Minggu, 31 Januari 2016

Family Time, Gerakan Tanpa Gadget

Gambar 1. Mengatur posisi almari
dok.pri
Sejak beberapa hari yang lalu, dhenok ingin mengecat kamarnya sendiri. Saya sangat setuju, saya bilang itu mama banget waktu masih SMA.
Selama ini untuk hal-hal yang sederhana dan bisa dikerjakan sendiri, suami selalu menyuruh orang untuk melakukan pekerjaan tersebut. Contohnya memperbaiki gorong-gorong yang ambles karena dilewati kendaraan besar dan mengecat rumah. Sebenarnya semua bisa dikerjakan sendiri, yang penting ada rasa hepi dulu, tak perlu pasang target dan hasilnya sempurna. Asal aman dan dilihat tidak bikin orang lain berkomentar beres, bukan?
Gambar 2. Senjata Pengecatan
dok.pri
Ketika saya remaja, saya dan keempat saudara perempuan selalu membantu bapak. Pekerjaannya bisa dianggap enteng, bisa juga dianggap berat. Contoh : ikut menjadi tukang di rumah sendiri ketika renovasi rumah, tembok diplester, memperkeras lantai dan mengecat rumah.
Untuk mengecat rumah, kami juga ikut naik tangga atau meja yang disusun agar bagian tinggi terjangkau. Kami mengerjakan dengan hepi. Bagi kami jangan sampai mengeluarkan uang untuk mempercantik rumah sendiri. Maklum, bapak saya tukang dengan penghasilan pas-pasan. Semua dihitung dengan rupiah bila mengandalkan tenaga orang lain. Mencari rupiah juga sulit, sedangkan kami sekeluarga membutuhkan makan dan biaya sekolah.
Jaman dulu tidak sama dengan sekarang. Dulu yang namanya bantuan/bea siswa tidak semudah sekarang mendapatkannya. Sekarang, sekolah dari SD sampai perguruan tinggi ada bantuan dari pemerintah. Alhamdulillah, meski dalam keadaan sulit bapak dan ibu bisa menyekolahkan anak-anak.
Kembali masalah mengecat rumah. Hari Minggu ini saya, suami dan anak-anak bersiap-siap untuk mengecat kamar. Mengecat kamar sebisanya dan kami sepakat tidak akan memegang hape selama pekerjaan belum selesai.
Gambar 3. Ayo mengecat
dok.pri
Rupanya dhenok dan thole semangat banget memainkan kuas. Alhamdulillah, dengan keringat yang bercucuran akhirnya selesai juga. Tahap berikutnya membersihkan kuas dan wadah yang digunakan untuk menaruh koloid cat (bahasane wong kimia, koloid gitu).
Setelah selesai, ternyata si thole diajak ayah ke lapangan tenis. Malah dengan pe de thole memakai sepatu. Dia siap mengayunkan raket setelah dua bulan absen mengayunkan raket tenis karena tangannya patah.
Tinggallah saya dan dhenok menyelesaikan semua sampai mengatur posisi dipan dan almari. Karena dhenok ingin berganti suasana, maka kamar saya juga ganti suasana. Lumayanlah, hari ini pengiritan dana sampai 60 ribu rupiah. Asyikkk
Begitu pekerjaan selesai, waktunya diizinkan membuka hape. Ternyata hape saya sepi pengunjung. Ada 2 berita, itu pun tak terlalu penting. Berarti, sebenarnya kita putus hubungan dengan hape atau gadget beberapa jam tak terlalu berpengaruh (kecuali pelaku bisnis).
Saya memang tidak ketergantungan hape. Kadang saya membatin kok orang-orang kalau sudah pegang hape sepertinya tak mau menaruh hape barang sebentar. Terus sekarang berkembang budaya ndhingkluk (menunduk).
Ada keuntungan yang saya dapat hari ini. Pertama, menghemat biaya ongkos tukang. Kedua hemat pulsa dan yang ketiga adalah dengan kebersamaan ini kami benar-benar bisa menikmati hari libur bersama. Bisa ngobrol berempat. Kesempatan langka ini bisa kami dapatkan kalau kami agendakan. Kebersamaan seperti ini tidak setiap hari bisa kami dapatkan.
Ternyata Family Time, Gerakan Tanpa Gadget sangat bermanfaat lo.
Karanganyar, 31 Januari 2016

Sabtu, 30 Januari 2016

Seminggu Masuk Sekolah Tanpa Libur

Gambar 1. Serumpun bambu
dok.Faiqah Nur Fajri
Ketika saya izin tidak bisa mengikuti kunjungan industry di Malang dan Bali, saya diberi izin dengan catatan khusus. Maka saya setiap hari masuk sekolah. Ada beberapa orang yang tidak mengikuti kegiatan kunjungan industry.
Selama satu minggu ini saya masuk sekolah ful. Alhamdulillah saya bisa melaksanakan tugas dengan baik. Siang ini mereka dijadwalkan tiba di sekolah. Lega rasanya, meskipun tak mengikuti kunjungan industry tapi waktu saya sangat bermanfaat selama di sekolah.
Kemarin, seorang tetangga mengatakan rugi dong bu tidak ikut ke Bali? Saya tersenyum, mungkin memang belum waktunya saja. Saya tidak bisa membayangkan bila selama 6 hari bepergian (meskipun tugas sekolah), lantas si thole yang ganteng dewe itu bagaimana?
Saya sudah berjanji pada diri saya sendiri, saya tidak akan memberikan waktu yang tersisa buat anak-anak. Saya harus menyediakan waktu buat mereka. Untuk thole ada terapi yang harus diberikan tiap hari agar tangannya bisa aktif dan pulih. Secara umum untuk thole dan dhenok, saya memberikan perhatian yang cukup.
Gambar 2. Selalu ke sekolah
dok.pri
Kecuali bila thole benar-benar sudah sehat, saya bisa meninggalkan thole dan dhenok untuk kepentingan dinas. Suami juga bisa diajak kerja sama. Dia akan mengatur waktu sedemikian rupa, agar kegiatan sehari-harinya tidak mengganggu kebersamaannya dengan anak-anak.
Dan, hari Senin yang akan datang aktifitas sekolah kembali seperti semula.
Karanganyar, 30 Januari 2016

Rabu, 27 Januari 2016

Pastikan Dokumentasi Masuk Daftar Acara Piknik

Gambar 1. Kamera dan laptop
dok.pri
Jaman sekarang sangat berbeda dengan dahulu kala (kala sekali). Ketika saya remaja, yang namanya foto itu sangat berharga. Satu kali jepretan, konon menghabiskan uang sekian ribu rupiah. Filmnya mahal, cuci cetak tidak murah belum lagi kalau hasilnya blur. Ngalamat deh kenangan manis berlalu begitu saja.
Oleh karena itu setiap ada acara penting termasuk piknik selalu dokumentasi masuk daftar yang tidak boleh ditinggalkan. Bahkan filmnya saja akan membeli yang banyak isinya. Karena satu rol film ada yang berisi 12, 24 dan 36. Biasanya untuk acara ramai-ramai akan memilih isi 36. Itu saja fotonya tidak asal jepret-jepret seperti sekarang. Benar-benar moment yang penting saja yang diambil gambarnya.
Ya, itu tadi berhitung di ongkos. Oleh karena itu anak-anak remaja jaman dulu kala sekali malah enggak berlebihan (sekarang bahasanya lebay). Enggak mengumbar foto seenaknya. Kalau ada lawan jenis yang naksir dan minta dikasih foto saja, yang bersangkutan tidak mau memberi. Kalau sekarang beda banget. Sedikit-sedikit cekrek, orang di sungai lagi buang hajat saja dicolong gambarnya (kebangeten).
Sekarang sudah berubah, sebagian orang mau foto tidak perlu nunggu fotografer amatir yang keliling kampung datang. Sekarang tinggal ambil hape, pasang aksi lantas jepret. Selesai deh. Tak perlu susah-susah, mau ambil gambar yang bagus tinggal pilih, tak perlu dicetak, tinggal kirim/diupload semuanya beres.
Untuk acara nonformal sih silakan asal cekrek-cekrek. Tapi untuk acara formal dan sangat penting, tentu saja dokumentasi tidak bisa ditinggalkan. Mengapa demikian? Dokumentasi berupa gambar-gambar kegiatan adalah bukti fisik yang sangat penting. Jangan lupa untuk memasukkan dokumentasi dalam daftar yang tidak boleh ditinggalkan. Jangan sampai kegiatan penting ini hanya mengandalkan dokumentasi dari orang-orang secara pribadi lalu dikumpulkan.
Bila tak ada kamera digital, maka solusinya bisa meminjam atau menyewa. Apa jadinya bila kegiatan itu penting tanpa dokumentasi? Rasanya hambar.
Contoh kegiatan penting acara sekolah yaitu kunjungan industry lalu dilanjutkan piknik. Apalagi pikniknya ke Bali, wow gitu. Nggak bawa kamera? Rugi loh. Di Bali kan lain-dari yang lain. Coba kalau gak ada dokumentasi sama sekali, gak ada bukti fisik kalau kita sudah sampai sana (Bali). Rugi kan…. (tapi saya juga belum pernah ke bali sama sekali).
Gambar 2. Parangtritis (1987-1988)
dok. Julius Eri Ratmanto
Sekali lagi, jangan lupa dokumentasikan setiap momen penting. Kalau kita tak pandai menulis, foto-foto itu bisa bercerita.
Karanganyar, 27 Januari 2016

Senin, 25 Januari 2016

Tidur Siang 15-30 menit Bisa Memulihkan Stamina

Gambar 1. Tertidur di Bis
dok.Faiqah Nur Fajri
Bagi sebagian besar perempuan terutama ibu-ibu, bangun pagi adalah awal yang baik untuk melakukan suatu kegiatan. Pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan pada pagi hari akan terasa ringan. Sebab bangun tidur sedikit lebih lambat akan membuat berantakan jadwal pekerjaan.
Perempuan, baik yang bekerja di luar rumah maupun full mom bila sudah mulai bekerja, rasanya waktu begitu cepat berlalu. Tak terasa hari semakin siang. Maunya semua pekerjaan secepatnya beres dan kelar. Kadang perempuan bangun lebih pagi dari biasanya karena ada suatu hal yang harus diselesaikan. Dengan demikian waktu tidur malam hari berkurang.
Kalau sudah seperti itu, waktu untuk tidur siang harus diatur. Tidak perlu memaksakan diri dalam keadaan mengantuk pada siang hari tetap melakukan aktifitas. Akibatnya konsentrasi buyar, kantuk yang terus menyerang membuat kepala pening, penglihatan kabur, loyo, tak bersemangat yang lebih parah badan terasa sempoyongan. Letih dan lemah karena kurang tidur akan berdampak buruk. Nafsu makan berkurang, yang lebih fatal adalah gampang jatuh sakit. Dan ternyata pada kondisi mengantuk, produktifitas akan menurun.
Istirahat siang sangat perlu. Kadang kita tidak memerlukan waktu yang lama untuk istirahat berupa tidur siang. Tidur selama 15-30 menit asal berkualitas maka dapat memulihkan tenaga dan stamina. Oleh karena itu jangan remehkan tidur siang meski sebentar. Tidur siang selama 15-30 menit ini diusahakan dalam keadaan berbaring. Tujuannya agar badan kita rileks. Bila posisi tidur kita dalam keadaan duduk, terlebih kepala ditaruh di atas meja, maka bagian kepala, leher dan pundak terasa tidak nyaman.
Apabila setiap hari kita kurang tidur maka kesehatan akan terganggu. Sebaliknya bila kualitas tidur kita baik, waktu untuk tidur cukup maka stamina akan terjaga. Sebenarnya tidur siang ini bukan hanya diperlukan kaum perempuan, kaum laki-laki pun juga demikian. Akan tetapi bagi perempuan hal ini dinilai sangat penting karena kondisi badan perempuan dengan laki-laki berbeda.
Jangan sampai kita mengabaikan istirahat berupa tidur siang. Jangan sampai kita mengabaikan istirahat pada malam hari. Selama 24 jam dalam sehari, aturlah sedemikian rupa waktu untuk istirahat/tidur. Jangan sampai selama 24 jam kita tidak istirahat sama sekali. Apalagi  selama 32 jam dalam keadaan bekerja tidak tidur sama sekali, kantuk yang menyerang diatasi dengan mengkonsumsi suplemen atau makanan tertentu. Akibatnya bisa fatal yaitu meninggal dunia.
Semoga bermanfaat.
Karanganyar, 25 Januari 2016

