Rabu, 21 Juni 2023
Makanan yang Perlu Dibawa Saat Naik Haji Reguler
Selasa, 20 Juni 2023
Berhaji Bawa 6 Stel Baju, Begini Cara Gonta Ganti Pakaian
Sabtu, 17 Juni 2023
Setiap Jemaah Haji Memiliki Ujian Sendiri-sendiri
Setiap jemaah haji pasti diuji. Ujiannya satu orang dengan yang lain berbeda. Ada yang diuji dengan kesehatannya, pasangannya, dengan orang tuanya, dengan temannya, dan lain-lain.
Saya diuji dengan kesehatan atau badan saya. Selama di tanah suci, tensi tinggi padahal ketika di tanah air selalu normal dan baik-baik saja. Evaluasi: mungkin beberapa terakhir sebelum berangkat saya kecapaian, kurang tidur, banyak tamu yang datang, capai membersihkan rumah, dan lain-lain.
Solusi: tidak memaksakan fisik untuk mengeluarkan tenaga lebih besar. Saya membatasi salat di Masjidil Haram. Sebab, aktivitas menuju Masjidil Haram berjalan dengan cepat. Tidak ada orang yang berjalan santai seperti melakukan rockpot. Berjalan cepat dengan tetap memperhatikan orang-orang tinggi besar di sekitar.
Saya diuji dengan terpisah dari suami di Masjidil Haram. Solusi: tetap bergandengan tangan kecuali sedang salat.
Saya diuji dengan "ketidaknyamanan dengan seseorang". Solusi: tidak jidal. Tetap rendah hati dan tidak sombong, tidak merasa punya power, mengalah saja. Apapun bentuk gesekan, cukup mengalah dan beristigfar.
Saya berada di kamar yang isinya 4 orang. Tiga orang selain saya adalah Ibu S (68 tahun) dan anaknya (46 tahun) serta kakak (73 tahun). Di kamar lain ada anak laki-laki dari ibu (68 tahun) dan suami dari anak (46 tahun). Jadi, teman sekamar saya ini berlima dalam satu keluarga besar. Teman sekamar tersebut, yakni Ibu S, pinginnya ke Masjidil Haram terus.
Suatu pagi, anak perempuan dan suaminya berangkat ke Masjidil Haram. Anak laki-laki dan ibunya juga ke Masjidil Haram, sedang kakak yang usianya 73 tahun tinggal di hotel. Saya ke Masjidil Haram, suami tidak karena piket untuk mengambil konsumsi dan ikut senam kloter 59.
Singkat cerita setelah tiba di terminal, saya turun lalu ikut menggandeng tangan kanan Ibu S. Tangan kiri Ibu S digandeng anak laki-lakinya. Ternyata kami thawaf di lantai dasar. Alhamdulillah, kami bisa dekat dengan Hijr Ismail tapi kemudian menjauh agar saat azan subuh bisa salat di belakang. Thawaf, salat Subuh dan Shuruq telah kami tunaikan dengan lancar.
Sampai di hotel, ternyata pasangan suami istri anak dari Ibu S juga tiba. Setelah sarapan, teman saya bercerita bagaimana dia dan suami bisa berdoa di Hijr Ismail, memegang Multazam, dan berdoa sesuai hajatnya. Saya mendengarkan. Saya hanya bilang, "alhamdulillah saya, ibu S dan adik njenengan bisa dekat dengan Hijr Ismail tapi terus menjauh."
"Buk, pokoknya besok suatu saat aku ajak sampai di depan Ka'bah."
Saya merasa menyesal lalu beristigfar, karena membocorkan telah sampat di putaran dekat dengan Ka'bah. Seharusnya saya diam. Namun, Ibu S bilang, "terima kasih ya, Bu. Sudah menggandeng saya selama thawaf, menemani ketika salat Subuh."
"Sama-sama."
Teman saya bertanya, "tadi tongkatnya nggak dibawa?"
Saya balik bertanya, "ketika thawaf di lantai dasar, njenengan lihat orang thawaf pakai tongkat atau tidak?"
"Lihat seorang bapak-bapak memakai thawaf."
"Hanya seorang atau banyak orang?"
"Seorang."
"Saya tadi lihat seorang perempuan memakai kruk. Kruk mengenai kaki saya, juga seorang. Menurut njenengan, kalau Ibu S pakai tongkat kira-kira repot atau tidak dengan kondisi penuh berdesakan?"
"Kayaknya tidak bisa."
Saya tak perlu berdebat. Begitulah, nggak mungkin kita bawa tongkat. Toh tanpa tongkat, Ibu S juga bisa menyelesaikan thawaf.
Setelah selesai membicarakan pengalaman thawaf tadi, saya menyingkir. Beristigfar. Tak terasa air mata saya menetes. Siapa saya? Apa hubungan saya dengan Ibu S? Tentang tongkat, bukan kewajiban saya untuk membawakannya. Saya beristigfar dan, "Ya Allah, mudahkan urusan saya."
Pagi tadi, saya ke Masjidil Haram bersama suami. Ibu S dan anak laki-lakinya juga ke Masjidil Haram. Saya dan suami bergandengan menuju lantai 4, beratapkan langit. Saya dan suami tidak melakukan thawaf. Menunggu Subuh dengan salat tahajud, berdoa, dan berzikir. Selesai salat Subuh kami langsung pulang, tidak menunggu Shuruq.
Singkat cerita kami tiba di hotel. Ibu S juga sudah berada di hotel. Saya bertanya pada ibu S, "Ibu tadi juga thawaf di lantai 1?"
"Tidak. Penuh banget. Sampai masjid langsung cari tempat salat seperti kita kemarin, Bu."
"O, njih."
Sudahlah, simpulkan sendiri.
Jadi, ujian pasti akan datang pada kita dan bentuknya macam-macam. Kuncinya istigfar.
00000
Jumat, 16 Juni 2023
Sandal Yang Berputar
Dari tanah air, saya dan suami membawa cukup alas kaki. Jadi, kalau ada yang ngecek koper kami pasti akan memberi komentar "arep dodolan sandal pa?" Tiap orang punya pemikiran berbeda. Dan, saya juga termasuk orang aneh dan nyleneh.
Pada hari pertama berada di Masjidil Haram, seperti yang saya bagikan sebelumnya saya diberi sandal oleh petugas PPIH. Sorenya ketika di hotel suami bilang pada saya, "Mi, sandalku kuberikan pada jemaah haji di lantai bawah. Aku minta sandal lainnya."
Saya heran campur gemas. Hahaha. Di koper suami juga banyak sandal lo. Kok ya kudu njaluk punya saya.
Saya ambilkan sandal yang ada. "Wis rapapa. Artinya sandal dari petugas haji tadi bisa diberikan ke orang lain."
Kemarin sore, pas makan bareng tiba-tiba sandal suami tidak ada dan yang tersisa adalah sandal milik seseorang dengan inisial S. Karena berada di hotel yang penduduknya juga tetangga sendiri di Karanganyar dan sekitarnya maka saya wara-wara di grup rombongan tentang sandal. Hanya sekadar sandal. Di tanah suci sangat berarti lo teman-teman. Kalau di tanah air, apalagi di desa; nyeker itu hal yang biasa. Namun, jangan sekali-sekali nyeker di siang hari di jalan di tanah suci. Bisa-bisa masuk rumah sakit, apalagi yang mengidap diabetes.
Alhamdulillah, di mushala sandal suami ketemu. Akhirnya sandal dengan inisial S dibawa suami ke mushala. Semoga bertemu dengan pemiliknya. Amin.
Begitulah, siapa mempermudah urusan orang, maka Allah akan memudahkan urusannya.
Sudah 2 hari, di tas punggung saya isi sandal jepit. Siapa tahu nanti ada yang memanfaatkan. Berbagi itu indah.
