Rukun Islam kelima adalah haji (menunaikan ibadah haji dan umrah). Jadi, haji hukumnya wajib bagi setiap muslim. Setiap muslim memiliki kewajiban untuk niat berhaji. Miskin atau kaya sama, niat untuk menunaikan ibadah haji dan umrah.
Beberapa hari yang lalu saya mengikuti pengajian yang diselenggarakan oleh Pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia. Peserta pengajian adalah muslim yang sudah menunaikan rukun Islam kelima. Ada hal yang membakar semangat kaum muslim dari penceramah, yakni "memaksa" kami untuk tidak meringankan hukum ketetapan Allah dalam berhaji, umrah dan berkurban.
Betul bila kewajiban haji hanya bagi mereka yang mampu melakukan perjalanan. Mampu secara materi, fisik, mental, dan aman. Namun, jangan sampai kita berdalih tidak mampu untuk haji sehingga gugur kewajiban. Mengapa? Sebagian orang bilang tidak mampu untuk haji padahal rumah dan isinya mewah, punya kendaraan, tanah, perhiasan, dan lain-lain. Bila sebagian harta yang dimiliki dijual bisa untuk mendaftar haji. Kalau untuk haji tidak mampu, coba niatkan untuk umrah. Sebetulnya banyak yang mampu untuk daftar haji dan umrah, tapi mereka merasa sayang uangnya untuk keperluan itu.
Sebenarnya kebutuhan primer sudah tercukupi, hanya saja karena gengsi atau alasan lainnya meskipun mampu untuk mendaftar haji tetap ngotot bilang nggak mampu.
Kalau ada niat, segera wujudkan dengan menabung. Buka tabungan haji, tiap bulan rutin diisi agar saldonya bertambah banyak. Kalau konsisten Insya Allah naik haji bukan hanya khayalan tapi bisa terwujud. Demikian pula dengan umrah.
Saya salut pada teman sekamar kakak saya di Mekah dan Madinah. Beliau cukup sepuh. Beliau seorang perempuan yang pekerjaannya bersih-bersih makam dan serabutan. Mau daftar haji harus menyisihkan rupiah demi rupiah. Cerita dari jemaah haji lainnya, ada yang tukang ngumpulin barang bekas, jual bunga tabur, pedagang kecil-kecilan, dan lain-lain. Tidak salah kalau Allah memampukan hamba-Nya yang diundang.
Haji dan umrah wajib sekali seumur hidup. Orang Jawa bilang cukup sepisan wae mara neng tanah suci. Namun, setelah sampai sana pasti berubah pikiran. Biasanya berubah pikiran dari sekali seumur hidup menjadi inhin balik lagi saat melakukan thawaf wada'. Adakah yang tidak menangis saat thawaf wada'. Sungguh, hati saya seperti teriris ketika berjalan mundur, menangis sampai suami merangkul saya. Ya Allah saya akan balik ke sini lagi untuk umrah.
Ya! Kalau sudah ke tanah suci, ingin balik lagi. Teman-teman saya cukup banyak yang tidak hanya sekali ke tanah suci. Sebab, mereka punya niat dan berdoa bisa kembali ke tanah suci diikuti dengan mengumpulkan bekal berupa materi. Allah Mahakaya. Dia akan melipatgandakan apa yang telah dikeluarkan hambanya di jalan-Nya.
Saya dan suami juga ingin balik ke tanah suci untuk umrah. Sementara ini baru mengumpulkan uang untuk daftar haji anak-anak. Alhamdulillah, anak pertama sudah mendapat nomor porsi. Anak kedua masih menabung, semoga tahun ini bisa mendapat nomor porsi.
Prinsip orang berbeda-beda. Bagi saya dan suami, ketika kami mampu membiayai, anak-anak menjadi tanggungan kami untuk mendapat nomor porsi. Saya tanamkan pada anak-anak. Haji itu wajib. Tidak ada alasan meringankan hukum. Anak-anak juga paham.
Kewajiban yang ketiga adalah kurban. Sebagian ulama berpendapat bahwa berkurban itu hukumnya wajib. Ulama lainnya berpendapat sunah muakad (yang diutamakan). Nah, ustadz yang memberikan ceramah di IPHI ini membakar semangat jemaah pengajian. Beliau mengambil pendapat wajib berkurban bagi jemaah pengajian yang sudah berhaji ini. Sebab, beliau memastikan jemaah pengajian mampu.
Jemaah pengajian diingatkan dengan Surat Al Kautsar dan Surat Al Ma'un. Dalam Surat Al Kautsar terdapat perintah berkurban. Surat Al Ma'un terdapat peringatan bagi orang munafik yang lalai akan shalatnya dan orang bakhil.
Ternyata memang benar. Sebagian muslim ini menjadi orang munafik. Termasuk sebetulnya mampu tapi tidak mau berkurban dengan alasan yang dicari-cari.
Seorang kenalan dan suami adalah pensiunan. Rumah mewah, kendaraan bagus, dan renovasi rumah dilakukan secara berkala. Suatu hari kenalan saya bilang kalau tahun ini tidak berkurban dengan alasan tertentu. Bagi saya ibadah kurban itu soal iman dan takwa, soal antara pribadi seseorang dengan penciptanya. Saya juga cukup mendengar, tidak berpanjang lebar. Kalau tak sejalan takutnya malah ada gesekan.
Halo ibu, sampeyan berdua ada penghasilan tiap bulan. Dan pada bulan itu ada gaji ketiga belas yang akan cair. Ah sudahlah. Mungkin dia "menganut" paham kurban hukumnya sunah.
Kurban adalah ibadah tahunan yang bisa dipersiapkan jauh-jauh hari. Beruntung kenalan saya tidak bertemu dengan ustadz yang keras. Kalau bertemu pasti diceramahi, "sampeyan ki kaya. Tidak mau kurban berarti pelit, medit, cethil, methithil. Cara bersyukurnya orang kaya termasuk dengan berkurban."
Saya dan suami menyisihkan uang tiap bulan agar tahun berikutnya bisa berkurban. "Mewajibkan" berkurban ternyata Allah memampukan. Kalau sudah mau berkurban, dijamin akan tuman alias kecanduan.
00000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar