Tampilkan postingan dengan label pendidikan karakter. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pendidikan karakter. Tampilkan semua postingan

Rabu, 16 November 2022

Luas Maksimum Persegi Panjang Diketahui kelilingnya



Kemarin saya mendapatkan soal tentang luas tanah berbentuk persegi panjang yang diketahui kelilingnya. Namun, kali ini belum diketahui panjang dan lebar tanah tersebut. Soal matematika kelas 9 SMP ini sedikit berbeda dari soal untuk anak-anak SD. Mencari luas maksimum persegi panjang yang diketahui kelilingnya.


SOAL:

Bapak akan memagari tanah bentuk persegi panjang. Satu sisi tembok (tidak dipagari). Keliling tanah yang akan dipagari 200 m. Tentukan luas maksimum tanah yang akan dipagari!


Saya bisa menjawab tapi memahamkan kepada anak sedikit kesulitan karena si anak nggak bisa membayangkan meski saya sudah menggambar dengan manis.


Setelah corat-coret dan melihat youtube, akhirnya bisa terselesaikan. Cara penyelesaiannya pakai fungsi kuadrat semacam gambar di atas.


#eksaktalesprivat

Jumat, 11 Januari 2019

Ibu, Kenapa yang Enak-enak Diharamkan oleh Allah?


Ibu, Kenapa yang Enak-enak Diharamkan oleh Allah?

Ramadhan tahun ini bertepatan dengan tahun ajaran baru. Siswa kelas XII dengan tertib mengikuti pelajaran dari pagi sampai siang dengan semangat. Tidak ada yang bermalas-malasan. Wajah-wajah mereka segar bugar, tak terlihat mengantuk sedikit pun.

Setelah ditanya oleh bu Guru Kimia, ternyata yang berpuasa hanya beberapa anak saja. Alasan mereka yang tidak berpuasa macam-macam. Ada yang karena tidak sahur, ada yang bantu orang tua bekerja, ada yang gak kuat puasa. Wow, anak kelas XII SMK gak kuat puasa? Kok kalah sama anak-anak SD. Ahhhh, itu Cuma alasan mereka saja. Yang jelas karena imannya tidak kuat. TITIK. Gak pakai koma, soalnya kalau koma mesti masuk rumah sakit dahulu. Hahaha.

Hari-hari terakhir KBM saat bulan Ramadhan biasanya diisi dengan pesantren kilat. Tapi entahlah, tahun ini tidak diadakan pesantren kilat. Siswa-siswa pada protes keras, ngotot, mengutarakan kegalauan hatinya kepada guru Kimia yang memang dekat dengan murid-murid.
Ya, mau apalagi. Bu Guru Kimia yang bernama Liem Pamursa ini juga tidak bisa berbuat banyak. Akan tetapi para murid tidak mau tahu. Mereka ngambek tidak mau mengikuti pelajaran.

“Bu Liem, enakan cerita saja. Gak usah pelajaran, lagian sekolah lain ada yang sudah libur.” Protes Musjid.
“Pelajaran juga gak papa, Bu. Rugi dong kalau kita sekolah bayarnya mahal kok gak dapat ilmu sama sekali.”kata Endri yang tidak setuju dengan pendapat Musjid.
(Endri adalah siswa yang sholeh, baik hati, tidak sombong, taat pada ibu/bpk guru tapi sedikit lebay)
“Huuuuu. Endri emang lebay.” Tiba-tiba teman-teman langsung ngeroyok Endri.
“Biarin.....”kata Endri gak merasa berdosa.

Ibu Liem menenangkan siswanya, lalu beliau mengambil jalan tengah. Karena tidak ada pesantren kilat, seperti biasa Ibu Liem didaulat murid-murid untuk mengisi tausiah.
Lagi-lagi Musjid yang dulunya anak alim, kini berubah menjadi anak yang tidak manis karena dendam sama bapaknya memulai menanyakan hal yang aneh-aneh. Sebetulnya Musjid sejak kecil alim, pandai mengaji dan suaranya (membaca Quran) juga merdu. Tetapi karena frustasi (bapaknya meninggalkan dia dan ibunya sewaktu musjid masih kecil), Musjid jadi berubah total.

“Bu Liem, nanya-nanya boleh tidak?”tanya Musjid.
“Ya boleh, kalau Ibu bisa menjawab sekarang ya saya jawab, kalau gak bisa ya....”
Suara Ibu Liem dipotong secara kompak oleh murid-muridnya.
“Tanya mbah google. Haha.”
“Bu, kenapa Allah mengharamkan yang enak-enak.”
“Yang enak-enak yang diharamkan Allah contohnya apa?”Bu Liem balik bertanya.
“Alkohol, Bu.”
“Hikmah dibalik diharamkannya alkohol dan semua yang memabukkan termasuk narkoba, karena alkohol membuat hilangnya kesadaran manusia sehingga perbuatannya tidak terkontrol. Juga merusak kesehatan.”

Biasanya yang bertanya-tanya seperti ini karena para murid sering mengkonsumsi alkohol. Wah gawat.

“Tanya lagi boleh, Bu Liem?”tanya Musjid.
“Ya, boleh.”
“Kenapa zina juga diharamkan.”

Seisi kelas sontak memperhatikan pertanyaan Musjid dan mulai serius tak ada yang cengengesan. Tapi Ibu Liem menjawab dengan tenang dan mengajak para murid untuk serius dalam soal agama.  Teman-teman Musjid sepertinya ada yang pekewuh (tidak enak hati dan merasa kasihan sama Ibu Liem, merasa Ibu Liem dipojokkan).

Ibu Liem menerangkan hikmah diharamkannya zina. Mulai kehamilan yang tidak diinginkan, hilangnya nasab, penyakit kelamin, HIV/AIDS dan lain-lain. Tapi Musjid masih juga membantah (dasar anak sekarang, gak takut dosa. Mengapa mereka omongannya seperti ini? Ke manakah orang tua mereka? Apakah mereka tidak mendampingi anak-anaknya, sehingga anak-anaknya menjadi lebih bebas?

Kata Musjid, biar tidak hamil di luar nikah, ya pake alat kek. Musjid terus berargumen setiap Ibu Liem menyanggah. Akhirnya Ibu liem mengeluarkan jurus jitunya, dalam hati kecil Ibu Liem semoga Musjid segera menyadari.

“Musjid, kamu punya kakak perempuan atau adik perempuan?”
“Tidak, bu. Memang kalau punya kenapa?’
“Lupakan pertanyaan Ibu tadi. Kamu punya Ibu ya?”
Sedikit tertawa, Musjid mengiyakan.
“Musjid, seandainya... ini hanya seandainya lo. Seandainya Ibumu diperkosa oleh seorang laki-laki, bagaimana perasaan dan sikapmu.”
Seketika Musjid berapi-api (tidak menyangka kalau Ibu Liem akan berkata seperti itu),
“Aku bawakan parang dan aku habisi laki-laki yang berani menyentuh ibuku.”
“Jangan emosi, Musjid.”

Semua murid pandangannya tertuju pada Musjid lalu berpindah pada Ibu Liem. Ibu Liem tersenyum dan tak mengeluarkan kata-kata lagi.
Ada siswa yang menunduk, berbisik pada teman sebangkunya, ada yang sikapnya biasa-biasa saja. Musjid mulai serius. Tidak berkutik.

“Kalau kita mau bertindak semau kita, posisikan kita dan keluarga kita sebagai korban. Pasti kita akan berpikir seribu kali untuk melakukan sesuatu yang dilarang Allah.” Kata Ibu Liem menutup pertemuan terakhir di bulan Ramadhan karena waktunya sudah selesai. (SELESAI)

Karanganyar, 13 Agustus 2013
(Kisah dari seorang murid yang pertanyaannya macem-macem haduhhh)
Tulisan lama: sumber kompasiana.com

Jumat, 17 Juni 2016

Sedekah Berbuka Puasa Bersama Seorang Gadis Buat Teman-temannya

Faiq with friends
dok.pri
Siang itu seorang gadis menelepon Ibunya. Dia minta untuk dipesankan lauk dalam jumlah besar. Oleh karena sang Ibu akan menunaikan ibadah shalat zuhur, maka telepon segera dimatikan.

Akhirnya Ibu-anak tersebut bertemu di warung ayam bakar tak jauh dari kota.
“Sudah pesan?”tanya Ibu
“Belum.”
“Teman-teman iurannya berapa rupiah per anak?”
“Tidak iuran. Ibu kemarin mau mengundang teman-teman untuk berbuka puasa bersama. Kali ini kami mau berbuka puasa di rumah teman. Aku sudah menyanggupi membawa ayam bakarnya.”

Ibunya paham setelah anaknya menjelaskan maksudnya. Gadisnya berencana untuk mengadakan bukber di rumah temannya. Temannya akan menyediakan nasi dan minumannya. Sedangkan si gadis menyediakan lauknya untuk 30 orang. Anak-anak SMA tersebut mengadakan bukber di hari Jumat terakhir pertemuan mereka, sebab hari Sabtu mereka akan terima rapor. Setelah terima rapor, mereka libur 1 bulan.

Selain makan dan minum, iuran yang jumlahnya kecil khusus untuk membuat es buah dan mungkin kudapan ala kadarnya. Si gadis sudah tahu kebiasaan kedua orang tuanya yang sering mengadakan bukber untuk murid-muridnya. Kali ini si gadis minta sedikit perhatian, sedikit sedekah yang akan dikeluarkan pada Ramadan tahun ini.

Siapa tahu semua bisa dipakai untuk pembelajaran. Bagaimanapun pedidikan diajarkan lewat contoh, bukan hanya lewat ceramah. Si gadis berharap, dengan bukber semacam ini akan banyak membawa hikmah. Bandingkan bila bukber dilakukan di rumah makan. Sekarang sedang marak bukber di rumah makan, di tempat-tempat lesehan, di resto atau di mana saja.


Bukber di rumah salah satu siswa akan menjalin keakraban, anak-anak juga mengenal keluarga teman-temannya. Sedekah yang dikeluarkan orang tua, juga merupakan sedekah bagi anak-anaknya. Semoga Allah senantiasa menitipkan rezeki yang barokah untuk orang-orang yang mengeluarkan sedekah di bulan Ramadan. Baik memdapatkan pahala secara estafet maupun pahala untuk dirinya sendiri.

Selasa, 17 Mei 2016

Razia Tas

Jalan lurus
dok. Faiqah Nur Fajri

Sepulang dari presentasi, saya dikejutkan dengan deretan hape yang tertata rapi di meja kantor guru. Kata teman saya hape tersebut hasil dari razia. Selain hape tentu saja ada benda lain yang lazim dibawa cah lanang. Oh ya, razia ini atas inisiatif pimpinan sekolah.

Terima kasih, Pak. Dulu saya dilarang merazia tas anak-anak kalau belum minta izin anak-anak. Tapi sekarang tak berlaku lagi. Mengapa demikian? Sudah seharusnya pihak sekolah merazia tas anak-anak. Tentu semua untuk kebaikan.

Giliran membuka-buka hape, saya tidak mau. Biarlah guru yang lain saja. Saya bertugas memberikan ke anak-anak yang hapenya jadul dan tak bermasalah. Yang bermasalah saya persilakan jangan melibatkan saya.

Bagi saya, razia ini adalah positif. Melakukan razia lebih baik lagi kalau berkala, tapi jangan jatuh pada hari yang sama. Harinya yang acak saja, biar ada rasa wowwww. Atau, tiap guru yang mengajar berhak melakukan razia agar mudah terkontrol.

Buat anak-anak, saya tidak tahu-menahu lo. Saya tahunya ada hape banyak di ruang guru. Titik, ndak pakai koma. soalnya kalau koma harus masuk rumah sakit.

Kamis, 05 Mei 2016

Ternak Ayam Adalah Tabungan Si Kecil

Tabungan : ternak ayam
dok.pri
Sejak tinggal di rumah dekat sawah, saya memelihara ayam. Ayam-ayam tersebut sengaja saya pelihara  agar sisa nasi tidak terbuang dengan percuma. Dalam satu tahun, ayam beranak pinak dan saya tak perlu membeli ayam untuk konsumsi.
Beternak ayam kampung untuk konsumsi sendiri saya hentikan karena saya mulai menanam sayuran di sawah belakang rumah. harapan saya, jangan sampai tanaman sayuran rusak karena diserbu ayam-ayam yang sengaja diumbar.
Setelah tidak menanam sayuran, kembali saya memelihara ayam. Kali ini yang minta si kecil. Rupanya si kecil terobsesi memiliki beberapa jenis ternak. Katanya, dia ingin punya sapi, kambing, kelinci, ayam, bebek dan burung.
Saya tidak ingin memberikan harapan palsu dengan berbohong. Saya katakan kalau memelihara sapi, kambing dan kelinci maka dia akan kesulitan mencari rumputnya. Kalau memelihara burung perawatannya juga tidak gampang. Yang gampang memelihara ayam saja. Pakannya nasi campur katul. Untuk bebek, pakannya sama dengan ayam, si kecil hanya memiliki satu ekor saja (meri, anak bebek).
Tiap hari si kecil memberi pakan untuk ayam-ayamnya. Ketika ayamnya sudah mulai banyak, si kecil pernah merelakan ayamnya disumbangkan untuk gurunya (sekaligus pemilik Taman Penitipan Anak, tempat dia bermain sepulang sekolah). Gurunya kebetulan mau mantu.  Lima ekor ayam jago yang besar pun berpindah tangan.
Kalau dulu kebanyakan jago, sekarang hanya ada 1 ekor ayam jantan. Ada sekitar sepuluh ekor ayam betina. Memiliki ayam betina dalam jumlah banyak ada suka dan dukanya. Sukanya telur yang dihasilkan banyak. Susahnya kalau anak-anak ayam menetas banyak bersamaan dengan banyak induk.
Induk-induk ayam ini akan menyerang anak ayam yang bukan asuhannya. Kalau anak ayam dalam jumlah banyak, induknya juga banyak, kalau hanya diumbar tidak dipisahkan dalam kandang-kandang kecil, anak ayam tersebut akan mati satu persatu.
Sekarang saya mengambil anak-anak ayam, lalu saya pisahkan dari induknya. Tiap induk hanya ada seekor anak ayam yang mengikutinya. Alhamdulillah, anak-anak ayam yang saya pisahkan dan saya masukkan dalam kandang berhasil hidup sampai besar dan siap potong ayam buat lauk.
 Inilah tabungan si kecil yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan gizi keluarga. Saya ingin kedua anak saya, Dhenok dan Thole, memiliki hewan ternak dan tanaman sayuran di rumah. Dulu saya mencoba menanam sayuran untuk merintis usahanya Dhenok di bidang pertanian. Dan untuk Thole bidangnya peternakan. Klop bukan?
Semoga bermanfaat!
Karanganyar, 5 Mei 2016 

