Rabu, 31 Agustus 2016

Hujan di Hari Terakhir Bulan Agustus

dok.pri
Hujan di Hari Terakhir Bulan Agustus
Bagaimanapun hujan merupakan anugerah. Suka maupun tak suka, hujan tetap turun meskipun awalnya panas terik. Bahkan udara semalam yang cukup panas mampu membuat keringat terus mengucur, hujan tak peduli. Dan saya juga mensyukuri. Mengapa demikian? Sebab ladang belakang rumah memerlukan air untuk pengairan.
Pagi tadi, udara cukup panas. Siang, sinar matahari cukup terik. Alhamdulillah, saya tidak lemas atau pusing hanya karena udara panas. Sebelum pulang sekolah, ada penawaran makan siang di rumah makan dekat sekolah. Sebenarnya saya sangat berminat. Tapi tiba-tiba angin berhembus dengan kencang.
Mendadak langit gelap. Saya memutuskan untuk langsung pulang karena tak membawa jas hujan. Apalagi saya memiliki tugas menjemput Nok Faiq dan Thole. Bagi saya apalah arti makan siang gratis dibandingkan keutamaan saya sebagai Ibu untuk menjemput anak-anak.
Saya berpamitan untuk segera pulang. Sampai di rumah hujan. Bres! Tak terlalu hujan turun, tapi cukup  membasahi ladang. Agenda berikutnya adalah menjemput Dhenok dan Thole.
Gerimis kembali datang, lumayan untuk menghilangkan panas. Hujan di hari terakhir bulan Agustus ini memang tak biasa. Tak biasa karena biasanya tak ada hujan di bulan Agustus. Tak ada hujan di malam tirakatan 17 Agustus. Tak ada hujan hingga akhir bulan.
Semoga mulai besok, September benar-benar ceria. Tapi kalau masih ada hujan, ya tak apa. Semoga hujan membawa kebaikan dan berkah.

Karanganyar, 31 Agustus 2016

Minggu, 28 Agustus 2016

Aktivitas Yang Bisa Dilakukan Bersama Anak-anak

Alat Menjahit
dok.pri
Aktivitas Yang Bisa Dilakukan Bersama Anak-anak
Tiap libur sekolah atau saya tak mengajar, saya menyempatkan diri ke pasar. Entah itu sendirian maupun bersama Nok Faiq. Baik sendirian maupun dengan Nok Faiq, saya harus memasang kaca mata kuda. Maklum, simbok-simbok kadang tergoda imannya untuk membeli sesuatu yang bukan kebutuhannya.
Hari ini saya dengan Nok Faiq berada di pasar. Los yang kami tuju adalah los ikan segar. Ceritanya Nok Faiq berbaik hati mau menggoreng ikan lele buat dia dan Thole Faiz. Setelah membeli lele, tak lupa mampir membeli nugget dan sosis. Nugget dan sosis ini biasa digoreng untuk sarapan.
Belanjaan kami tak terlalu banyak sebab belanjaan kemarin masih ada yang bisa untuk dimasak. Sebelum pulang saya menyempatkan diri ke Toko Alat Jahit-Menjahit. Saya ingin menyiapkan kebutuhan untuk menjahit seperti benang, jarum, spul, sekoci, mata nenek (alat bantu untuk memasukkan benang ke dalam lubang jarum), dan kain lapisan. Kali ini saya menyiapkan semua itu agar bila saya membutuhkan saya tak perlu repot mencari.
Selesai transaksi, saya menuju toko sebelahnya, untuk membeli keranjang pakaian. Alhamdulillaah, berkat kaca mata kuda, saya berhasil menekan pengeluaran pagi ini. Dan saya harus segera pulang sebelum tergiur membeli sesuatu yang tak bermanfaat.
Sampai di rumah, Nok Faiq siap menggoreng ikan lele. Saya membuat sop ikan lele. Dahulu, ketika kecil, Nok Faiq suka makan dengan sop ikan kakap. Karena yang ada lele, jadilah saya memasak sop lele saja. Sampai sore hari, sop habis dan lele gorengnya tinggal duri dan kepala. Thole juga suka makan lele.
Ketika malam telah tiba, saya sudah bersiap untuk menjahit tangan celana Thole yang sobek. Aktivitas seharian ini sukses. Dan yang paling membuat saya bahagia adalah Thole sama sekali tidak rewel. (Thole senang sekali, hari diajak Ayah ke kebun teh Kemuning dan lewat Hutan Karet Ngargoyoso).