Sabtu, 23 Januari 2016

Alasan Saya Tidak Ikut Kunjungan Industri Dan Study Tour ke Bali

Gambar 1. Lihat Kesenian Tradisional dari Dekat
dok.Faiqah Nur Fajri
Pada tanggal 25-31 Januari 2016, keluarga besar SMK Tunas Muda, siswa-siswi, guru dan karyawan mengikuti kunjungan industry dan study tour ke Bali. Kunjungan industry diadakan di Malang dan Bali. Sedangkan tournya memilih Bali di mana obyek wisatanya cukup banyak. Acara ini sifatnya wajib. Akan tetapi karena saya ada halangan, maka saya minta izin tidak bisa ikut.
Saya tidak ikut dalam acara ini dengan alasan kondisi kesehatan si kecil tidak memungkinkan untuk ditinggal. Si kecil beberapa waktu yang lalu mengalami patah tulang lengan atas. Sampai sekarang masih terapi. Suami saat ini sedang ada tugas dari dinas dikpora menjadi wasit Renang pertandingan tingkat Provinsi dalam rangka Memperingati Ulang Tahun DPRD Karanganyar. Selama beberapa hari suami berangkat pagi-pagi dan pulangnya menjelang maghrib. Kebetulan saya tidak memiliki asisten rumah tangga, sehingga sehari-hari si kecil berada di Taman Penitipan Anak dari pulang TK sampai jam 4.
Dengan alasan inilah saya tidak mengikuti kegiatan kunjungan industry. Kalau kondisi si kecil dalam keadaan sehat, mungkin saya bisa menitipkannya pada saudara selama saya tinggal dan suami belum pulang. Sedangkan Faiq sudah bisa mengurus dirinya sendiri tanpa saya dan suami. Tapi Faiq tidak bisa menemani adiknya dalam jangka waktu lama. Faiq takut kalau nanti ada apa-apa.
Ya mohon dimaklumi, suami saya dapat herek-herek dari dinas dikpora langsung. Ternyata yang dipilih menjadi wasit renang bukan sembarang orang, ada criteria khusus. Bukan saya menomorduakan tugas saya. Tapi sungguh, kondisi ini sangat darurat.
Mosok sih, seorang ibu tega meninggalkan anaknya dalam keadaan sakit untuk mengikuti study tour? Di mana tiap malam hari dan pagi hari si anak sangat tergantung dengan ibunya. Kecuali kalau  usia si anak sudah mencapai usia mandiri, mungkin bisa ditinggal.
Karanganyar, 23 Januari 2016

Rabu, 20 Januari 2016

Memilih Tas Ransel Multifungsi Untuk Remaja Dinamis

Gambar 1. Tas ransel multifungsi
dok.pri
Setelah anak gadis saya (Faiq) beranjak remaja, dia menjadi mandiri dengan sendirinya. Saya sangat bersyukur karena pekerjaan saya lebih ringan. Banyak pekerjaan yang dulu saya kerjakan, sekarang berkurang karena Faiq bisa mengerjakan sendiri, seperti saat akan mudik.
Setelah memiliki adik (selisih umurnya 10 tahun), Faiq lebih mandiri. Faiq menyiapkan sendiri barang-barang yang akan dibawa mudik. Baju, perlengkapan mandi, dan kamera. Kalau dulu saya selalu menyiapkan pakaian dan perlengkapan lainnya lalu saya masukkan ke dalam travel bag. Sekarang tidak lagi! Faiq akan memasukkan barang-barang yang akan dibawa ke dalam tas ransel. Sejak kelas 7 SMP, Faiq sudah biasa bepergian dengan ayahnya tanpa saya. Faiq akan diantar ayah ke mana saja.
Tas ransel yang dipakai Faiq bepergian sebenarnya tas yang biasa dipakai untuk sekolah. Tas ransel tersebut memang cukup besar. Di samping berisi buku, tas ransel tersebut terdapat laptop dan kamera. Faiq biasa memotret di manapun dia berada, terutama di jalan. Pulang sekolah, sambil menunggu ayahnya yang masih di kantor, Faiq melakukan sesuatu terhadap kamera dan laptopnya. (Faiq bersekolah di sekolah tempat ayah mengajar olahraga)
Karena bawaan Faiq setiap sekolah banyak dan berat maka Faiq memerlukan tas ransel yang kuat. Saya dan suami cukup tahu kebutuhan Faiq. Kami tidak merasa sayang untuk membelikan tas yang berkualitas dengan harga mahal. Koleksi tas yang Faiq miliki cukup beragam. Oleh sebab itu Faiq bisa gonta-ganti tas setiap bepergian.
Faiq paling suka kalau diajak ayah ke desa, misalnya Tawangmangu, Ngargoyoso, dan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar. Kata Faiq pemandangan di tiga tempat itu amat indah. Demikian juga bila mudik ke Yogyakarta, Faiq sering diajak ke desa-desa. Kepergian Faiq ke tempat-tempat tersebut adalah mencari obyek/gambar yang menarik. Faiq termasuk anak yang dinamis, aktif dan anaknya simple.
Sekarang Faiq duduk di kelas X SMA. Karena Faiq termasuk gadis yang menyukai sesuatu yang simpel dan tidak ribet, maka bila bepergian baginya yang penting membawa tas ransel dan kamera. Pakaian yang dikenakan juga yang simpel. Celana panjang, kaos lengan panjang/kemeja lengan panjang dan berkerudung. Kadang saya membatin, bagi Faiq tas ransel dan kamera adalah benda yang tak boleh ditinggal.
Satu tahun yang lalu kamera digital yang biasa digunakan memotret hilang dicuri orang. Rumah kami kemalingan. Barang yang hilang adalah laptop dan kamera. Enam bulan kemudian laptop diketemukan sedangkan kameranya tidak ketemu. Sebulan yang lalu saya membeli kamera DSLR. Menurut saya Faiq wajib memiliki kamera untuk mendukung hobinya, fotografi. Kini, setiap diajak pergi ayah atau kegiatan di luar sekolah, Faiq selalu membawa satu paket tas ransel dan kamera.
Gambar 2. Laptop dan kamera perangkat fotografi
dok.pri

Faiq biasa diantar ayah membeli tas ransel di Solo. Faiq bisa sepuasnya memilih tas yang disesuaikan dengan karakternya. Ayah tidak segan mengeluarkan uang untuk membeli tas berkualitas. Tas ransel berkualitas denganharga terjangkau dan tetap berkelas adalah tas idaman remaja dinamis masa kini.
Tas berkualitas dengan harga terjangkau ini sekarang bisa kita dapatkan di online shop. Kelebihan berbelanja di online shop kita tidak memerlukan waktu yang banyak untuk mencapai toko dan memilih tas (kadang malah jadi bingung atau ragu-ragu). Pastikan tas ransel yang kita pilih adalah tas ransel multifungsi. Pilihlah warna dan model tas yang sesuai dengan karakter kita. Jangan sampai membeli tas hanya karena ikut-ikutan saja,. Satu tas bisa dipakai dalam beberapa kesempatan/kegiatan, sehingga tas benar-benar banyak memberikan manfaat.
Nah, kalau tas ransel yang dipilih multifungsi maka tiap kesempatan bisa dipakai. Akan tetapi kalau memiliki beberapa tas juga tidak dilarang kok.
Karanganyar, 20 Januari 2016

Senin, 18 Januari 2016

Mencuri Nangka Kala Abu-abu Putih

Gambar 1. Di Parangtritis KIRSTA
dok.Eri Ratmanto
Bicara masa remaja penuh bunga-bunga tak lain adalah masa SMA. Menceritakan masa SMA berarti saya harus mengingat-ingat beberapa peristiwa penting (untungnya saya dulu sudah suka menulis hal-hal penting), yaitu kenangan 28 tahun yang silam. Ahai, saya masuk SMA tahun 1987 dan lulus tahun 1990. Tapi saya tetap merasa masih muda, karena murid-murid saya juga bilang usia saya sekitar 30-an tahun. Hehe, masih imut ya.
Kelas 1, murid baru siap beradaptasi dengan lingkungan baru
Sudah umum kalau murid baru dikerjain kakak kelas. Dulu, tahun 1987 yang namanya plonconan sudah ada. Cuma kalau di sekolah saya dibatasi, tidak boleh ada kekerasan fisik. Itu karena di sekolah saya sepertinya yang diandalkan kemampuan berfikirnya.
Gambar 2. Anggota baru KIRSTA
dok.Eri Ratmanto.
Kegiatan baris-berbaris sepulang sekolah sampai hampir maghrib dilaksanakan selama hampir seminggu. Dibentak-bentak, ditegasi, diajak disiplin, membuat kami menjadi pribadi yang siap menerima segala macam tantangan dan rintangan. Hikmahnya kami bisa mandiri.
Setelah hampir satu bulan kami menyesuaikan diri dari seragam putih biru ke putih abu-abu, kami harus memilih ekstrakurikuler (ekskul). Saya memilih ekskul Kelompok Ilmiah Remaja atau KIR. Di SMA saya ekskul ini memiliki nama KIRSTA. Ketua KIRSTA adalah Mas Julius Eri Ratmanto. Dia hobinya memotret. (Dokumentasinya banyak banget)
Gambar 3. Pelantikan anggota KIRSTA
dok.Eri Ratmanto
Anggota baru KIR mengikuti banyak kegiatan. Setiap hari Jumat sore sampai maghrib kami berada di sekolah diberi tugas-tugas ringan tentang penulisan. Setelah beberapa minggu mengikuti kegiatan awal, kami pun dilantik resmi menjadi anggota KIRSTA. Hore… berhasil-berhasil.
Di KIR ternyata kegiatannya ada yang di dalam dan di luar sekolah. Kegiatan ke luar sekolah pertama yang kami ikuti adalah melihat lebih dekat proses pembuatan gerabah di Kasongan (Sentra industry gerabah). Kami hanya bersepeda saja ke Kasongan, sebab jarak antara sekolah dan Kasongan tidak terlalu jauh. Hanya beda kecamatan saja. Asyik banget bersepeda di pedesaan. Kiri dan kanan jalan yang terlihat hanya sawah. Udaranya sejuk.
Gambar 4. Kegiatan ke Kasongan
dok.Eri Ratmanto
Kegiatan ke luar berikutnya adalah ke Parangtritis. Sama seperti waktu di Kasongan, pas di Parangtritis kami juga dibagi menjadi beberapa kelompok. Kelompok jurusan Fisika, Biologi dan IPS. Ternyata seru sekali mengikuti ekskul KIR. Bayangan saya awalnya KIR itu serius, ternyata tidak. Di sini santai, banyak guyon, banyak diskusi tapi tidak berlebihan guyonnya.
Gambar 5. KIRSTA di alam
dok.Eri Ratmanto
Kelas 2, kehilangan teman akrab. Hiks-hiks, semoga khusnul khotimah
Kebetulan saya tidak masuk dalam kepengurusan OSIS jadi saya tidak ikut mlonco adik-adik kelas. Tapi gak papa, saya memang tidak tipenya orang aji mumpung. Bagi saya tak masalah. Biarlah teman-teman saya yang lain yang kebagian ngerjain adik kelas.
Gambar 6. Pulang dari Paris
dok.Eri Ratmanto
Saya masih bertahan dan tak berpindah ke lain ekskul. Saya tetap masuk KIRSTA. Di KIRSTA saya menjadi pengurus juga, Cuma saya itu orangnya enggak tegaan. Kalau ngerjain sampai habis-habisan rasanya kok gak manusiawi gitu. Jadilah di kepengurusan angkatan kami, KIRSTA tidak memberikan gemblengan yang membuat anggota barunya keder. Lebih focus ke tulisan saja.
Tapi sewaktu pelantikan anggota baru atau acara formal, anggota baru KIRSTA digiring (ah, enggak juga digiring. Mereka jalan sendiri) dari sekolah menuju jembatan Prapanca. Di bawah jembatan itulah diadakan pelantikan anggota baru.
Gambar 7. Di bawah jembatan Prapanca
dok.Eri Ratmanto
Anggota lama adalah siswa kelas 2 dan 3. Kemudian kelas 3 tidak aktif lagi mengikuti ekskul. Mereka focus mendalami materi untuk persiapan EBTANAS dan UMPTN. Ada beberapa siswa kelas 3 yang masih aktif. Mereka adalah pengurus lama.
Anggota KIRSTA yang juga teman sekelas saya (kelas 2 A1/jurusan Fisika) di antaranya adalah Gianto. Di kelas kami, Gianto adalah ketua kelas. Gianto termasuk aktif di kelas, di KIRSTA maupun OSIS. Dia memiliki cirri-ciri rambutnya keriting, kulitnya hitam, badannya tak terlalu tinggi, senyumnya manis. Gianto anak desa yang rajin, ke sekolah naik sepeda kebo alias sepeda onthel (dulu memang jamak memakai sepeda onthel).
Pada hari Jumat seperti biasa, sore hari jadwal ekskul KIR. Pulang sekolah sebelum jumatan Gianto minta izin pada saya,”Bil, aku nanti tidak ikut KIR lagi masuk angin.” (Bil, itu panggilan saya. Teman-teman memanggil saya dengan sebutan Ima Libil). Saya menjawab,”Nggak papa, cepat sembuh ya.”