00000
Hari Pertama di Masjidil Haram Terpisah dari Suami
Kamis, 15 Juni 2023
Sensasi Melaksanakan Umrah Sendiri
Tanggal 12 Juni 2023 sekitar pukul 3 waktu Arab Saudi, jemaah haji kloter 59 telah sampai di Bandara King Abdul Aziz. Syukur alhamdulillah, saya dan suami menangis ketika pesawat mulai berjalan di atas landasan. Terima kasih suamiku, kau telah memenuhi janjimu untuk menunaikan ibadah haji bersamaku.
Ada sedikit kesulitan ketika cek visa secara online. Sebab, seperti pada perekaman biometrik pembuatan bio visa saudi, sidik jari sulit terdeteksi. Tetap tenang, Im! Suami yang sudah lolos menunggu di depan.
Selanjutnya kami bebersih dan wudu untuk berniat umrah. Labaika umrata.
Dari bandara menuju hotel naik bus 48. Kami salat subuh sendiri-sendiri di dalam bus. Lalu menikmati sarapan pagi. Transit di suatu tempat. Beberapa orang penduduk setempat naik bus untuk membagikan paket sedekah/hadiah.
Beberapa saat setelah tiba di hotel, jemaah kloter 59 bersiap ke Masjidil Haram untuk melaksanakan umrah. Saya tidak ikut karena keluar lendir/fleks yang meragukan. Sabar, menunggu bersih.
Alhamdulillah dari magrib, isya', dan sebelum subuh bersih. Saya ikut suami yang akan salat tahajud dan subuh di Masjidil Haram.
Oleh karena suami tidak memakai pakaian ihram, maka hanya bisa salat/thawaf dilantai 2 dan 3. Bagi laki-laki yang akan thawal di lantai 1 harus memakai kain ihram. Jadi, saya dibawa suami ke lantai 2. Saya thawaf sendiri. Sedangkan suami menunggu subuh sambil berdoa. Setiap berputar, saya sempatkan melirik tempat suami duduk. Lega rasanya melihat keberadaan suami. Pada putaran ketujuh mendekati lampu hijau, saya tak memperhatikan keberadaan suami. Akhirnya thawaf 7 putaran selesai.
Saya salat 2 rakaat, lalu menepi. Minum air zam-zam.
"Yah, posisiku di dekat lampu hijau dekat pintu besar. Ke mana aku harus berjalan menuju tempat sai?"
"Keluar pintu lalu ke kanan."
Setelah bertanya pada jemaah haji kota lain, saya mulai sai pelan-pelan. Sepi. Doa saya panjatkan. Saya nikmati prosesi umrah ini dengan hati tenang. Setelah melangkah 7 putaran untuk thawaf dengan jarak yang lumayan lebih jauh, saya menggunakan sisa energi dengan baik untuk 7 perjalanan Shafa-Marwa dan sebaliknya.
Alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan umrah (belum tahalul) sendiri secara mandiri. Ternyata mengikuti bimbingan manasik haji memang perlu Tidak ada yang menemani, bahkan saya terpisah dari suami. Karena miskomunikasi, cukup lama saya mencari suami.
Bukannya saya bingung tapi karena saya belum tahu medannya saja. Beruntung saya tidak berjalan jauh dari Marwa. Saya bertemu Petugas PPIH Indonesia. Beliau memberi saya sandal jepit dan roti untuk sarapan. Akhirnya saya bertemu suami setelah terjadi drama yang cukup panjang. Hanya satu kuncinya, yaitu sabar dan banyak istigfar.
Umrah wajib yang sangat mengesankan.
Drama panjang dilanjutkan pada tulisan berikutnya.
00000
Senin, 12 Juni 2023
Berpacu Dengan Waktu di Asrama Haji Donohudan
Hari Sabtu, 10 Juni 2023 pagi saya dan suami ke makam bapak dan ibu mertua untuk mendoakannya. Di atas makam cukup kami taruh bunga kertas dan daun tanaman hias. Saya dan suami memang melakukan sesuatu yang tak lazim bagi kebanyakan orang.
Oleh karena saudara-saudara saya datang sehari sebelumnya, saya menyiapkan menu favorit keluarga yaitu tongseng kambing. Setelah sarapan, saya rebahan. Sebab beberapa hari kurang tidur.