Karanganyar, 28 Agustus 2016

Sabtu, 27 Agustus 2016

Siswa dan Alumni Yang Selalu Menginspirasi

Ini sukunku
dok.pri
Siswa dan Alumni Yang Selalu Menginspirasi
Beberapa waktu yang lalu, saya dikirimi pesan oleh lulusan sekolah tempat saya mengajar. Katanya dia mau bersilaturahmi ke rumah. Saya mempersilakan hari Sabtu untuk datang. Kebetulan hari Sabtu saya ada janjian dengan siswa kelas XI, XII di rumah.
Sudah lama rumah tak dikunjungi siswa saya maupun siswanya suami. Jadi, hari Sabtu ini sangat pas kedatangan tamu dari 3 angkatan. Semoga pertemuan dengan siswa-siswa dan alumni membawa berkah, amin.
Tiga orang alumni datang lebih dahulu, sekitar jam 10.00 WIB. Dua orang dari ketiganya memakai setelan hitam putih. Rupanya mereka pulang dari tes wawancara. Sedang yang satu libur kerja. Seperti biasa, mereka makan nasi dengan lauk seadanya. Setelah itu kami terlibat dalam obrolan yang menarik. Pembicaraan kami seputar pekerjaan.
Setelah azan Dhuhur, anak-anak kelas XI dan XII datang. Ada sekitar 10 orang. Jadi, hari ini tamu saya 13 orang. Sama dengan kakak kelasnya, siswa-siswa saya yang datang ini tanpa sungkan segera menyantap yang saya hidangkan.
Saya sangat bersyukur, dari mereka saya banyak belajar. Belajar sabar dan berbagi. Tidak sia-sia saya menggoreng tempe dan membuat sambal kecap yang hohah. Celoteh mereka, gelak canda, tawa mereka, membuat saya ikut bahagia. Bahagia saya sederhana, cukup dengan hiburan kedatangan anak-anak, siswa-siswi saya.
Dari mereka keluar cerita tentang kehidupannya, keluarganya, pergaulannya, cita-cita, masa depan dan banyak hal. Semoga kelak mereka menjadi orang yang sukses dan tetap sholeh dan sholehah. Dan ketika rezeki sudah mereka dapat, tidak lupa untuk menyisihkan buat orang tuanya.
Setelah cukup waktu bersilaturahmi, mereka mohon diri dan pulang. Ada satu hal yang menjadi perhatian saya, yaitu tentang sukun. Salah satu dari siswa saya berhasil mendapatkan 2 buah sukun. Sukun yang sudah matang, semoga barokah ya mbak. Meskipun pohon sukun berbuah banyak, tapi saya jarang menikmati. Biasanya ada tetangga atau teman yang menginginkan. Bagi kami tak masalah.

Karanganyar, 27 Agustus 2016

Jumat, 26 Agustus 2016

3 Alasan Seseorang Menjadi Guru

Belajar di lab komputer
dok.pri

3 Alasan Seseorang Menjadi Guru
Jangan membayangkan guru yang dimaksud di sini adalah guru yang selalu memakai seragam resmi, berkantor di tempat tertentu dan berada di depan kelas atau laboratorium. Sederhana saja, guru adalah pendidik (bukan sekedar mengajar).
Seorang Ibu adalah guru bagi anak-anaknya. Bahkan sekarang seorang Ibu bisa mengajar dan mendidik anak-anaknya di rumah melalui home schooling. Tak hanya Ibu, Ayah pun bisa menjadi guru bagi putra-putrinya.
Ada beberapa alasan seseorang mau menjadi guru, 3 di antaranya adalah:
1.      Beramal jariyah
Mengajar dan mendidik, sampai akhirnya anak mengamalkan ilmu yang diperolehnya, maka guru mendapatkan pahala. Kalau guru terus-menerus mengajar dan mendidik dan siswanya semakin banyak maka Insya Allah pahala terus mengalir. Siswa sebagian besar mengambil manfaat dari ilmu yang didapat dari gurunya.
2.      Terus belajar menambah ilmu
Guru akan menambah pengetahuannya dengan cara membaca. Memabaca buku, membaca pengalaman orang lain dan menambah ilmu dari belajar dengan orang lain. Sebelum menyampaikan ilmu, guru akan belajar dengan cara menambah ilmu yang baru. Ilmu pengetahuan selalu berkembang. Guru tidak mungkin hanya statis dan monoton. Guru akan bergerak secara dinamis dan kreatif. Guru dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman.
3.      Tidak mudah lupa
Membaca dan menulis adalah proses untuk memperkecil ilmu hilang begitu saja. Setelah membaca dan menulis, maka ilmu yang dimiliki dan disampaikan. Semakin sering ilmu disampaikan, maka guru semakin ingat dengan ilmu yang dimilikinya. Menyampaikan materi, ilmu pengetahuan yang sama, dilakukan secara berulang-ulang maka guru akan semakin hafal dengan ilmu yang dimilikinya. Dengan sering menyampaikan ilmu, maka guru tidak mudah lupa.   
Demikianlah, 3 alasan seseorang memutuskan menjadi guru. Bila Anda akan menambah alasan lagi, silakan saja. Semoga bermanfaat.
Karanganyar, 26 Agustus 2016