Pagi harinya, ketika saya sampai sekolah mendapat kabar bahwa Gianto meninggal dunia. Innalillahi wa innailaihirojiun. Ada apa dengan Gianto? Bukankah kemarin minta izin pada saya tidak mengikuti KIR hanya karena masuk angin biasa? Ternyata bukan karena masuk angin! Gianto mengalami musibah. Dia tertabrak bis ketika mau pulang ke rumah membawa gerobak berisi gabah.
Ceritanya meskipun dalam keadaan sakit, Gianto tetap membantu orang tuanya menjemur gabah. Hari telah sore, Gianto membawa pulang gabah-gabah itu. Gabah-bagah itu diangkut dengan gerobak. Sayang, ada bis yang melintas dan Gianto beserta gerobaknya tersenggol.
Sempat dibawa ke rumah sakit tapi jiwanya tak tertolong. Kami, teman-temannya sangat kehilangan. Khusus kelas kami pelajaran ditiadakan karena kami diizinkan melayat (memberi penghormatan terakhir) di rumah almarhum Gianto.
Gambar 8. Gianto depan kiri
dok.Eri Ratmanto
Suasana duka menyelimuti rumah keluarga almarhum. Di kota, keranda yang akan membawa jenazah diberi roncean bunga melati, mawar dan kenanga. Tapi di desa sangat berbeda. Hanya bunga yang ada di sekitar kampung yang menghiasi keranda. Yang saya ingat adalah bunga sepatu.
Saya merasa kehilangan seorang sahabat yang supel, rajin dan ulet. Selamat jalan sahabat, semoga khusnul khotimah. Hiks-hiks (mewek saya waktu itu). Nggak nyangka umurnya pendek, malaikat maut sudah melaksanakan tugasnya terhadap Gianto.
 Kelas 3, anak-anak gak jelas kabeh
Dor, dor, tiba-tiba ada ledakan
Gambar 9. Kelas 3 Fisika
dok. Rosa Listyandari
Di kelas 2 dan 3, kelas kami tidak dekat dengan kelas yang lain alias pojok. Kami jarang berkomunikasi dengan siswa kelas lain. Kalau istirahat bertemu dengan siswa kelas lain saat baca Koran dinding alias kording atau pinjam buku di perpustakaan.
Karena jurusan kami adalah fisika maka pelajaran IPA yang kita pelajari jam pelajarannya banyak. Perasaan saya kok pelajarannya IPA melulu. Hehe plek-plek-plek (tepuk pipi sendiri), ini jurusan IPA non!
Paling suka kalau pelajaran pas praktek, seperti praktek kimia (hehe, akhirnya sekarang saya mengajar kimia juga). Pada suatu hari (halah, dongeng banget ini), kami melakukan praktek kimia. Materinya adalah logam-logam dan reaksinya. Ini yang kami sukai karena kami suka usil.
Topiknya adalah sifat logam natrium (Na). Setelah membaca teorinya lalu praktek. Ambil gelas kimia lalu tuangkan air sepertiganya. Berilah beberapa tetes indicator pp. Di atas air berilah kertas saring. Lalu ambil logam natrium dengan penjepit khusus. Pelan-pelan, taruh logam natrium di atas kertas saring. Tidak usah menunggu lama, langsung terdengar ledakan dorrr cukup keras. Semua kaget. Biarpun sudah baca teorinya ternyata kaget juga(dikerjain guru kimianya). Dan lihat airnya berubah warna menjadi pink (larutan yang terjadi bersifat basa). Oke, pelajaran usai akhirnya pulang. Dari lab sampai kelas Cuma cengengesan saja.
Pulang sekolah, kami pulang ramai-ramai, jalan kaki lewat jembatan Julantoro (sebelah selatan jembatan Prapanca). Saat berada di atas jembatan, Budi, teman saya menyuruh berhenti. “Kosek, mandheg sik.” Tiba-tiba dia mengeluarkan sesuatu dari tas lalu dilempar ke sungai. Dorrr. Oalah, ternyata buka ambil logam natrium. Cengengesan lagi.
Ini nangkaku, mana nangkamu?
Teman-teman saya yang mayoritas laki-laki memang pada keterlaluan usilnya. Yang benar-benar berkesan waktu pesta makan buah nangka.
Pak Bon (Tukang kebun), marah-marah. Dia merasa mencium aroma buah nangka dari kelas kami. Kebetulan kelas kami dekat dengan dapur sekolah. Pak Bon kan bikin minumannya di dapur, jadi akhirnya mencium bau nangka. Di sebelah kelas saya adalah kamar mandi. Dekat kamar mandi ada pohon nangka yang buahnya lumayan banyak.
Namanya juga anak suka iseng dan usil, salah satu buah nangka yang sudah tua dipetik teman saya. Rupanya Pak Bon merasa kehilangan buah nangka (mungkin buah nangkanya sudah dikasih nomor antri petik ya?). Beberapa hari menahan rasa, akhirnya Pak Bon melaporkan perbuatan kami (saya jadi ikutan kena) ke kepala sekolah.
Intinya, kami tetap bersalah telah mengambil buah nangka yang bukan milik kami (padahal milik sekolah, milik kami juga ya? #pembelaan). Kami harus minta maaf dan berjanji tak mengulang lagi. Dan buah nangka oleh Pak Bon diikhlaskan buat kami. Asyik… akhirnya makan nangka gratis. Horeee.
Sebenarnya ceritanya banyak ya. Cuma kalau nulisnya terlalu banyak, saya gak bisa menyiapkan materi mengajar kimia untuk esok hari.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway Nostalgia Putih-Abu yang diselenggarakan mbak Arina Mabruroh di blog arinamabruroh.com
Karanganyar, 18 Januari 2016

