Sekitar
2 bulan yang lalu, Faiz (5 tahun 6 bulan) mengalami patah tulang tangan kiri
(atas siku). Faiz menjalani operasi pada pagi hari. Setelah operasi keadaan
Faiz sehat. Tangan Faiz dibalut perban elastis. Sore harinya, seorang perawat
(terapis) datang. Saya tidak tahu namanya, sebut saja Mas Ahmad. Mas Ahmad
mulai mengajak ngobrol Faiz. Mungkin karena takut atau malu, Faiz tidak mau
menurut apa yang dicontohkan Mas Ahmad.
“Dik
Faiz, tangan kiri digerakkan seperti ini.” Mas Ahmad membuka tutup
jari-jarinya. Faiz diminta untuk membuka menutup jari-jarinya. Faiz mau
memraktekkan. Alhamdulillah
“Dik
Faiz, ikuti saya ya. Pegang hidung, mulut, telinga. Kalau tidak bisa dibantu
tangan kanan.”
Ya
Allah, belum mencoba Faiz sudah bilang sakit.
“Sakit,
sakit Mama.”
Mas
Ahmad berkata,”Ibu, bapak, nanti kalau di rumah tolong dibiasakan memegang
hidung, mulut dan telinga. Kalau anaknya tidak mau atau bilang sakit, jangan
dimanjakan ya. Tetap harus dipaksa supaya tangannya tidak kaku. Kalau nanti
gerakan-gerakan tersebut tidak dilakukan tangannya bisa ceko (thuing, mendengar
kata itu langsung saya membatin ah, mosok bagus-bagus kok ceko. Ya Allah
berilah kemudahan buat anakku).
Selama
dua minggu nanti memang gerakan yang dilakukan adalah memegang hidung, mulut,
telinga, pundak. Tangan memang ditekuk, tidak boleh diluruskan. Supaya posisi
tangan ditekuk selama dua minggu, maka tangan digendong.
Sampai
di rumah, ternyata Faiz dengan kesadaran sendiri mau melakukan terapi. Saya
tidak memaksa, biarlah dia melakukan semampunya. Dalam waktu dua minggu Faiz
sudah bisa melakukan gerakan-gerakan minimal yang harus dilakukan sesuai
anjuran terapis. Saat mandi, tangan/luka tak boleh dibasahi/kena air. Jadilah
Faiz hanya dilap bagian atas. Sedangkan bagian bawah tetap diguyur air.
Dua
minggu setelah operasi, Faiz melakukan kontrol ke rumah sakit. Kali ini perban
elastis dilepas tetapi masih memakai gendongan tangan. Terapi yang dianjurkan
adalah memindahkan benda misalnya kelereng dengan tangan kiri terutama memindah
ke atas. Luka/tangan boleh kena air. Melakukan gerakan tangan secara bebas.
Tidak
gampang ternyata sebab jari telunjuk Faiz kalau digerakkan masih sakit. Selain
telunjuk masih sakit, telapak tangannya juga dingin, pergelangan tangan masih
biru. Saya memotivasi Faiz. Ada satu hal yang saya syukuri, yaitu Faiz tetap
mau makan dalam jumlah banyak.
Lama-kelamaan
jari telunjuk bisa digerakkan dan tidak sakit lagi. Telapak tangan tidak dingin
dan warna biru pada pergelangan tangan hilang. Faiz masih memakai gendongan
tangan. Ketika saya amati, bila memakai gendongan tangan, Faiz bebas
menggerakkan tangan kirinya. Tangan kirinya bekerja sama dengan tangan kanan
tatkala bermain. Begitu kain gendongan dilepas, Faiz malah takut menggerakkan
tangannya. Tangan kirinya ditekuk takut bergerak. Ya sudah, terserah anaknya saja. Dia bisa
mengukur kemampuannya. Kalau merasa nyaman gerakan terus berlanjut. Bila sakit,
dengan sendirinya berhenti bergerak.
Selama
sebulan terapi memindahkan kelereng ke tempat yang tinggi atau memindah
benda-benda kecil dengan cara memungut (tidak gampang lo!). Saya juga menyuruh
Faiz untuk melakukan gerakan senam ringan, tujuannya ingin tahu apakah
tangannya sudah bisa diluruskan. Lagi-lagi saya tidak memaksa. Rupanya dengan
kemauannya sendiri, lumayan bisa diluruskan. Untuk keberhasilan-keberhasilan
yang dilakukan saya selalu memberikan acungan jempol lalu memeluknya seraya
mengucapkan,”Alhamdulillah.”
Sebulan
terapi kelereng, lalu kontrol lagi. Alhamdulillah, perkembangannya bagus.
Ketika dirontgen lagi, hasilnya bagus. Kali ini terapinya agak berat.
Memindahkan bola voli dengan cara melempar. Wah, saya tidak berani mengajari
yang satu ini. Kebetulan sang Ayah yang guru olahraga di rumah ada bola voli dan
bola sepak. Ini jatahnya sang Ayah.
Pagi
hari, Faiz sudah teriak-teriak girang main lempar bola voli bersama Ayah.
Alhamdulillah, ternyata semua berjalan dengan lancar. Kini saya tak lagi
mencemaskan Faiz dalam keadaan tidur. Maklum, anak kecil tidurnya tak
terkendali gerakannya. Apalagi kalau tidur tak mau diselimuti. Apa yang ada di
sekitarnya, tanpa disadarinya dilemparkan begitu saja. (Karanganyar, Januari
2016)
(Sebelumnya saya sampaikan terlebih
dahulu, Faiz anak saya yang kedua pada minggu keempat bulan November mengalami
patah tulang lengan kiri (di atas siku). Tanggal 26 November 2015 menjalani
operasi pemasangan pen. Saat akan pulang, Faiz diminta banyak latihan memegang
hidung, telinga kiri, kanan dan memegang mulut.
Dua minggu
kemudian (8 Desember 2015), ketika kontrol, dokter menyarankan untuk memberikan
latihan memindahkan kelereng ke tempat yang lebih tinggi (latihan meluruskan
tangan) dan gerak bebas. Tanggal 8 Januari 2016, kontrol yang kedua disarankan
oleh dokter untuk latihan melempar bola voli/bola basket. Pada saat kontrol ini
Faiz juga diminta untuk foto Rontgen. Ternyata posisi pen dan tulang sudah
baik. Dua bulan berikutnya, tanggal 7 Maret 2016, kontrol lagi dan dokter
mengatakan pen bisa dilepas).