Alhamdulillah, saya dan suami diantar anak-anak dan saudara-saudara di Masjid Madaniyah. Seperti pada umumnya, isak tangis para calon jemaah haji dan kerabat mewarnai pelepasan kami. Kami menuju Asrama Haji Donohudan.
Karena datang sampai asrama "kemruputen" dan petugas belum ada, jadi bus mencari tempat parkir untuk menunggu jam 16.00 WIB. Jadi, nunggu 1 jam ya.
Setelah petugas siap, mulailah para jemaah kloter 59 yang terdiri dari jemaah Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri antre untuk cek kesehatan dikelompokkan dalam 8 rombongan.
Saat cek kesehatan, saya harus tes urine untuk tahu hamil atau tidak. Sebab saya masih subur tapi sudah 3 bulan tidak haid. Hasilnya, tara..... negatif. Syukur alhamdulillah.
Semua jemaah haji mendapatkan sepaket dalam tas berisi botol air minum, oralit masker, multivitamin, handsanitizer, dan lain-lain. Tentu saja tambahan barang ini menambah muatan koper hahaha. Alhamdulillah, tidak kurang-kurang sangu mulai dari kemenag, kabupaten, RS PKU, Asrama Haji. Masihkah nggak bersyukur?
Di asrama haji berpacu dengan waktu. Sebelum magrib makan malam dengan menu lebih dari cukup. Selain itu ada kudapan yang bisa dibawa ke kamar untuk ngemil.
Karena musafir, jadi kami tidak mandi sore/malam. Biarpun berkeringat, anggap saja latihan di Armina. Anehnya tidur bareng 10 orang, semua biasa saja. Yang ada yang merasa bau.
Maunya setelah Isya bisa bobok manis, ternyata baru saja mata terpejam ada panggilan berkumpul di ruang makan untuk menerima gelang haji dan pernyataan tarwiyah. Saya ditinggal teman-teman sekamar. Kata mereka, saya pulas banget tidurnya. Jadi, mereka tidak membangunkan saya. Mesakke. Hahaha.
Dengan kriyip-kriyip saya menuju ruang makan. Suami sudah menunggu.
Ketika memasangkan gelang, kami digoda-teman-teman. Cie cie. "Dibelikan gelang termahal". Saya dan suami terkekeh.
Selesai mengenakan gelang, saya kembali ke kamar. Semua rebahan. Jam sebelas malam lebih, ada panggilan melalui pengeras suara. Kali ini kami harus datang membawa tas paspor. Selain menerima paspor, kami juga mendapat living cost sebesar 3.030.000 rupiah. Alhamdulillah. Uang tersebut untuk membayar dam dan keperluan lainnya untuk rombongan.
Jam 12.00 malam saya benar-benar tidur dan bisa bangun untuk salat tahajud.
Pagi hari mandi besar untuk berihram. Setelah makan siang, kami salat berjemaah zuhur dan asar dijamak qashar. Kami meninggalkan kamar. Waktu cepat berlalu. Kami menuju ruang muzdalifah untuk cek in dan bordingpass. Jadi, di asrama haji datang petugas dari bandara.
Setelah selesai urusan dengan dokumen perjalanan penerbangan, kami menuju bandara. Alhamdulillah, saya bersyukur akhirnya terbang menuju baitullah.
"Suamiku, terima kasih. Kau telah mewujudkan cita-cita naik haji bersamaku seperti yang kau ucapkan awal bertemu di Dusun Kandangan, Margodadi, Sayegan, Sleman."
Sabtu, 10 Juni 2023
Akhirnya Berangkat
Akhirnya, selesai sudah packingnya. Pakaian ihram, gamis, mukena dan perlengkapan haji yang tersimpan tiga tahun di box tertata rapi dalam dua buah koper dan tas paspor.
Tanggal 9 Juni 2023 koper besar sudah dikirim ke Masjid Madaniyah. Koper kecil dan tas paspor pagi tadi telah saya bawa menuju asrama haji Donohudan, Boyolali. Alhamdulillah.