Rabu, 10 Agustus 2016

Agustina Purwantini dan Dunia Menulisnya

Tokoh Inspiratif
Agustina Purwantini dan Dunia Menulisnya
Agustina Purwantini dan saya
dok.pri
Kali ini saya akan mengangkat Tokoh Inspiratif yang tak pernah kehabisan ide. Sengaja saya menuliskan Tokoh Inspiratif ini karena saya bisa bertemu secara langsung dengan beliau. Saya bisa mendapatkan info tentang beliau langsung dari sumbernya. Memang pertemuan itu tidak dimaksudkan secara khusus untuk wawancara.
Tanggal, 3 Juli 2016, setelah pulang dari bersilaturahmi di rumah sahabat SMA, saya mendapatkan pesan lewat sms dari mbak Agustina Purwantini. Kurang lebih bunyinya: mbak kapan silaturahmi ke rumahku?
Mbak Agustina adalah teman yang saya kenal di dunia maya. Awalnya saya mengenal di komunitas IIDN Yogyakarta (lewat FB) tetapi saya belum pernah bertemu. Maklum saya belum pernah mengikuti kopdar di IIDN Yogyakarta. Selain bertegur sapa lewat komen di FB, ternyata kami juga berhubungan lewat Blog. Alhamdulillah, setelah berbasa-basi, saya jadi tahu ternyata rumah mbak Agustina  tidak jauh dari rumah orang tua saya di Yogyakarta. Rumah saya di Dukuh, Gedongkiwo sedangkan mbak Agustina di Bugisan (dekat sekali).
Hari itu saya ingin mewujudkan pertemuan yang sudah lama saya agendakan. Bismillah, singkat cerita bersama 2 anak saya yang imut-imut saya meluncur ke rumah mbak Agustina. Tidak terlalu sulit mencari rumah mbak Agustina, dan kami bertemu layaknya dua sahabat yang telah berpisah sekian lama. Padahal ini adalah pertemuan pertama kami. Masya Allah, dunia ternyata begitu sempit setelah ada kemajuan teknologi.
Pertemuan pertama diawali dengan membicarakan komunikasi kami lewat FB dan aktivitas kami masing-masing di blog. Oleh karena saya menulis blog kebanyakan berisi tentang gaya hidup dan cerita kehidupan sehari-hari, dengan mudah mbak Agustin menyimpulkan bahwa yang saya tulis benar-benar apa adanya.
Dari obrolan santai di bulan puasa itu, saya dapat menarik kesimpulan bahwa mbak Agustina Purwantini adalah orang yang tak pernah kehabisan ide. Tulisan-tulisan yang saya baca dari blog beliau, tulisannya sederhana sekali tapi inspiratif. Ada saja yang ditulis. Diam-diam saya jadi tahu kalau beliau hobi nonton bola.
Sekelumit tentang mbak Agustina Purwantini yang saya ambil dari buku beliau dengan judul : JANGAN BERSEDIH.
Agustina Purwantini laahir dan besar di Winong, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Beliau mengenyam  pendidikan dari TK hingga SMA di kota kelahirannya sendiri. Setelah beliau menamatkan SMA, beliau melanjutkan kuliah di Universitas Gajah Mada di Fakultas Sastra.
Sejak di bangku  sekolah dasar, beliau sudah mulai menulis walaupun masih kurang intens dan tidak begitu produktif. Tapi sejalan dengan pertambahan usia  dan perkembangan situasi-kondisi hidup, dunia tulis-menulis semakin diakrabinya.
Selain menulis  untuk madding dan majalah sekolah, sejak SMA mulai berani mengirimkan tulisan ke media massa. Tulisan-tulisannya sempat dimuat di beberapa majalah dan Koran.
Selepas kuliah beliau sempat menjadi editor di sebuah penerbitan di Yogyakarta. Kini setelah tak lagi jadi editor, beliau lebih focus menyusun buku-buku popular  dan memperdalam ilmu menulis, khususnya buku-buku agama. Lebih dari 15 judul buku yang sudah terbit.
Pengalaman menulis saat kuliah dan dimuat di Koran Kedaulatan Rakyat, membuat beliau ketagihan menulis dan terus menulis. (Spesialis Sungguh-sungguh Terjadi, katanya begitu).
Mbak Agustina, sudah menelurkan banyak karya. Tapi beliau orangnya super baik dan tidak sombong (memuji nih, karena sudah dapat bingkisan buku dari beliau). Gaya bicara mbak Agustin sepertinya hanpir sama dengan saya, ceplas-ceplos. Suasana pertemuan itu penuh dengan keakraban.
Kami juga bercerita seputar kegiatan di IIDN Solo dan IIDN Yogyakarta. Tidak lupa, kami ngrumpi tentang sahabat-sahabat saya di IIDN Solo. Saya colek satu persatu ya, halo : mbak Candra, mbak dokter Istiati, Uti Astuti, mbak Nurhas, mbak Hana, mbak Arinta, dan mbak Zu. Untuk yang lain saya perkenalkan, yang saya sebut mbak Arinta, mbak Puji, mbak Zaki, mbak Rozee, bu Yuni, mbak Nurul. Dan yang lain, maaf kalau saya lupa nggak menyebut. Mbak Agustina mengenal kakaknya mbak Candra yaitu mbak Cahyaningrum.
Untuk blogger yang dia kenal, dia menyebut Pakde Abdul Cholik. Katanya Pakde itu produktif banget. Salut dia dengan produktivitas Pakde (Pakde, jangan tersipu ya. Dan mohon maaf, puasa-puasa gini kok kami ngrasani (dari Yogya ngrasani Negeri Jombang. Sungguh, kami membicarakan yang baik-baik loh)
Dari Jawa Timur, yang kami bicarakan dan menjadi sumber inspirasi adalah Bapak Ngainun Naim. Terima kasih Pak Ngainun atas ilmu yang ditularkan melalui medsos dan buku. Satu lagi, mahasiswa IAIN Tulungagung yang juga produktif menulis, saling bertegur sapa. Dia mbak Eka Sutarmi yang baru saja pulang dari Negeri Gajah Putih. Masya Allah, ternyata menimba ilmu tidak selalu antara guru dan murid bertatap muka. Dan inilah buktinya!
Mbak Agustina terus belajar menulis dari beberapa penulis yang dikenal, baik dikenal di dunia nyata maupun di dunia maya. Sekarang belajar tak perlu repot. Bisa kita sesuaikan waktu dan tempatnya.
Menurut mbak Agustina, dunia penulis adalah dunia yang penuh dengan misteri. Bahkan penulis dianggap orang asing yang tak memiliki apa-apa. Ada juga yang menganggap penulis sebagai pengangguran. Kadang penulis juga diremehkan. Tapi beliau tak pernah peduli dengan apa yang diomongkan mereka kepadanya. Mungkin orang lain tidak memahami dunia penulis. Dunia mbak Agustina adalah yang aneh dan unik. Biarkan saja mereka bicara apa, menurutnya yang penting beliau tetap menulis dan bisa berbagi manfaat untuk orang lain.
Sayangnya pertemuan kami hanya sebentar saja. Maklum si Thole merengek-rengek mengajak pulang saja. Pertemuan ini ditutup dengan pemberian buku dari mbak Agustina untuk saya. Terima kasih mbak, semoga bermanfaat. Insya Allah kita bertemu lagi. Sebelum pulang, mbak Agustina kedatangan tamu anggota IIDN Yogyakarta, bernama mbak Yosi. Saya sempat berkenalan dengan mbak Yosi. Akhirnya saya meninggalkan rumah mbak Agustina.

Karanganyar, 10 Agustus 2016 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar