Saya
biasa berbincang-bincang ringan dengan Dhenok. Dhenok, anak pertama saya,
sekarang kelas XII SMA. Dahulu, sewaktu kelas 5 SD, Dhenok pernah berjualan
jajanan di kelasnya. Sebetulnya, saya tidak mengajari hal demikian. Mungkin ada
yang sinis memandang saya. Saya keterlaluan, membiarkan anak mencari uang
sendiri.
Waktu
itu, Dhenok dan temannya bekerja sama berjualan di kelas karena tidak ada
pedagang yang biasa menjajakan dagangan di luar pagar sekolah. Untuk sementara
waktu, pedagang dilarang untuk berjualan di sepanjang depan sekolah. Waktu itu
akan diadakan lomba kebersihan.
Modal
untuk berjualan adalah patungan. Dalam perjalanan waktu, teman Dhenok minta
berhenti. Jadilah modal temannya dikembalikan dan keuntungan dibagi dua. Selanjutnya,
Dhenok berjualan sendiri. Dhenok kulakan di pasar menggunakan sepeda onthel. Sebagai
orang tua, saya tidak melarang. Saya mendukung sepenuhnya.
Selain
berjualan jajanan, Dhenok juga membuat mainan dan asesoris dari kain flannel. Sekali
lagi, saya bangga karena dengan kesadaran sendiri Dhenok sudah mau
berwirausaha.
Kelas
6 berhenti berjualan jajanan. Di SMP, Dhenok dan teman-teman berjualan kalau
pas ada bazaar. Karena sudah terbiasa berjualan, saya tidak khawatir dengan
usahanya. Di SMA juga demikian, bazaar digunakan untuk berjualan makanan dan
minuman praktis siap santap tapi tetap sehat.
Nah,
beberapa hari terakhir, saya melihat jiwa wirausahanya muncul lagi. Dhenok
menawarkan buku-buku, novel, baik yang baru maupun seken secara online. Tidak cukup
sampai di situ, Dhenok juga jual beli album Korea, foto, poster dan lain-lain.
Beberapa
pelanggannya mengaku puas dengan pelayanan yang diberikan Dhenok. Pujian dari
pelanggan dilihat dari pengemasan barang, bonus yang diberikan dan waktu yang
tepat dalam pengiriman. Bagi Dhenok, keuntungan kecil tidak masalah, yang
penting dia bisa menyediakan barang yang dibutuhkan pelanggan.
Kadang,
saya terharu melihat Dhenok yang semangat online tapi nggak begitu semangat
belajar (semoga belajarnya bukan sekadar menggugurkan kewajiban). Saya masih
ingat, waktu Dhenok masih kecil pernah bilang,”Ma, aku nggak usah kuliah. Lulus
SMA buka toko di rumah simbah putri (pinggir jalan raya). Kalau jualan kan
uangnya bisa banyak. Kalau kuliah, kita malah membayar, uang kita habis.”
Bagi
saya, sekarang Dhenok sudah bisa berpikir secara dewasa. Dhenok bisa memilih
dengan penuh tanggung jawab. Saya percaya, dukungan saya akan memberikan kontribusi
keberhasilannya. Saya mendukung Dhenok berwirausaha, tapi saya juga mendorong
untuk giat belajar. Belajar itu hukumnya wajib, tidak pakai tapi-tapian.
Dhenok
itu memang unik. Semoga Allah memberikan kemudahan untukmu ya, Nok. Sukses
berwirausaha dan sukses akademiknya.
Nah,
Bapak/Ibu yang memiliki putra/putri remaja, dukung mereka berwirausaha. Berikanlah
modal untuk mengawali usahanya. Jangan biarkan mereka buta wirausaha. Jangan biarkan
tangan-tangan mereka lumpuh. Biarkan mereka melakukan action mulai sekarang. Banyak
usaha yang bisa dilakukan untuk mereka.
Karanganyar, 30 Agustus 2017