Minggu, 17 Januari 2016

Bahagia Itu Kalau Gak Punya Hutang

Inilah surat yang saya tujukan kepada Mas Saptuari Sugiharto:
Gambar 1. Ima dan Buku Kembali Ke Titik Nol
dok.pri
Assalamualaikum, mas Saptuari.
Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mendapatkan buku KKTN dengan sukses. Kalau saya hitung-hitung total waktu membacanya adalah dari pulang sekolah (jam 2 siang) sampai jam setengah sepuluh malam (dikurangi waktu shalat dan ngurus si kecil dan nampleki nyamuk yang gigit badannya). Kebetulan ada beberapa tulisan dari KKTN yang pernah saya baca lewat facebook.
Tentang buku tersebut pertama yang akan saya komentari adalah buku yang pas buat saya dengan gaya bahasa yang aku banget, gaya bahasa saya yang asli Yogya. Bahasanya renyah, cethar-cether, tanpa tedheng aling-aling, gak peduli dengan pembaca. Saya suka banget. Gampang dipahami, dicerna dan insya Allah sebagian sudah saya praktekkan.
Yang kedua : isinya membuat saya tambah membuka mata. Alhamdulillah saya sudah lama meninggalkan transaksi hutang/riba. Walaupun sampai sekarang masih berhubungan dengan bank (punya rekening bank murni untuk menerima gaji dan tunjangan sertifikasi, tidak untuk mengambil bunganya). Membuka rekening di bank untuk mengamankan uang, kalau disimpan di rumah was-was rasanya. Soalnya rumah saya berada di tengah sawah, tetangga terdekat berjarak dua pathok. Lingkungan tidak aman karena jauh dari tetangga. Pernah suatu hari kemalingan laptop (padahal rumah saya jelek), tapi sehari kemudian laptop saya sudah ada di tangan polisi!
Banyak hikmah yang bisa saya ambil dari testimony orang-orang yang meninggalkan riba. Saya bersyukur, suami saya juga ikut membaca. Semoga apa yang selama ini saya sampaikan tentang hutang dan menjauhi riba mengena di hati suami. Dan suami sepakat dengan ilmu tentang riba dan hutang serta menjauhinya.
Saya mau berbagi pengalaman berhutang dan bertransaksi dengan bank. Pertama kali saya mengambil hutang bank yaitu tahun 2002 ketika saya akan membangun rumah yanga akan saya tempati. Setelah lunas, saya tidak berhubungan dengan bank lagi. Tapi saya tetap hutang di koperasi sekolah untuk renovasi rumah.
Ketika hutang bank dan koperasi sudah lunas, ibu mertua saya sakit tumor limfa tahun 2008. Sebagai anak tertua, suami saya memiliki kewajiban untuk merawat ibu ( bapak mertua meninggal tahun 2006). Sebelum suami minta pendapat saya, saya justeru lebih dulu bilang pada suami bahwa hartamu semua adalah hak ibumu. Sudah menjadi kewajiban suami untuk membiayai pengobatan ibu. Kami tidak memiliki dana dan tak memiliki tabungan karena kehidupan kami biasa-biasa saja. Saya dan suami sepakat untuk mengambil hutang dari bank, untuk biaya pengobatan ibu mertua. Setiap 2 minggu sekali kami harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk kemoterapi. Kebetulan 3 adik suami dibebaskan (tidak dipaksa untuk patungan) memberi uang/tidak untuk pengobatan mertua.
Satu tahun berlalu, ibu mertua menjalani kemoterapi kurang lebih 10 kali. Ternyata tumor tersebut sudah mencapai stadium lanjut. Ibu mertua kelihatan sangat lemah. Saat itu bulan puasa, ibu dibawa ke rumah sakit. Hutang kami sudah banyak. Rencana suami mau mengambil hutang lagi di bank, tapi mendekati lebaran bank tutup libur cuti. Akhirnya suami meminjam uang di koperasi.
Setelah lebaran, ibu meninggal dunia. Uang koperasi masih utuh belum terpakai. Lalu uang koperasi dikembalikan dan tak memberikan jasa sedikitpun.
Tahun 2010, suami menerima tunjangan profesi (sertifikasi). Akhirnya pinjaman bank kami lunasi. Lega, plong! Setahun kemudian saya juga menerima tunjangan sertifikasi. Saat itu saya bilang pada suami untuk mendaftar ke tanah suci. Kata suami, dia ingin ke tanah suci bareng saya. Padahal uang kami hanya bisa untuk mendapatkan 1 porsi saja. Akhirnya kami sepakat untuk meminjam koperasi sekolah. Tahun 2012, kami mendaftar haji dan insya Allah berangkat tahun 2020.
Ketika kami sudah ada dana, pinjaman koperasi saya tutup, lunas. Ayem lagi gak punya hutang. Biarpun rumah selama 13 tahun ditempati hanya gitu-gitu tak ada peningkatan, tapi hati saya tenang. Meskipun saya dan suami hanya memakai motor lawas, kami syukuri. Allah sayang sama keluarga kami.
Suatu ketika saya disentil oleh teman kantor (sebut saja pak Sri). Katanya saya tidak mensyukuri nikmat. Lo, kok bisa? Iya bu, seharusnya rezeki yang diberi oleh Allah itu disyukuri dan ditunjukkan. Misalnya membeli kendaraan yang lebih baik. (hehe, suami saya dari tahun 1995 sampai sekarang memakai Yamaha alfa keluaran th 1993-an, suaranya memekakkan telinga trontong-trontong). Saya bilang, saya lebih tahu cara bersyukur untuk nikmat yang saya terima daripada sampeyan. Sampeyan tidak tahu apa yang saya lakukan dengan nikmat Allah yang saya terima. Setelah itu cep klakep, gak komen lagi.
Ada lagi yang bilang, wah garasinya gede… tinggal beli isinya. Herek-herek di bank langsung stang bunder. Saya jadi mikir, kok orientasi orang-orang kalau punya uang terus ujung-ujungnya punya mobil. Kalau gak punya mobil apa tabu? Saya dan suami cukup bahagia dengan 2 sepeda motor lawas. Masih senang ke mana-mana naik bus. Mudik harus berdesak-desakan dengan calon penumpang lain itu biasa.
Saya dan suami cukup hepi dengan kesederhanaan ini. Tidak punya hutang, bisa memberi sedikit gula dan teh untuk ibu dan bapak, bisa membelikan permen keponakan, bisa membawa nasi bungkus ke sekolah. Saya dan suami masih punya cita-cita, memiliki anak asuh di sekolah masing-masing ora ketang siji thok thil.
Saat ini memiliki sedikit uang untuk melunasi sisa ongkos naik haji yang belum terbayar. Semoga Allah secepatnya memanggil kami untuk menjadi tamu di tanah suci.
Dengan membaca KKTN, rasanya benar-benar disemangati lagi, dikompori dan dimotivasi untuk memberikan manfaat untuk orang lain. Terima kasih mas Saptuari, bukunya kerennnn banget!
Wassalamualaikum.
Karanganyar, 7 Januari 2016
Noer Ima Kaltsum-Guru Kimia- SMK Tunas Muda Karanganyar

Jumat, 15 Januari 2016

Terapi Kelereng Pasca Operasi Tangan Patah

Gambar 1. Sondokoro, sambil terapi
dok.pri
Sekitar 2 bulan yang lalu, Faiz (5 tahun 6 bulan) mengalami patah tulang tangan kiri (atas siku). Faiz menjalani operasi pada pagi hari. Setelah operasi keadaan Faiz sehat. Tangan Faiz dibalut perban elastis. Sore harinya, seorang perawat (terapis) datang. Saya tidak tahu namanya, sebut saja Mas Ahmad. Mas Ahmad mulai mengajak ngobrol Faiz. Mungkin karena takut atau malu, Faiz tidak mau menurut apa yang dicontohkan Mas Ahmad.
Gambar 2. Sebelum operasi
dok.pri
“Dik Faiz, tangan kiri digerakkan seperti ini.” Mas Ahmad membuka tutup jari-jarinya. Faiz diminta untuk membuka menutup jari-jarinya. Faiz mau memraktekkan. Alhamdulillah
“Dik Faiz, ikuti saya ya. Pegang hidung, mulut, telinga. Kalau tidak bisa dibantu tangan kanan.”
Ya Allah, belum mencoba Faiz sudah bilang sakit.
“Sakit, sakit Mama.”
Mas Ahmad berkata,”Ibu, bapak, nanti kalau di rumah tolong dibiasakan memegang hidung, mulut dan telinga. Kalau anaknya tidak mau atau bilang sakit, jangan dimanjakan ya. Tetap harus dipaksa supaya tangannya tidak kaku. Kalau nanti gerakan-gerakan tersebut tidak dilakukan tangannya bisa ceko (thuing, mendengar kata itu langsung saya membatin ah, mosok bagus-bagus kok ceko. Ya Allah berilah kemudahan buat anakku).
Gambar 3. Setelah operasi
dok. Nur Laely Roza
Selama dua minggu nanti memang gerakan yang dilakukan adalah memegang hidung, mulut, telinga, pundak. Tangan memang ditekuk, tidak boleh diluruskan. Supaya posisi tangan ditekuk selama dua minggu, maka tangan digendong.
Sampai di rumah, ternyata Faiz dengan kesadaran sendiri mau melakukan terapi. Saya tidak memaksa, biarlah dia melakukan semampunya. Dalam waktu dua minggu Faiz sudah bisa melakukan gerakan-gerakan minimal yang harus dilakukan sesuai anjuran terapis. Saat mandi, tangan/luka tak boleh dibasahi/kena air. Jadilah Faiz hanya dilap bagian atas. Sedangkan bagian bawah tetap diguyur air.
Gambar 4. Sondokoro
dok.pri
Dua minggu setelah operasi, Faiz melakukan kontrol ke rumah sakit. Kali ini perban elastis dilepas tetapi masih memakai gendongan tangan. Terapi yang dianjurkan adalah memindahkan benda misalnya kelereng dengan tangan kiri terutama memindah ke atas. Luka/tangan boleh kena air. Melakukan gerakan tangan secara bebas.
Tidak gampang ternyata sebab jari telunjuk Faiz kalau digerakkan masih sakit. Selain telunjuk masih sakit, telapak tangannya juga dingin, pergelangan tangan masih biru. Saya memotivasi Faiz. Ada satu hal yang saya syukuri, yaitu Faiz tetap mau makan dalam jumlah banyak.
Lama-kelamaan jari telunjuk bisa digerakkan dan tidak sakit lagi. Telapak tangan tidak dingin dan warna biru pada pergelangan tangan hilang. Faiz masih memakai gendongan tangan. Ketika saya amati, bila memakai gendongan tangan, Faiz bebas menggerakkan tangan kirinya. Tangan kirinya bekerja sama dengan tangan kanan tatkala bermain. Begitu kain gendongan dilepas, Faiz malah takut menggerakkan tangannya. Tangan kirinya ditekuk takut bergerak.  Ya sudah, terserah anaknya saja. Dia bisa mengukur kemampuannya. Kalau merasa nyaman gerakan terus berlanjut. Bila sakit, dengan sendirinya berhenti bergerak.
Selama sebulan terapi memindahkan kelereng ke tempat yang tinggi atau memindah benda-benda kecil dengan cara memungut (tidak gampang lo!). Saya juga menyuruh Faiz untuk melakukan gerakan senam ringan, tujuannya ingin tahu apakah tangannya sudah bisa diluruskan. Lagi-lagi saya tidak memaksa. Rupanya dengan kemauannya sendiri, lumayan bisa diluruskan. Untuk keberhasilan-keberhasilan yang dilakukan saya selalu memberikan acungan jempol lalu memeluknya seraya mengucapkan,”Alhamdulillah.”
Gambar 5. Terapi kelereng
dok.pri
Sebulan terapi kelereng, lalu kontrol lagi. Alhamdulillah, perkembangannya bagus. Ketika dirontgen lagi, hasilnya bagus. Kali ini terapinya agak berat. Memindahkan bola voli dengan cara melempar. Wah, saya tidak berani mengajari yang satu ini. Kebetulan sang Ayah yang guru olahraga di rumah ada bola voli dan bola sepak. Ini jatahnya sang Ayah.
Pagi hari, Faiz sudah teriak-teriak girang main lempar bola voli bersama Ayah. Alhamdulillah, ternyata semua berjalan dengan lancar. Kini saya tak lagi mencemaskan Faiz dalam keadaan tidur. Maklum, anak kecil tidurnya tak terkendali gerakannya. Apalagi kalau tidur tak mau diselimuti. Apa yang ada di sekitarnya, tanpa disadarinya dilemparkan begitu saja.
Matur nuwun sampun kersa pinarak. Mugi-mugi wonten manfaatipun tulisan punika.