Jumat, 25 Maret 2016

Ini budi Dan Pendidikan Karakter

Sebelum masuk SD, saya harus menjalani tes. Saya masih ingat, bukan tes membaca melainkan langsung diajak bicara (bercakap-cakap), kala itu dengan Bu Yati. Berjalan bolak-balik melewati jalan di antara bangku kiri dan kanan dari depan sampai belakang. Kemudian diminta untuk menulis angka. Saya menulis sesuai yang diperintahkan. Tapi saya keterusan, bablas wae sampai angka 7 lalu dihentikan.
Setelah dinyatakan diterima dan mulai masuk sekolah, bapak mengantar saya sekolah. Hari berikutnya saya berangkat sekolah bersama teman-teman. Kebetulan dalam satu kampung yang sekolah di SD yang sama, jumlahnya banyak.
Saya duduk di bangku nomor 2 dari depan. Pada hari pertama ini, seingat saya ada seorang teman yang duduk di depan saya BAB di dalam kelas (waktunya sudah hampir pulang). Pantas saja bau.
Sekolah itu menyenangkan. Karena belajarnya juga dengan gembira. Pelajarannya hanya bahasa Indonesia (membaca dan menulis), matematika (berhitung), menggambar, menyanyi, agama dan olah raga.
Membaca dan menulis hanya : “ini budi” yang dibaca dan ditulis berulang-ulang. Setelah itu : membaca dan menulis “ini ibu budi”, “ini bapak budi”, “ini adik budi” dan “ini kakak budi”, dan seterusnya.
Sepertinya pada satu halaman hanya berisi tulisan yang sama, dan ada gambarnya. Ada gambar seorang anak perempuan yang menyiram bunga, anak kecil main kuda dari gedebog pisang.
Tentu saja hari-hari selanjutnya, pelajarannya membaca dan menulis serta berhitung. Waktu itu pelajaran kelas 1 sederhana sekali. Bahkan saat tes catur wulan untuk bahasa Indonesia, ini yang saya ingat lo: ada gambar bola. Sudah ada huruf b maka siswa menuliskan huruf selanjutnya. Ada gambar topi, siswa disuruh menuliskan huruf-huruf yang harus disusun. Itu saja Bu Yati, guru kelas satu membacakan soalnya dan cara mengerjakannya. Matematika juga gampang. Masih tambah-tambahan sederhana.
Pendidikan karakter benar-benar ditanamkan sejak dini. Waktu itu, Bu Yati menggunakan bahasa Jawa krama madyo dalam menyampaikan materi pelajaran. Sopan santun, cara berbicara, gotong royong sudah diterapkan. Kalau ada siswa yang tidak memakai basa krama selalu diingatkan.
Anak sekolah tidak terbebani. Bukunya tidak banyak, tidak perlu memakai tas besar dengan buku setumpuk. Buku yang dibawa hanya 4, dua buku tulis dan 2 buku paket. Keempat buku tersebut ukurannya tidak tebal. Tidak ada LKS, tidak ada pelajaran tambahan, tidak fullday. Semua berjalan lancar-lancar saja. Kelas 1 masuk sekolah jam 7 pulang sekitar jam 10. Anak-anaknya juga pandai.
Sekarang, anak kelas 1 SD pelajaran Bahasa Indonesia untuk materi  bacaannya panjang. Anak masih kesulitan membaca, apalagi memahami isinya. Tugas guru berat, tugas orang tua juga tidak ringan. Belum lagi pelajaran matematika, dan pelajaran yang lain.
Anak kelas 1 seharusnya belajar sambil bersenang-senang, dengan penuh riang gembira.  Belajar bersosialisasi, mengenal lingkungan, belajar adab sopan santun.
Ada orang yang mengatakan, zamannya sudah berubah. Jangan samakan anak-anak sekarang dengan zaman kita masih kecil.  Zaman boleh berubah, tapi pendidikan karakter dari dulu sampai sekarang tetap sama, karena pedoman kita juga sama yaitu mendidik anak berkarakter. Kalau anak-anak sudah berkarakter, maka akan mudah bagi kita (orang tua) memberikan pelajaran yang bersifat akademik.
Semoga anak-anak kita lebih berkarakter.
Karanganyar, 25 Maret 2016
Sumber Bacaan:

http://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/ini-budi-dan-pendidikan-berkarakter_56f4d7cd93977319052c6f87

