Kamis, 16 Mei 2019

Pastikan Penerima Sedekah Adalah Orang Yang Tepat



Bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah. Semua amal dilipatgandakan. Bila kita bersedekah, Allah akan melipatgandakan rezeki yang telah kita sedekahkan. Pada bulan Ramadan, orang-orang akan berlomba-lomba dalam membelanjakan harta bendanya ke jalan Allah.

Bila pada bulan selain Ramadan, tidak setiap sore hingga malam hari ramai oleh jemaah yang melakukan kegiatan di masjid. Pada bulan Ramadan sore hari anak-anak mengaji, berbuka puasa pada magrib, dan malam harinya tua muda, besar kecil mengikuti tarawih dilanjutkan tadarus quran. Berbuka puasa di masjid, menunya disediakan oleh panitia. Makanan dan minuman untuk buka puasa tersebut berasal dari jemaah masjid.

Dalam satu hari, dana yang dikeluarkan untuk keperluan berbuka puasa ini kurang lebih sebesar satu juta rupiah. Setiap malam infak yang terkumpul juga tidak sedikit. Orang-orang memiliki kesadaran membelanjakan hartanya ke jalan Allah tidak tanggung-tanggung. Dengan mengeluarkan harta benda lebih banyak dibanding selain bulan Ramadan, apakah orang-orang bertambah miskin? Ternyata tidak! Siapa saja yang berinfak dan bersedekah? Apakah hanya orang-orang yang berharta lebih? Tidak! Orang miskin, kaum duafa pun ikut membelanjakan hartanya ke jalan Allah.

Bersedekah sangat dianjurkan dalam Islam. Bila mau bersedekah tidak perlu menunggu bila sudah kaya raya atau mampu. Bagaimanapun keadaan kita, lapang atau sempit, kaya atau miskin, tetap bisa bersedekah. Bersedekah tidak selalu dalam bentuk materi. Kita bisa bersedekah dalam bentuk tenaga, ilmu yang kita miliki, tersenyum dan menyingkirkan duri.

Namun, bila kita dimampukan secara materi, bersedekah materi sangat dianjurkan. Materi, baik berupa barang dan uang yang kita keluarkan, akan sangat bermanfaat bila kita berikan kepada orang yang tepat, yakni orang yang benar-benar membutuhkan. Kita tidak boleh takut menjadi miskin bila telah mengeluarkan sedekah. Materi yang telah kita keluarkan akan diganti Allah dengan berlipat ganda. Allah melipatgandakan sedekah kita tidak selalu dalam bentuk materi, bisa jadi berupa kesehatan, umur panjang dan keberkahan rezeki yang telah kita miliki. Rezeki yang berkah adalah rezeki yang serasa tak ada habisnya meskipun jumlahnya sedikit.

Kalau kita mau bersedekah materi, sebaiknya diberikan kepada siapa? Pertama-tama, harta benda yang kita miliki disedekahkan untuk keluarga. Setelah itu saudara dekat, tetangga, panti asuhan, pondok pesantren, dan lembaga sosial lainnya. Bagaimana bila ada peminta-minta dan pengamen di jalanan  yang minta sedekah pada kita? Ada beberapa daerah yang menerapkan pemberian sanksi bagi seseorang yang memberikan sedekahnya kepada pengamen dan peminta-minta di jalanan bila ketahuan.  Kita berhadapan pada situasi dilematis. Bagaimana bersikap bila bertemu dengan pengamen atau pengemis?

Saya pribadi jarang memberikan sedekah kepada pengamen dan pengemis di jalanan. Alasan saya adalah para pengamen biasanya fisiknya masih kuat dan masih mampu bekerja. Beberapa pengemis juga kondisinya mampu, mampu untuk makan 3 kali sehari, bahkan ternyata sebagian dari mereka berangkat dari rumah menuju tempat biasa untuk mengemis  naik sepeda motor. Sepeda motor dititipkan di suatu termpat terdekat.

Mungkin terhadap saya ada yang mengatakan pelit. Bagi saya tidak masalah. Saya hanya ingin sedekah yang saya keluarkan tepat sasaran. Masih ada kerabat dan tetangga yang benar-benar membutuhkan uluran tangan. Masih ada panti asuhan, pondok pesantren, rumah-rumah sosial lainnya yang membutuhkan bantuan. Panti asuhan, pondok pesantren,  dan rumah-rumah sosial, setiap hari biaya operasionalnya besar. Agar tempat-tempat tersebut bisa tetap beroperasi, sudah semestinya kita memberikan bantuan meskipun hanya sedikit.

Sekarang banyak kegiatan berbagi sedekah pada hari-hari tertentu, misalnya hari Jumat. Biasanya berbagi sedekah pada hari Jumat bentuknya nasi bungkus, nasi boks, kudapan dan minuman untuk kaum dhuafa. Penerima sedekah pada hari Jumat adalah buruh-buruh, tukang becak, pemulung, tukang sapu jalanan dan lain-lain. Mereka pekerja, mereka bukan peminta-peminta atau pengamen. Mereka berhak menerima sedekah, meski berada di jalanan. Menurut saya, sedekah yang diberikan kepada kaum dhuafa, yaitu para pekerja dengan penghasilan minim dan para lanjut usia yang sudah tidak bisa mencari nafkah, tingkat ekonominya rendah adalah tepat sasaran.    

Bagaimana sedekah berupa makanan dan minuman yang dibagikan di jalanan bagi mereka yang berpuasa tapi masih berada dalam perjalanan? Mungkin penerima makanan dan minuman untuk berbuka puasa ini termasuk orang mampu. Kita berprasangka baik saja, mungkin perjalanan mereka masih lama dan mereka tidak membawa bekal makanan dan minuman untuk berbuka. Kalau mereka sudah membawa bekal untuk berbuka, biasanya juga menolak pemberian atau menerima lalu diberikan kepada orang yang membutuhkan.

Memberikan sedekah di jalanan tetap tepat sasaran bila yang diberi adalah para pekerja yang tidak hanya mengandalkan mental peminta-minta.

Sumber:

2 komentar:

  1. Dulu rafka sering heran saat melihat saya tidak mau beri uang ke pengemis di jalan. Sementara dalam keseharian saya tidak pernah bosan mengingatkannya utk berbagi.

    Setelah saya beritahu alasannya, sekarang dia juga pilih2 kalau mau ngasih pengemis, biasanya kalau pengemisnya simbah2 yg sdh sepuh, dia akan ribut minta uang buat dikasih.

    Sedihnya, suka lihat ibu2 yg pura2 ngemis sambil bawa anak. Kok ya nggak kasian sama anaknya diajak panas2an begitu😐

    BalasHapus
  2. Betul mbak Rita, kedua anak saya juga memberi sedekah kepada orang yang lebih berhak menerimanya. Kalau yang masih sehat, kuat dan muda, memang sebaiknya jangan mengemis/ngamen. Bekerjalah!

    Karena saya sering melihat orang-orang difabel saja mau bekerja, kok yang sehat hanya tengadahkan tangan.

    BalasHapus