Karanganyar, 15 Januari 2016

Minggu, 10 Januari 2016

Rezeki Kursi Panjang

Gambar 1. Meja dan kursi
sumber: dok.pri
Hari Kamis, 7 Januari 2016 kesabaran saya diuji. Faiz, anak saya kedua pulang dari penitipan anak ikut saya menghadiri pertemuan PKK di RT. Namanya juga ibu-ibu, wajib ikut PKK meskipun tidak wajib datang setiap pertemuan sebulan sekali.
Setelah selesai PKK, Faiz mulai rewel. Yang ditanyakan adalah ayah. Selalu saja begitu, Faiz dekat dengan ayah. Bila tak ketemu ayah terus rewel, permintaannya macam-macam. Saya tidak mungkin mengajak Faiz ke tempat ayahnya tenis, takut ada apa-apa. Maklum, tangannya belum sembuh betul. Pen yang masih tertanam di tulang, membuat saya merasa eman-eman.
Kalimat berikutnya yang selalu saya duga pasti keluar adalah,”telpon ayah. Ikut ayah.” Saya tidak menjawab. Semoga usaha saya berhasil. Dengan naik sepeda motor, saya ajak Faiz keliling kampung, lalu lewat jalan raya. Saya kenalkan nama-nama kampung/tempat yang kami lewati. Tempat-tempat tersebut biasa kami lewati. Saya mendengarkan ceritanya. Tak lupa untuk meyakinkan dia kalau saya perhatian banget dengan ceritanya, kadang saya tertawa dan menimpali ceritanya. Rupanya Faiz melupakan “telpon ayah” lagu wajibnya.
Satu kampung terakhir saya lewati, motor saya pelankan jalannya. Sampailah pada suatu jembatan. Sebelum menyeberang, saya melihat seorang penjual kursi dan meja. Penjual tersebut duduk di dekat jembatan. Saya berhenti lalu melihat-lihat barang dagangannya.
“Kursi atau meja, Mbak?”Tanya penjual meja-kursi.
“Kursinya berapa, Pak?”Tanya saya basa-basi.
“Seratus lima puluh ribu, Mbak.”
“Pitu-lima (tujuh puluh lima),”saya mulai menawar.
“Masih jauh, Mbak.”
“Sangang puluh. Nek entuk taktuku, nek ora ya rasida tuku,”
(Sembilan puluh. Kalau boleh saya ambil, kalau gak boleh ya gak jadi beli)
“Walah, Mbak. Uang seratus saja kurang sepuluh. Seratus, Mbak.”
“Saya nggak maksa kok Pak. Itu sudah pol, beberapa waktu yang lalu saya beli juga Sembilan puluh.”
“Mbak, dari tadi sudah ada 3 orang nawar 90 ribu tidak saya berikan. Ya, sudahlah sepertinya rezekiku cuma 90 ribu. Rumahnya mana, Mbak?”
“Nyeberang sini, Pak. Ada perumahan.”
Saya meninggalkan penjual meja kursi. Di belakang saya, penjual tersebut membuntuti. Akhirnya sampai di depan rumah. Penjual tersebut menurunkan dagangannya. Saya memilih. Sambil ngobrol-ngobrol.
Ternyata penjual meja-kursi tersebut orang Boyolali, sama seperti penjual kursi beberapa bulan yang lalu. Katanya, saya dibilang nawarnya bisa minim. Itu rezeki saya. Padahal 3 orang yang nawar sebelumnya tidak bisa membawa pulang kursi panjang. Dia juga cerita beberapa waktu yang lalu dagangannya diborong orang dengan harga tinggi. Tapi dia tetap bersyukur, dagangannya akhirnya ada yang membeli.
Sejak awal sudah disepakati harganya 90 ribu, saya juga tidak memberi lebih. Penjual kursi mengatakan dia akan akan menjajakan meja-kursi sampai malam, baru pulang ke Boyolali. Baginya mencari rezeki harus sabar. Saat itu menjelang maghrib. Setelah menurunkan dan menata kembali meja-kursi, penjual tadi pamit.
Semoga mendapat rezeki yang barokah, Pak. Perlu diketahui bahwasanya saya tidak membutuhkan kursi panjang. Di rumah sudah ada 2 kursi panjang untuk santai-santai. Sebenarnya tadi saya hanya iseng-iseng menawar. Kalau disepakati Alhamdulillah, kalau tidak ya tak masalah. E, ternyata boleh. Ya sudah, akhirnya saya bayar juga, murah lagi. Toh suatu saat saya juga membutuhkan.
Namanya juga barang murah, tentu kualitasnya di bawah standar. Akan tetapi saya juga memiliki kursi panjang yang sama kualitasnya, sudah 13 tahun menemani saya di rumah tengah sawah. Sampai sekarang juga masih bisa dimanfaatkan.
Karanganyar, 10 Januari 2016

Selasa, 05 Januari 2016

REZEKI NGEBLOG DAN REZEKI TERBIT DI MEDIA

Gambar 1. Icon Gunung Kidul (tempat selfi laris)
Sumber: dok. Faiqah Nur Fajri
Bagi saya, tahun 2015 terasa sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Setelah saya kembali menekuni dunia menulis, ada beberapa tulisan yang sempat menghiasi Koran/majalah. Akan tetapi untuk tahun 2015, tidak ada satu pun tulisan saya yang dimuat di Koran/majalah.
Minggu terakhir bulan Desember 2015, saya berharap naskah saya dimuat di salah satu dari dua Koran langganan. Ternyata tidak! Saya tetap menulis, karena menulis adalah pekerjaan saya selain mengajar. Saya menulis di blog, mengisi tulisan di www.soloensis.com dan di www.kompasiana.com/noerimakaltsum.
Meskipun tahun 2015, tulisan saya tidak ada yang tembus media tapi saya tetap semangat, sebab dua kali saya memenangkan lomba ngeblog yang saya ikuti. Hadiahnya alat ibadah dan 2 novel. Bagi saya, prestasi yang lain yang tetap saya banggakan adalah saya menjadi contributor beberapa buku (masih contributor).
Pada tahun 2015 pula, saya banyak mengenal teman/sahabat (sesama penulis) di dunia maya yang memotivasi saya dalam hal menulis. Pokoknya, tahun 2015 tidak ada yang sia-sia. Ternyata rezeki bukan hanya materi, rezeki itu maknanya luas sekali.
Minggu terakhir bulan Desember 2015, saya mendapatkan wangsit (ah, jangan berpikiran negative, ini bahasa gaul saya kalau di sekolah). Saya membuat cerita anak dengan tema tahun baru. Mumpung masih dekat/suasana tahun baru, moga-moga tulisan saya dimuat.
Selesai menulis yang hanya tiga halaman tak penuh, malam itu juga tanggal 29 Desember 2015, saya kirimkan naskah saya ke SOLOPOS. Bismillahirrohmannirrohim. Saya berharap, Mas Redaktur… tolong deh, lirik tulisan saya lalu dikedipi dan dimuat.
Hari Minggu, 3 Januari 2016 saya menyuruh Nok Faiq untuk membeli SOLOPOS. Begitu saya buka pada rubric Anak, judul cerpen itu….. Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah, sudah Kau kabulkan doa saya. Suami dan anak-anak saya tersenyum ikut senang.
Pagi itu saking bahagianya, saya langsung nulis status. Pecah telur! Terharu saya, karena perhatian teman-teman penulis (IIDN Solo) kok luar biasa (padahal tulisannya hanya biasa). Ternyata memang kami, anggota IIDN Solo saling memotivasi dan memberi dukungan satu sama lain.
Malah ada seorang teman yang saya kenal di dunia maya (domisili Jawa Timur), sekarang sedang melaksanakan Praktek Lapangan di Thailand, juga memberikan motivasi. Rasanya gimana gitu (sedikit berlebihan).
Saya tak pernah menyerah, seperti awal menulis tahun 1989 (kelas 2 SMA), tetap menulis meskipun hanya satu dua yang dimuat. Saya tak akan menyerah dan saya tetap menulis karena saya penulis. Kalaupun saya tidak menulis di media paling tidak saya penulis RPP dan power point yang akan saya gunakan untuk pembelajaran. Ya, minimal menulis di blog untuk berbagi dan menulis status yang bermanfaat.

Karanganyar yang dingin setelah hujan deras disertai petir dan kilat, 5 Januari 2016