Minggu, 10 Agustus 2014

Menikmati Hasil Panen dari Halaman Rumah


Gambar 1. Buah sukun, pohon dan buahnya mirip kluweh
Hari ini saya menikmati libur hari Minggu bersama si kecil, Faiz, di depan rumah. Maklum, kebetulan hari ini jalan di depan rumah saya sedang dicor oleh Bapak-bapak. Bapak-bapak yang mengecor adalah warga kampung yang memang digaji untuk bekerja hari ini.

Gambar 2. Faiz mendorong angkung berisi adonan untuk cor

Gambar 3. Tetap Semangat, meski terik

Gambar 4. Dik Faiz membantu mengambil pasir dengan truck dam
Si kecil sangat senang, ikut membantu melakukan pekerjaan itu. Bukan membantu, tepatnya mengganggu. Sementara si kecil bermain peran sebagai tukang, saya menyiapkan minuman dan kudapan ala kadarnya.
Dalam waktu singkat, minuman dan kudapan habis. Hari ini cuaca sangat panas, sehingga rasa haus benar-benar terasa.  Di depan rumah ternyata sukun yang berada di pohon, melambai-lambai minta dipetik. Sepertinya sukun tersebut dengan suka rela mau menjadi santapan para tukang dang anggota keluarga saya.

Gambar 5. Lumayan, buat sukun goreng

Gambar 6. Mangga Purbalingga, pelem MADU

Gambar 7. Pisang Ambon, satu tandan berisi 8 sisir
Akhirnya saya tergiur untuk memetik dan menggoreng sukun. Sukun, oh sukun. Sukun yang sudah tua, baunya harum. Apalagi kalau matang di pohon, baunya harum dan rasanya legit, mantap sekali bila disantap.
Saya mengeluarkan teh manis dan sukun goreng. Ternyata tak ada yang menolak. Alhamdulillah, hari ini saya bisa berbagi, hasil panen dari halaman rumah. selain sukun, di halaman rumah juga ada mangga dan pisang ambon.
Sayang, mangganya belum matang. Tapi bila mau rujakan atau lutisan, sebenarnya temannya mangga ada lo, yaitu jambu air merah. Kalau pisang ambonnya, matangnya belum merata, baru beberapa buah saja. “Pak tukang” tidak mau mengambil, karena kalau dibagi tidak bisa merata.
Sebenarnya saya juga ingin berbagi pisang, apa boleh buat, sementara untuk panenan yang bisa dikonsumsi ramai-ramai adalah sukun.
Wah, ini ada penampakan di dahan pohon mangga, Induk ayam dan anak-anaknya. Walaupun sudah disiapkan kandang, ayam-ayam tersebut lebih suka tidur di atas dahan. Pantas saja kotorannya di atas tanah banyak. Tapi saya bersyukur, tanah menjadi subur. Amin.   
Gambar 8. Induk ayam dan anak-anaknya 
Apa yang sudah saya bagikan semoga barokah dan bermanfaat buat keluarga saya.

Gambar 9. MERDEKA
Tak lupa saya mengucapkan Dirgahayu Republik Indonesia, MERDEKA!
Karanganyar, 10 Agustus 2014 

Kamis, 07 Agustus 2014

Syukuran Dalam Rangka Tembus Media


Gambar 1. Mereka, ikut memotivasi saya
Alhamdulillah, ungkapan syukur yang pertama kali terlontar refleks ketika tulisan saya tembus media. Apalagi tulisan saya dinyatakan layak dipilih, berpeluang menjadi kontributor. Tidak cukup hanya bersyukur di lisan saja. Saya berniat berbagi kebahagiaan bersama murid-murid saya.
Pada bulan puasa, saya mengajak murid-murid saya kelas XII untuk berbuka puasa di rumah saya. Mereka antusias sekali. Berhubung cuaca mendung, dari 15 anak yang mendaftarkan diri, hanya 6 orang yang datang. Tak apalah, yang penting niat saya sudah terlaksana. Menunya sederhana saja, cukup lontong dan sate ayam.
Sebenarnya murid-murid saya krasan tinggal di rumah saya, tapi karena hujan reda mereka lalu pamit. Beberapa menit kemudian hujan turun dengan derasnya. Saya yakin mereka masih dalam perjalanan.

Gambar 2. Makan Bareng
Pada hari Kamis, 7 Agustus 2014, murid-murid saya kelas XI, datang ke rumah untuk ikut menikmati honor dimuatnya tulisan saya. Kali ini saya menyiapkan bakso, yang saya buat sendiri.

Gambar 3. Seperti di Rumah Sendiri
Selain menikmati bakso, mereka juga saya bebaskan menikmati mangga dan jambu air merah yang ada di halaman. Cuaca cerah, mereka berlama-lama di rumah saya. Bagi saya, bahagia itu sederhana! Berbagi kebahagiaan saya menerima honor dengan murid-murid, sangat bahagia!

Gambar 4. Mas Niwan Ngubek-ubek Mencari Tulang Ayam
“Terima kasih, Bu Ima.” Kata murid saya.
“Semoga barokah dan doakan, tulisan Bu Ima tembus media lagi.”jawab saya.
Setelah berpamitan, mereka meninggalkan rumah saya. Sekali lagi, bahagia itu sederhana! Berbagi bakso, membuat mereka bahagia.
Karanganyar, 7 Agustus 2014  

Senin, 04 Agustus 2014

Endhog abang, Khas pada Hari Raya di Kota Yogyakarta


Gambar 1. Mengenang masa kecil, bersama saudara beli endhog abang
Endhog abang adalah nama lain telur yang diberi warna merah. Dahulu endhog abang menggunakan telur bebek. Endhog abang adalah makanan khas di Kota Yogyakarta, dijual pada Hari Raya Idhul Fitri, Idhul Adha dan Sekaten (di Alun-Alun Utara).
Telur bebek direbus lalu kulitnya diberi warna merah dengan cara dicelupkan (bukan pewarna tekstil). Setelah itu ditusuk dengan bambu (seukuran tusuk sate kambing). Bagian atas dan bawah diberi hiasan kertas rumbai-rumbai. Kalau sekarang hiasannya memakai kertas daur ulang atau mungkin plastik mika berwarna.
Endhog abang yang sekarang kebanyakan dijual bukan telur bebek, melainkan telur ayam. Penggunaan telur ayam, dikarenakan telur bebek semakin mahal. Bila menggunakan telur ayam, harganya terjangkau.
Dulu waktu saya masih kecil, biasanya selain endhog abang, pedagang juga menyediakan mainan tradisional yaitu payung dari kertas, mainan dari bambu yang diputar menimbulkan bunyi othok-othok (sayangnya tidak sempat memotret contohnya), wayang dari kertas dan lain-lain.
Biarpun kini ada banyak jenis makanan yang tersedia di rumah, tapi rasanya tidak afdol kalau belum membeli endhog abang. Kalau sudah beli, sampai di rumah anak-anak dan keponakan juga akan saling berebut. Padahal setelah telur dibuka, meraka tahu hanya telur biasa. Hehe.

Gambar 2. Mbak Lichah, kakak saya berhasil mendapatkan endhog abang

Gambar 3. Menunggu waktunya shalat Idh di Lapangan Minggiran, kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta
Sampai sekarang kalau mudik saat lebaran, saya akan tersenyum melihat perjuangan kakak saya untuk mendapatkan endog abang.
Karanganyar, 4 Agustus 2014