Senin, 07 Maret 2016

Hidup di Era Cekrek-cekrek

Pasangan serasi
dok.pri
Saya sering membandingkan hidup di masa kecil dulu dengan sekarang. Kepada anak saya yang mulai beranjak remaja, saya selalu memberikan nasehat. Padahal dulu waktu saya seusia dhenok, Ibu dan Bapak tak banyak memberikan nasehat, hanya yang penting-penting saja.
Mungkin karena masanya berbeda sehingga saya harus ekstra memberi nasehat. Tak perlu banyak hingga berbusa, sedikit nasehat yang penting mengena. Oleh karena itu saya harus memilih kata yang berkualitas. Tidak sembarang kalimat saya sampaikan. Saya harus hemat energy untuk yang satu ini.
Saya sering bilang ke dhenok, diawali dengan kata ketika mama kecil, ketika mama seusiamu, ketika mama kuliah dan lain-lain. Mengapa saya mengawali pembicaraan dengan kata-kata itu? Agar dhenok bisa membayangkan Ibu yang akan bicara ini usianya seperti dia dengan segala keimutannya.
Kalau sekiranya dhenok bisa menerima dan sesuai kemauannya dia tak berkomentar apa-apa, tapi kalau tak sesuai biasanya dia akan bilang,”itu dulu mah. Dulu dan sekarang jelas beda.” (episode pembangkangan)
“Tapi adab sopan santun, adab bergaul dalam Islam, pendidikan akhlak sejak dulu sampai sekarang tetap sama. Jaman memang sudah banyak berubah. Sekarang dibilang jaman modern, kalau yang dulu dianggap kuno. Tapi lihat anak-anak jaman sekarang yang dibilang modern, jauh berbeda dengan anak-anak jaman dulu yang dianggap kuno. Yang dulu dianggap tabu dan memalukan, sekarang disebut modern, wajar dan biasa saja.
Semua kembali pada masing-masing anak, masing-masing keluarga. Mama yakin, orang tua sekarang ketika masih remaja  yang dididik dengan disiplin dan keras oleh orang tuanya maka mereka juga akan melakukan hal yang sama. Kata-kata larangan menunjuk mengapa tidak diizinkan tapi dengan alasan kuat.
Coba lihat anak-anak yang tidak dilarang ini-itu, mereka akan cenderung bebas tak terbatas (meskipun tidak semua). Carilah sendiri contohnya dari teman yang kamu kenal. Carilah perbedaan temanmu yang dididik dengan beberapa larangan dan yang bebas tak terbatas.”
00000
Sekarang jamannya cekrek-cekrek, sedikit-sedikit cekrek. Apa sih cekrek-cekrek? Saya hanya mengambil kata-kata dari anak muda jaman sekarang. Cekrek-cekrek alias foto-foto. Orang yang usianya hampir sama dengan saya, ketika remaja memasuki tahun 80 an sampai sebelum tahun dua ribu, mereka tak mungkin sebentar-sebentar selfi. Foto diri saja tidak dilakukan apalagi memotret kerbau yang ada di sawah bukan untuk keperluan fotografi.
Mengapa orang jaman dulu kok tidak sedikit-sedikit cekrek? Ya, iyalah. Wong mau foto saja uba rampenya banyak. Kamera, film, lalu nanti cuci film, mencetak foto, yang duitnya untuk mendapatkan satu lembar foto lumayan banyak. Jangankan untuk foto, untuk transport sekolah dan jajan saja tidak cukup. Lain dengan anak sekarang berani lapar yang penting selfi dan hape ada pulsa/kuota internetnya.
Anak sekolah dan mahasiswa yang belum kerja jaman dulu, yang penting belajar dan bisa beli buku. Jajan juga seadanya, sewajarnya saja. Paling pol kalau mau ulangan/ujian bila tak belajar mengandalkan senjata berupa kertas panjang berisi rumus praktis. Mungkin juga melirik sana-sini.
Berbeda dengan anak-anak sekolah (termasuk mahasiswa) sekarang, tidak belajar ya tetap santai-santai saja. Ada mbah google yang siap membantu asal tidak ketahuan. Syukur-syukur bisa cekrek soal lalu kirim ke orang yang pintar, yang kira-kira bisa membantu menjawab.
Kembali ke masalah cekrek tadi. Orang mau makan saja makanan difoto. Orang mau mandi update status dengan disertai foto. Kegiatan apapun ditulis dalam status lalu mengunggah foto. Ini dilakukan terutama anak-anak yang masih berada pada masa puber. Ada yang mengambil gambar ketika berenang atau jajan bareng di kafe sama teman-temannya. Lalu update status bla-bla-bla. Ealah, mungkin si anak tak tahu diri. Berani nulis status macam-macam, padahal orang tuanya ngutang tetangga sana-sini udah lama nggak lunas-lunas. Kalau orang tuanya punya duit bukan untuk mengurangi hutang dengan cara mencicil malah untuk membeli gaya hidup. Prang preng….(episode ngajak perang)
Kalau tahu status yang ditulis  anak tetangga yang ngutang, rasanya pemberi pinjaman tersebut gemes sekali. Nah, ini yang rada serem. Akhir-akhir ini heboh foto yang beredar di dunia maya. Seorang anak SD biasa cekrek-cekrek. Berlanjut setelah pra remaja juga cekrek-cekrek. Ketika dewasa juga update status dengan foto-fotonya. Padahal fotonya dinilai orang tidak layak dipertontonkan. (konon kabarnya, fb itu akun abal-abal). Apapun alasannya, entah itu untuk koleksi pribadi atau untuk apa saja, sebagai orang tua saya kok prihatin dan miris. Pergaulan anak jaman sekarang kok parah banget (episode prihatin sebagai guru).
(Akhirnya ada klarifikasi dari orang yang ada di foto, bahwa foto tersebut sengaja disebarluaskan oleh orang yang sakit hati dan dendam). Kalau ada anak (pasangan remaja) yang berani memperlihatkan kemesraan di depan umum, mungkin ketika tidak di lihat umum akan melakukan tindakan yang lebih. Apalagi di dalam foto yang memperlihatkan kemesraan pasangan remaja yang bukan pasangan suami-isteri (istighfar, istighfar).
Kalau demikian, siapa yang akan ditunjuk pertama kali untuk disalahkan? Saya yakin tidak langsung sekolahnya, melainkan anaknya siapa alias orang tuanya. Ke mana orang tuanya selama ini? Sudah memantau sejauh mana pergaulan putra-putrinya? Seberapa jauh komunikasi antara orang tua-anak? Bagaimana hubungan antara orang tua dan anak? Sehat-sehat saja, tidak dekat, atau malah tidak berkomunikasi sama sekali?
Anak sedikit-sedikit cekrek, tidak masalah. Justeru arahkan ke hal positif. Beri dukungan pada anak-anak, agar cekrek-cekreknya bermanfaat apalagi bisa menghasilkan uang. Menjadi orang tua tanggung jawabnya besar. Orang tua bukan hanya sebagai mesin uang yang siap 24 jam bila diperlukan anak. Tapi orang tua juga wajib berkomunikasi, meluangkan waktu untuk bicara terutama dengan anak-anak yang menginjak remaja. Jangan menggunakan sisa waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anak, tapi luangkan waktu secukupnya.
Orang tua jaman sekarang juga harus mengenal teknologi. Kalau perlu orang tua juga memiliki akun di medsos, bertemanlah dengan anak-anak, agar kita bisa memantau anak. Kita juga tahu kelayakan status yang ditulis anak. Kalau tak layak, kita bisa mengingatkan untuk menghapus status atau foto yang diunggah.
00000
Tetap boleh cekrek-cekrek di jaman sekarang asal ada kepentingan yang mendasar. Batasi dan lakukan foto-foto hanya sebatas yang tak menimbulkan kontroversi. Jangan sampai foto kita hanya menjadi sampah. Kalau foto kita dianggap bisa dikomersialkan, tentu saja pihak-pihak tak bertanggung jawab akan menyalahgunakan. Siapa yang rugi? Jelas kita! Sebagai orang yang beradab, lakukan semua hal sesuai adab.
Karanganyar, 7 Maret 2016
Sumber:
http://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/hidup-di-era-cekrek-cekrek_56dd34c6c322bd610d096b9a

Sabtu, 05 Maret 2016

Jangan Dendam, Karena Dendam Memerlukan Energi Besar

Ketika Nok Fai masih TK, dia termasuk anak yang mengalah dan tak mau membalas kenakalan teman-temannya. Saya tak menyalahkan guru TK yang tak mampu mengatasi kenakalan siswanya yang banyak. Tapi saya berpesan, seandainya anak yang usil tetap mendekati anak-anak yang cenderung pendiam, mohon Fai dijauhkan dari teman yang usil tadi.
Setelah beberapa kali mengalami kejadian yang tidak mengenakkan, saya mulai berpesan pada Fai (waktu itu sudah masuk klub Tae Kwon Do),”Fai, keluarkan kekuatanmu, balaslah mereka yang usil sama sesuai keusilannya. Jangan diam saja. Fai tidak lemah. Mereka akan terus mengganggu Fai kalau Fai diam saja.”
Suatu ketika ada teman yang bilang Fai nakal. Ah, saya tidak percaya. Fai, anak perempuan, badannya kecil, selama ini Fai diusili temannya. Saya berpikir, Fai hanya membalas saja. Ketika di rumah Fai bercerita tentang hal-hal yang membuatnya nyaman. Membalas perbuatan teman laki-laki yang usil.
Akan tetapi saya tidak mengajarkan padanya untuk dendam. Ada kejadian yang membuat dada saya berdegup kencang. Waktu saya menjemput Fai di TK, gurunya bilang,”Bu, maafkan kami. Fai tadi didorong temannya, Faiz (Faiz ini temannya lo, bukan nama adiknya). Fai jatuh, dagunya ada luka dalam. Kami sudah mengobatinya. Nanti kalau keluarga membawa ke rumah sakit, biayanya biarlah ditanggung sekolah.”
“Semoga tidak terjadi apa-apa,”kata saya.
Faiz, temannya yang ini usilnya minta ampun. Tapi saya masih menganggap ah itu kenakalan anak-anak saja. Hanya saya sayangkan ketika sama-sama menjemput, ibunya Faiz tidak mengucapkan apapun. Sikapnya biasa saja, seolah tak terjadi apa-apa.
Kalau sudah seperti itu apakah saya harus meminta Fai untuk membalas mendorong hingga dagunya Faiz bonyok? Tentu saja jawabnya tidak. Memaafkan saja, itu sudah cukup. Akan tetapi saudara saya berpendapat lain. Kata mereka kalau temannya nakal, ajari Fai membalas. Beda mereka, beda saya.
Memaafkan itu tidak membutuhkan energy banyak. Sedangkan dendam memerlukan energy besar. Memaafkan tak memerlukan syarat. Sedangkan dendam syaratnya berat. Setiap bertemu dengan orang yang kita dendam padanya, hati ini, muka ini, mulut ini akan merasa sakit. Raut wajah kita tak bersinar, cemberut dan lain-lain. Rugi besar, menurut saya.
Suatu hari seorang teman mengatakan pada saya,”Bu Ima, panjenengan ini kok gampang sekali memaafkan orang lain. Lalu berusaha untuk mendahului menyapa orang lain yang mendiamkan panjenengan (bahasa Jawanya nyanak-nyanak). Sepertinya panjenengan tidak terbebani melakukan semua ini. Ringan saja.”
“Hidup di dunia sekali saja. Maafkan mereka dan berbuat baik. Perkara mereka tetap dendam dengan saya itu bukan urusan saya. Saya tidak tahu kapan saya pulang kampung (meninggal), kalau bisa sebelum kembali saya telah menyelesaikan urusan dunia saya.”
Itu prinsip saya. Terserah pendapat orang lain. Kita punya jalan hidup masing-masing. Saya juga tak memaksa orang lain sama dengan saya.
00000
Suatu saat seorang teman ada yang bilang pada saya. Beliau takut bila tiba-tiba meninggal padahal masih ada dendam pada orang lain. Sebenarnya beliau ingin menghilangkan dendam. Tapi rasa gengsi itu menyebabkan beliau tak mau memulai untuk menyapa lebih dahulu. Akibatnya, bila bertemu mukanya sudah masam tak karuan. Mau tersenyum saja rasanya berat karena kelihatan sekali kalau senyumnya hanya dibuat-buat.  
“Tidak ada salahnya memulai menyapa. Toh menyapa tak mengeluarkan biaya. Tersenyum energy yang kita keluarkan hanya sedikit.”
“Tapi hati saya kok berat.”
“Itu godaan syetan.” (Lah, kok saya jadi melibatkan syetan dan menyalahkan syetan ya hehe)
Saya tak memaksa, ya terserah beliau saja. Toh semua menjadi tanggungannya. Di dunia saja beliau menanggung beratnya bila bertemu.
Saya tak menyangka sama sekali dengan apa yang diceritakan teman saya baru-baru ini. Karena dendamnya pada orang, beliau sampai meminta kepada Allah untuk mengabulkan permintaannya. Yaitu membalas perbuatan mereka yang telah mendholiminya, dengan cara memberi peringatan keras berupa musibah.
Sungguh, saya tak habis mengerti mengapa bisa sampai seperti ini. Dan benar, orang yang didoakan kena musibah berturut-turut anggota keluarganya mengalami musibah berat. Dengan ringan beliau mengaku ada sedikit penyesalan tapi merasa bahwa Allah mengabulkan doanya dan beliau berkata itu musibah yang dialami sudah setimpal dengan perbuatannya.
Saya tidak mau membuat masalah, tidak mau dianggap ceramah di siang bolong dan dibilang hari gini masih ada orang yang mudah memaafkan.
Kalau saya yang mengalami hal yang dialami teman saya, saya akan memaafkan perbuatan orang yang telah menyakiti dan mendholimi saya. Minimal, kalau saya ketemu dengan orang yang menyakiti saya, hati saya tidak bergedup kencang dan muka saya tidak masam.
Memaafkan orang memang tidaklah gampang, tapi setidaknya hindarilah dendam kesumat.
Karanganyar, 5 Maret 2016 

Kamis, 18 Februari 2016

Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Gambar 1. Bambu bermanfaat
dok. Faiqah Nur Fajri
Bagi siswa yang akan melakukan PKL, beberapa yang harus dipersiapkan adalah:
1. Fisik dan mental 
2. Disiplin dan tertib
3. Mandiri dan sosialisasi
4. Komunikasi yang baik
5. Jujur

Apabila hal-hal yang telah disebutkan disiapkan dengan matang maka sesuanya akan berjalan dengan baik dan PKL bisa berjalan dengan sukses.

