Kamis, 30 April 2020

Mengapa Perempuan Harus Berdagang?



Mengapa Perempuan Harus Berdagang?

noerimakaltsum.com. Perempuan harus bisa berdagang. Jualan apa saja yang penting ada niat. Kamu juga bisa berjualan barang yang sama dengan orang lain. Tidak ada larangan menjiplak dagangan orang lain. Sebab rezeki sudah ada yang mengatur. Kalau perlu bekerja sama dengan teman-teman yang memiliki barang dagangan yang sama. Percayalah, rezeki nggak bakalan tertukar kok. Kalau memang sudah menjadi rezekimu, pasti daganganmu bakalan laku. Jualannya mulai sekarang ya, jangan ditunda! Kalau nggak laku, gimana? Ya nggak gimana-gimana. Sabar, telaten, tekun, dan pantang menyerah! Anak perempuanku juga mau berjualan lo, nggak pake malu.

Aku punya pengalaman jualan buku. Tentu saja banyak teman yang menjual buku yang sama, soalnya buku yang kami jual adalah buku antologi yang kami tulis rame-rame. Sebagai penulis buku yang diterbitkan secara indie, tentu saja aku kudu giat promosi.  Demikian pula teman-teman juga harus berpromosi. Saingan dong? Ya bersaing dan bekerja sama. Namun, tak semua teman bisa berbisnis atau menjual bukunya. Ya, alasannya macam-macam deh.

Kenapa perempuan kudu berdagang? Ada 2 cerita tentang cerita berjualan. Semoga bisa menginspirasi.

Karena Ibuku Berdagang
Ibu berdagang di pasar secara kecil-kecilan. Keuntungannya cukup untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari. Bapak bekerja sebagai tukang kayu (serabutan) dan mendapatkan upah harian. Bila tidak bekerja berarti tidak ada pemasukan. Dahulu, kehidupan keluarga kami bisa dibilang cukup.

Namun, mulai tahun 1988 dan seterusnya, usaha ibu mengalami bangkrut. Ibu tidak bisa bertahan berjualan di pasar. Sejak saat itu kehidupan kami bisa dibilang berada di titik nol. Ibu tetap berjualan meski hasilnya tak seberapa. Bapak bekerja bila ada orang yang membutuhkan jasanya. Orang lain melihat ekonomi keluarga kami kelihatan baik-baik saja. Padahal buat makan, bayar listrik, dan bayar sekolah jelas kesulitan, bahkan barang-barang berharga mulai dijual. Beruntung, kakakku yang nomor 2 sudah bekerja. Kakakku membiayai sekolah adik-adiknya.

Ternyata sekarang baru aku tahu, dulu setiap orang yang melakukan perniagaan, bisa dipandang sebagai orang dalam kategori cukup. Entah itu keuntungannya sedikit atau banyak, minimal bisa untuk membeli beras dan lauk seadanya, tetap dikatakan cukup. Meskipun untuk sehari-hari kadang harus berutang, ibu dan bapak tetap berusaha untuk membayar zakat fitrah 8 x 2,5 kg beras di akhir Ramadan.

Berdagang adalah pekerjaan ibu yang dilakukan sejak masih muda. Sepertinya ibu tidak bisa lepas dari pekerjaan ini. Suatu hari ibu berjualan tahu dan tempe, tapi tidak laku. Jualan tahu dan tempe hanya beberapa hari saja. Lalu jualan jajanan di sekolah dan di rumah.  Pada akhirnya ibu menjual barang dagangan sesuai pesanan secara kredit. Saat itu anak-anak tidak lagi membutuhkan biaya sekolah. Dari berjualan berdasarkan pesanan inilah, ibu bisa menabung emas. Alhamdulillah, ibu naik haji dengan biaya sebagian dari tabungan emas dan sebagian uang kakakku.

Karena ibu berdagang, jadi saat berada pada titik terendah pun orang luar tidak tahu kalau kami pernah makan seadanya dengan tidak kenyang.

Jualan Buku Ngeblog Seru Ala Ibu-ibu
Buku Antologi Ngeblog Seru Ala Ibu-ibu yang ditulis rame-rame alias keroyokan ini ternyata laku keras dan masih banyak yang belum kebagian. Sayangnya setok di rumah habis. Padahal kemarin aku sudah rela menyetok dalam jumlah tertentu dengan perasaan optimis. Nggak banyak sih, karena menyesuaikan kantong.

Namanya juga modal sedikit, jadi nyetoknya juga nggak banyak biar uangnya bisa muter-muter. Ternyata di rumah setok habis, dan setok teman-teman juga sama. Habis! Senang rasanya bila bukunya masih dicari pembaca. Oleh karena buku tersebut diterbitkan secara indie, kami juga mencetak berdasarkan pesanan saja.

Aku hanya bisa berkhayal dan bermimpi naskah buku Ngeblog Seru Ala Ibu-ibu ini direvisi atau dipoles sedikit lalu ditawarkan ke penerbit mayor. Mimpi ya, cuma mimpi. Siapa tahu mak dor jadi kenyataan, laku keras di pasaran dan penjualannya baik.

Namun, ada tetapinya juga lo. Buku Indie diterbitkan dengan biaya sendiri dan semua penulis seharusnya aktif berpromosi agar bukunya yang terjual banyak. Ternyata oh ternyata tidak setiap penulis bisa berbisnis. Entah karena kurang pede, merasa tidak berbakat, atau bingung mau dijual pada siapa.

Menurut "penerawanganku", buku ini sangat "menjual" dan banyak dibutuhkan orang terutama para bloger. Sebab buku ini bukan sekadar buku ngeblog biasa. Penulisnya memang tidak asal-asalan menulis karena di Grup Ibu-ibu Doyan Nulis ini tulisannya harus benar-benar cetar.

Bermimpi di pagi hari, saat berpuasa dalam keadaan lapar, dilangitkan doa-doa, siapa tahu bisa menjadi kenyataan.

Nah, kalau kamu pingin mulai berdagang, silakan pelajari dulu dan lihat pasar, barang dagangan apa yang sekarang laku. Apalagi saat ada pandemi ini, perempuan harus tetap bergerak/melakukan aksi. Kalau aku lihat, kampung-kampung yang tidak ditutup jalannya, para pedagang masih bisa menjajakan dagangan lo. Entah itu sayur, krupuk, daging ayam, susu segar, dan masih banyak lagi. Ada juga yang mengais rezeki dengan menawarkan dagangan di grup WA selama bulan Ramadan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar