Ibu, Kenapa yang Enak-enak Diharamkan oleh
Allah?
Ramadhan tahun ini bertepatan dengan tahun
ajaran baru. Siswa kelas XII dengan tertib mengikuti pelajaran dari pagi sampai
siang dengan semangat. Tidak ada yang bermalas-malasan. Wajah-wajah mereka
segar bugar, tak terlihat mengantuk sedikit pun.
Setelah ditanya oleh bu Guru Kimia, ternyata
yang berpuasa hanya beberapa anak saja. Alasan mereka yang tidak berpuasa
macam-macam. Ada yang karena tidak sahur, ada yang bantu orang tua bekerja, ada
yang gak kuat puasa. Wow, anak kelas XII SMK gak kuat puasa? Kok kalah sama
anak-anak SD. Ahhhh, itu Cuma alasan mereka saja. Yang jelas karena imannya
tidak kuat. TITIK. Gak pakai koma, soalnya kalau koma mesti masuk rumah sakit
dahulu. Hahaha.
Hari-hari terakhir KBM saat bulan Ramadhan
biasanya diisi dengan pesantren kilat. Tapi entahlah, tahun ini tidak diadakan
pesantren kilat. Siswa-siswa pada protes keras, ngotot, mengutarakan kegalauan
hatinya kepada guru Kimia yang memang dekat dengan murid-murid.
Ya, mau apalagi. Bu Guru Kimia yang bernama
Liem Pamursa ini juga tidak bisa berbuat banyak. Akan tetapi para murid tidak
mau tahu. Mereka ngambek tidak mau mengikuti pelajaran.
“Bu Liem, enakan cerita saja. Gak usah
pelajaran, lagian sekolah lain ada yang sudah libur.” Protes Musjid.
“Pelajaran juga gak papa, Bu. Rugi dong kalau
kita sekolah bayarnya mahal kok gak dapat ilmu sama sekali.”kata Endri yang
tidak setuju dengan pendapat Musjid.
(Endri adalah siswa yang sholeh, baik hati,
tidak sombong, taat pada ibu/bpk guru tapi sedikit lebay)
“Huuuuu. Endri emang lebay.” Tiba-tiba
teman-teman langsung ngeroyok Endri.
“Biarin.....”kata Endri gak merasa berdosa.
Ibu Liem menenangkan siswanya, lalu beliau
mengambil jalan tengah. Karena tidak ada pesantren kilat, seperti biasa Ibu
Liem didaulat murid-murid untuk mengisi tausiah.
Lagi-lagi Musjid yang dulunya anak alim, kini
berubah menjadi anak yang tidak manis karena dendam sama bapaknya memulai
menanyakan hal yang aneh-aneh. Sebetulnya Musjid sejak kecil alim, pandai
mengaji dan suaranya (membaca Quran) juga merdu. Tetapi karena frustasi
(bapaknya meninggalkan dia dan ibunya sewaktu musjid masih kecil), Musjid jadi
berubah total.
“Bu Liem, nanya-nanya boleh tidak?”tanya
Musjid.
“Ya boleh, kalau Ibu bisa menjawab sekarang ya
saya jawab, kalau gak bisa ya....”
Suara Ibu Liem dipotong secara kompak oleh
murid-muridnya.
“Tanya mbah google. Haha.”
“Bu, kenapa Allah mengharamkan yang
enak-enak.”
“Yang enak-enak yang diharamkan Allah
contohnya apa?”Bu Liem balik bertanya.
“Alkohol, Bu.”
“Hikmah dibalik diharamkannya alkohol dan
semua yang memabukkan termasuk narkoba, karena alkohol membuat hilangnya
kesadaran manusia sehingga perbuatannya tidak terkontrol. Juga merusak
kesehatan.”
Biasanya yang bertanya-tanya seperti ini
karena para murid sering mengkonsumsi alkohol. Wah gawat.
“Tanya lagi boleh, Bu Liem?”tanya Musjid.
“Ya, boleh.”
“Kenapa zina juga diharamkan.”
Seisi kelas sontak memperhatikan pertanyaan
Musjid dan mulai serius tak ada yang cengengesan. Tapi Ibu Liem menjawab dengan
tenang dan mengajak para murid untuk serius dalam soal agama. Teman-teman Musjid sepertinya ada yang
pekewuh (tidak enak hati dan merasa kasihan sama Ibu Liem, merasa Ibu Liem
dipojokkan).
Ibu Liem menerangkan hikmah diharamkannya
zina. Mulai kehamilan yang tidak diinginkan, hilangnya nasab, penyakit kelamin,
HIV/AIDS dan lain-lain. Tapi Musjid masih juga membantah (dasar anak sekarang,
gak takut dosa. Mengapa mereka omongannya seperti ini? Ke manakah orang tua
mereka? Apakah mereka tidak mendampingi anak-anaknya, sehingga anak-anaknya
menjadi lebih bebas?
Kata Musjid, biar tidak hamil di luar nikah,
ya pake alat kek. Musjid terus berargumen setiap Ibu Liem menyanggah. Akhirnya
Ibu liem mengeluarkan jurus jitunya, dalam hati kecil Ibu Liem semoga Musjid
segera menyadari.
“Musjid, kamu punya kakak perempuan atau adik
perempuan?”
“Tidak, bu. Memang kalau punya kenapa?’
“Lupakan pertanyaan Ibu tadi. Kamu punya Ibu
ya?”
Sedikit tertawa, Musjid mengiyakan.
“Musjid, seandainya... ini hanya seandainya
lo. Seandainya Ibumu diperkosa oleh seorang laki-laki, bagaimana perasaan dan
sikapmu.”
Seketika Musjid berapi-api (tidak menyangka
kalau Ibu Liem akan berkata seperti itu),
“Aku bawakan parang dan aku habisi laki-laki
yang berani menyentuh ibuku.”
“Jangan emosi, Musjid.”
Semua murid pandangannya tertuju pada Musjid
lalu berpindah pada Ibu Liem. Ibu Liem tersenyum dan tak mengeluarkan kata-kata
lagi.
Ada siswa yang menunduk, berbisik pada teman
sebangkunya, ada yang sikapnya biasa-biasa saja. Musjid mulai serius. Tidak berkutik.
“Kalau kita mau bertindak semau kita,
posisikan kita dan keluarga kita sebagai korban. Pasti kita akan berpikir
seribu kali untuk melakukan sesuatu yang dilarang Allah.” Kata Ibu Liem menutup
pertemuan terakhir di bulan Ramadhan karena waktunya sudah selesai. (SELESAI)
Karanganyar, 13 Agustus 2013
(Kisah dari seorang murid yang pertanyaannya
macem-macem haduhhh)
Tulisan lama: sumber kompasiana.com