Di tempat PKL, Anda tidak hanya berhubungan dengan teman Anda satu sekolah, maka bersosialisasi bisa mengatasi problem Anda. Bekerja sama dengan teman akan mempermudah pekerjaan Anda. Mandiri, dalam hal ini tidak tergantung teman, melainkan bekerja sesuai porsinya. Kebiasaan tertib dan disiplin akan membuat Anda bekerja seolah tidak ada beban. Tak kalah penting adalah fisik dan mental dipersiapkan dengan baik. Bekerja di tempat PKL baik bengkel maupun perusahaan memerlukan energi yang banyak, fisik harus kuat. Bila ada kekurangan atau kesalahan, seandainya ditegur atasan tidak perlu berkecil hati. Tujukkan bahwa Anda bisa dan mampu. Jangan sampai nglokro, loyo, putus asa, mutung, lalu tidak melanjutkan bekerja, malah hengkang.

Stop menjadi anak cengeng. Sekarang waktunya Anda belajar langsung di tempat kerja. Selamat belajar di Dunia Usaha dan Dunia Industri. Oleh karena itu, bila Bu Guru cantik ini keras pada Anda, sebenarnya semua untuk Anda sendiri. Yang merasakan manfaat Anda!

Jangan menyerah, ayo pasti Anda bisa. Kalau saya bisa, mereka bisa, tentu saja Anda juga bisa.


Minggu, 14 Februari 2016

Bahagianya Nyemplung Kolam

Dua hari ini, kemarin dan hari ini, saya kedatangan tamu. Bagi saya mereka adalah tamu istimewa, yaitu murid-murid saya yang manut-manut dan baik hati. Tujuan mereka datang ke rumah saya adalah bersilaturahmi sekaligus mengambil hikmah dari silaturahmi. Hikmahnya adalah rejeki lancar, hehe. Kebetulan di rumah saya ada pohon jambu air yang buahnya mulai merah, menggoda iman dan menggoda mata. Seketika air liur mereka menetes. Dan ada pisang yang sudah matang siap santap. Belum dipersilahkan, mereka sudah pada berebut pisang dan jambu. Hadehhhhh.

Sejak dari sekolah, mereka sudah minta ijin kepada saya mau bersilaturahmi. Maka saya juga mempersiapkan diri untuk didatangi pasukan Bayu Agil dan kawan-kawan. Mereka berlima. Kebetulan di rumah juga ada makanan kecil, sirup, mie instan dan telur. Bak chef dadakan, saya masak mie dengan cekatan. Tujuh buah mie instan dan telur saya masak dengan penuh kasih sayang.

Begitu matang, saya minta murid-murid yang kesemuanya laki-laki untuk membantu saya membawakan gelas, piring dan panci yang panas ke ruang tamu.  Lima piring dan sendok saya jejer dengan rapi. Mulai saya menuangkan mie telur di atas piring-piring. Tanpa malu-malu mereka minta piring yang sudah diincar untuk ditambah isinya. Saya tersenyum, ulah mereka membuat saya bahagia dan lebih berarti. (Kalau anak perempuan saya yang kelas 8 SMP ada, mungkin suasananya akan berbeda).

Saya melihat murid-murid saya makan mie dengan lahap dan sesi terakhir adalah rebutan mie yang tinggal sedikit di dalam panci. Bikin saya tertawa.
Acara berikutnya adalah melongok kolam ikan.

= Boleh ambil ikannya, bu?” tanya Heri
+ Boleh. Pakai tempat sampah dari bambu itu cara mengambilnya!

Heri dan Bayu siap nyemplung kolam. Ngambil ikan saja pake action, soalnya sang fotografer siap jeprat-jepret. Alim dan Yongki hanya lihat di pinggir kolam dan Ilvan dengan HP nya mengambil gambar kegiatan teman-temannya. Wuih.... ramenya.

Saya mengemasi piring dan panci yang sudah tidak terpakai. Setelah itu saya membuka internet. Saya biarkan murid-murid sepuasnya berada di kolam. Ternyata dapat ikan banyak dan ukurannya lumayan untuk digoreng.

Karena Bayu dan Heri nyemplung kolam dan kotor, mereka minta ijin untuk mandi. Ilvan membuka fb dan upload foto. Facebook saya juga ditandai. Keren abisss. Gurunya ikut nampang ceile... habis itu yang kirim jempol dan komen banyak. Teman-teman sekelas yang gak ikut pada ngiri.

00000

Hari kedua setelah dhuhur, kali ini pasukannya lebih banyak, yaitu tujuh orang. Sedari pagi saya sudah masak besar, sop ayam buat murid-murid.
Supaya adil, seperti kemarin, saya membagi sop ayamnya dahulu. Anak-anak mengambil nasi sendiri-sendiri. Saya melirik piring anak-anak, luar biasa..... ternyata anak-anak makannya banyak dan gak sungkan sama gurunya. Alhamdulillah, semoga sedekah keluarga saya hari ini diterima Allah dan barokah.

