Gambar utama : Sendang Tirto Sinongko, Klaten
Alhamdulillah,
acara mudik berjalan dengan sukses. Yang ditinggal di rumah sukses, dan yang
mudik jelas lebih sukses. Bertemu dengan sahabat lama, teman SMP yang sudah
lebih dari 27 tahun berpisah. Bertemu dengan guru mengaji di kala saya masih
kecil. Beliau adalah Ibu Wazilah Wido Suroto. Beliau telah berjasa pada dalam
hal berbagi ilmu baca quran. Bertemu dengan tetangga yang baik dan menjadi bagian
keluarga Bapak/Ibu.
Mudik,
inginnya tetap tinggal di Yogya dan bawaannya malas kembali ke Karanganyar. Akan
tetapi pekerjaan di rumah sudah melambai-lambai. Hari Selasa, 29 Juli 2014 kami
kembali ke Karanganyar. Perjalanan kami tempuh pada pagi hari agar tidak
bertemu dengan “Bang Macet”.
Sampai
di Prambanan, kendaraan dari arah Yogyakarta cukup ramai. Jalannya juga masih
lancar. Karena kami bertiga dengan adik kecil 4 tahun, maka sampai di Stadion
Klaten, kami beristirahat. Saya dan adik kecil jalan santai keliling lapangan
satu kali putaran. Setelah itu keluar dari stadion, kami menuju Warung Sop Ayam
Pak Min dekat stadion.
Gambar 1. Sop Ayam Pak Min, Dekat Stadion Klaten
Pada
hari biasa, nasi sop biasa dihargai lima ribu rupiah. Kalau sop brutu, sop
ayam, dan yang istimewa lainnya tarifnya sembilan ribu per porsi. Saya memesan
dua porsi sop brutu. Satu porsi harganya cukup Rp. 12.000,00/ harga khusus
lebaran. Saya puas sarapan di sini karena rasanya benar-benar maknyus. Kebetulan
ayam yang dimasak adalah afkiran ayam petelur. Pas sekali di lidah saya.
Setelah
sarapan, perjalanan kami lanjutkan. Memasuki Klaten kota, jalanan sudah ramai,
padat tapi lancar.
Ada
kesan mendalam pada mudik tahun ini, karena dari Yogyakarta sampai Karanganyar
saya harus membawa dan menyelamatkan dua buah balon milik si kecil. Awalnya saya
sudah minta pada si kecil balonnya ditinggal di rumah Mbah Yi saja, tapi si
kecil tidak mau. Daripada sepanjang jalan menangis dan ngambek, dengan senang
hati simboknya menjadi pahlawan tanpa minta jasa pegal tangan.
Gambar 2. Dua buah balon mahal
Kami
beristirahat lagi di sendang yang airnya jernih.
Gambar 3. Sejuk
Gambar 4. Bercanda dengan si kecil
Gambar 5. Sang Penjaga Hati
Selama
dalam perjalanan, saya bersyukur bisa menghindari macet karena sang “penjaga
hati” saya mengajak lewat pedesaan yang udaranya sejuk. Sampai di rumah selamat
dan saya bisa kembali beristirahat di garasi, sambil menikmati udara sejuk di
dekat rumah kami. Alhamdulillah, hikmah rumah mewah alias rumah mepet sawah
adalah dapat menikmati udara sejuk.
Mudik
mengendarai sepeda motor kali ini dan tahun-tahun sebelumnya sangat
menyenangkan. Yang penting membawa bekal
cukup untuk si kecil, agar tidak rewel. (Selesai)
Karanganyar, 31 Juli 2014