti jeep mobil jemputan. Perjalanan menuju tempat
parkir, di mana mobil kami diparkir, diikuti iring-iringan sepeda motor anak-anak
muda mengadakan touring.
Lega rasanya, akhirnya kami
sampai di tempat parkir. Perut mulai keroncongan. Kepala nyut-nyut karena
kelaparan. Ternyata kondisi saya juga dialami teman-teman yang lain. Pukul 09.00
kami meninggalkan Bromo dalam keadaan lapar dan lelah (semoga 2 anak saya tetap
sehat dengan ngemil camilan seadanya).
Pukul 10.00 kami tiba di rumah
makan. Bila yang lain mandi dahulu, saya dan keluarga makan dulu (terpaksa saya
minum obat sakit kepala). Alhamdulillah agak mendingan. Perjalanan kami
lanjutkan menuju Ponpes Salafiyah di Turen, Malang. (BERSAMBUNG)
Karanganyar, 13 Oktober 2015
Ada catatan penting :
Ketika ke Bromo yang perlu
dipersiapkan adalah: jaket tebal beserta tutup kepala, kaos tangan, syal,
sepatu tertutup, payung, minuman secukupnya. Bagi yang alergi dingin,
bersiap-siap mengatasi penyakitnya. Bila membawa anak kecil, pastikan anak bisa
mandiri.
Agar kita bisa
melihat sunset, bila berangkat dari Solo dan sekitarnya diusahakan berangkat
pukul tiga sore (perjalanan bisa santai, istirahat cukup).