Habis makan siang, murid-murid saya : Bayu, Ilvan, Heri, Yongki, Adi, Astan, dan Ridwan keluar dan duduk di bawah pohon mangga yang mulai berbuah. Mereka sudah berpesan pada saya kalau mangganya sudah matang, mereka ingin saya mengundangnya. Mungkin karena kekenyangan Bayu liyer-liyer tertidur di kursi panjang di bawah pohon mangga. Ilvan mengambil posisi tidur di ruang tamu.

Astan dan Heri masih penasaran dengan ikan kakap dan nyemplung kolam lagi. Yang lainnya mengambil jambu air. Saya membiarkan murid-murid melakukan apa saja, asal masih sopan.  
 Setelah makanan kecil ludes, sirup juga sisa sedikit mereka pamit. Tidak lupa mereka minta maaf kalau sudah mengganggu saya dan keluarga. Sekali lagi saya bersyukur, Allah menitipkan waktu luang dan sehat kepada saya dan keluarga. Rasa syukur itu saya ungkapkan dengan mengundang siswa-siswa saya dan siswa-siswa suami saya untuk bersilaturahmi ke rumah.

Semoga bermanfaat.
Karanganyar, 12 September 2013
Noer Ima Kaltsum

ABG Bolos Sekolah, Orang Tua Perlu Lakukan Ini

Jangan bertanya siapa saya. Saya bukan siapa-siapa. Saya bukan orang penting. Saya sadar diri, tidak menjadi orang yang sok penting. Saya hanya orang biasa, sederhana, simple dan apa adanya. Kalau bertanya pada saya tentang hal-hal rumit, akan saya sederhanakan dulu dan tentu jawaban saya tak akan bertele-tele, berbelit-belit. Langsung pada sasaran, dorrr. Moga tidak salah sasaran.
Ketika seorang siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang beraneka macam, pasti akan saya jebak dengan pengakuan saya bertemu dia di suatu tempat. Jelas dia akan mengelak dan ujung-ujungnya mengaku. Simple bukan?
“Kemarin tidak masuk sekolah, ke mana Mas?”Tanya saya
“Di rumah?”jawab siswa saya
“Memang Bapak/Ibu tidak ngopyak-opyak ke sekolah?”
“Bapak dan Ibu merantau.”
“Di rumah sama siapa?”
“Sama kakek dan nenek. Itu saja mereka sudah tua.”
“Tak ada saudara lain, misalnya Bulik, Paklik atau sepupu?”
“Ada, mereka repot sendiri.”
“Kemarin saya lihat kamu sama cewek berboncengan, ke mana?”kata saya sekenanya
“Nggak mungkin Bu.”
“Ngaku wae. Tinimbang urusannya panjang, walimu saya suruh ke sekolah lo.”gaya saya kalau memaksa anak mengaku.
“Ke Tawangmangu (ada yang bilang di kebun the Kemuning, Sarangan, Candi Cetho, Candi Sukuh. Sondokoro), Bu. Tapi tidak sendiri, sama teman-teman.”
Akhirnya dengan suka rela dia akan cerita ke mana bolosnya, sama siapa dia bolosnya. Memang serba salah sebagai wali kelas. Kalau anak dimarahi nanti dianggap pelanggaran HAM. Kalau tidak dikerasi anak tidak tertib, tidak disiplin. Anak tidak menghargai sekolah sebagai tempat membentuk karakter. Ujung-ujungnya pihak sekolah disalahkan tidak bisa mendidik siswanya. Harusnya ada kerja sama antara sekolah dengan orang tua.
Kalau di sekolah anak tanggung jawab Bapak dan Ibu Guru. Kalau di rumah, tentu saja tanggung jawab orang tua/walinya.
Berbeda dengan anak-anak yang rajin. Anak-anak bisa membagi waktu dan mengatur waktu. Seolah mereka memiliki menejemen waktu. Kapan mereka sekolah, kapan mereka bermain dan kapan belajar di rumah. Kalau ada anak yang tiap hari harus membantu orang tua, maka tiap menit bagi mereka waktunya sangat berharga.
Saya memang orang yang simple. Saya harus memberikan contoh mengatur waktu ala saya. Saya tidak pernah lupa  menyisipkan pesan untuk menuliskan sesuatu. Baik di fb maupun blog, bagi mereka yang memiliki. Bagi yang tidak memiliki akun, cukup menulis di buku dahulu.  Simple bukan? Karena saya memberikan contoh dengan karya-karya saya. Bahkan kalau di sekolah biasanya teman-teman bilang,”ini dia penulis.”
Meskipun nama saya belum besar, saya belum tenar, setidaknya tulisan saya bermanfaat bagi orang lain. Saya tidak malu disebut penulis. Saya teramat bangga. Tidak setiap orang bisa disebut penulis meski dia sering menulis. Kadang saya merasa berbunga-bunga. Selain menjadi guru, saya juga penulis (penulis fb dan blog).
Sebagai guru saya ingin bersikap tegas dan keras pada anak didik agar tidak diremehkan. Nada bicara, volume yang keluar bila terlalu lembut,  di depan anak-anak seperti lemah. Saya tidak mau seperti itu. Saya seperti apa adanya, simple, keras dan menyayangi siswa. Kalau terlalu lemah lembat malah tidak sayang siswa.
Pesan untuk orang tua: jangan terlalu percaya pada anak. Sekali tempo cek anak di sekolah. orang tua bekerja sama dengan pihak sekolah. segera mencari solusi bila ada tanda-tanda anak mulai tidak beres.
Semoga tulisan ini bermanfaat.