Kamis, 25 Agustus 2016

Manfaat Mesin Jahit Bagi Ibu Rumah Tangga

Manfaat Mesin Jahit Bagi Ibu Rumah Tangga
Saya mulai menjahit (artinya benar-benar bisa menjahit baju pas dikenakan di badan) sekitar tahun 2001. Waktu itu saya mengikuti kursus menjahit. Sebenarnya bukan kursus, melainkan belajar menjahit.
Pelajaran pertama menjahit adalah menggambar pola (sampai bosan, tiap bertemu guru menjahit Cuma menggambar pola). Lantas dilanjut membuat baju/rok (sederhana) dengan perbandingan tertentu. Akhirnya saya membuat baju/rok dengan ukuran sebenarnya. Kala itu saya menggunakan mesin jahit Ibu mertua.
Sampai beberapa tahun, saya memakai mesin jahit Ibu. Akhirnya saya membeli sendiri. Bukan mesin jahit baru, melainkaan setengah pakai. Alhamdulillah, dengan memiliki mesin jahit, saya bisa membuat pakaian sederhana. Dengan catatan pakaiannya tidak memakai saku dalam dan tidak memakai krah. Sebenarnya kalau mau mencoba, tentu saya bisa. Tapi saya ingin yang praktis saja.
Saya membuat baju khusus untuk saya dan Dhenok. Tidak menerima pesanan jahitan untuk orang lain. Tidak menerima pesanan jahitan untuk suami dan kaum Adam. Bukan saya sombong, saya cukup tahu diri. Kemampuan saya sekedar menjahit pakaian untuk saya kenakan sendiri (kalau Dhenok sekarang bisa memakai karena ukuran baju hampir sama). Kalau untuk orang lain, saya takut tidak bisa jadi bajunya. Hehe maklum bukan penjahit professional.
Celana panjang dan rok, saya buat yang praktis tidak memakai retsleting melainkan pakai elastik. Kalau ada yang mudah kenapa harus memilih yang repot? Tapi beneran loh, saya bisa memasang retsleting dengan manis. Bisa memasang ban pinggang dengan sukses.
Saya memanfaatkan mesin jahit untuk berbagai keperluan. Contoh membuat sprei, sarung bantal, menjahit pakaian yang sobek, menjahit sarung dan lain-lain. Menurut saya, tak ada ruginya memiliki mesin jahit. Tak sia-sia saya mengeluarkan uang untuk membeli mesin jahit.
Bagi saya mesin jahit adalah benda yang “wajib” saya miliki. Apalagi sekarang Thole membutuhkan celana panjang yang banyak. Sejak sekolah di pondok, Thole belajar membiasakan diri memakai celana panjang, termasuk bila bepergian. Sekarang jarang mengenakan celana pendek  Kalau beli celana panjang kan mahal. Mending membuat sendiri yang praktis, yaitu celana panjang berelastik. Ternyata mesin jahit sangat bermanfaat bagi Ibu rumah tangga seperti saya.
Semoga saya bisa mengembangkan ketrampilan menjahit saya. Saya memang orang yang sederhana, buat baju juga yang sederhana. Itu sesuai banget dengan pribadi saya (halahhh, apa karena tidak bisa menjahit yang rumit? Kira-kira begitu jawabannya).

Karanganyar, 25 Agustus 2016

Rabu, 24 Agustus 2016

Melatih Disiplin dan Kebiasaan Tertib

Melatih Disiplin dan Kebiasaan Tertib
Sesekali saya membaca artikel yang mengupas tentang pendidikan ala Finlandia dan disiplin ala anak-anak Jepang. Kali ini saya tidak akan membandingkan pendidikan ala Negara luar dan disiplin ala Negara luar juga. Cukup ala Indonesia, karena Indonesia adalah negeri yang berbudaya.
Di rumah tetangga saya sering digunakan untuk mengaji Ibu-ibu. Dahulu pengajian ini khusus untuk belajar membaca Al Quran dengan metode Iqro. Setelah menyelesaikan Iqro lalu belajar membaca Al Quran (ayat-ayat Al Quran). Sekarang malah belajar qiroah.
Ada yang menarik dari berkumpulnya Ibu-ibu pengajian ini, yakni mereka duduk lesehan. Dengan demikian sandal yang dikenakan harus dilepas di depan pintu.  Sandal-sandal tersebut sudah tertata rapi. Tapi ada seseorang yang siap lebih merapikan lagi. Sandal-sandal tersebut ditata dihadapkan ke luar. Kalau pengajian selesai dan Ibu-ibu akan pulang, mereka tinggal memakai tanpa membalikkan sandalnya lebih dahulu.
Selain di rumah tetangga saya, di sebuah sekolah SMP di Kabupaten Sukoharjo juga menata sepatu siswa-siswi dengan rapi. Siswa-siswi wajib shalat berjemaah di masjid. Sepatu milik siswa-siswi ditata rapi menghadap ke luar. Meskipun murid yang akan shalat berjemaah banyak, tapi mereka tertib sekali.
Semua itu memerlukan proses. Melatih disiplin dan tertib tidak hanya memerlukan 1-7 hari saja melainkan berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Dari kebiasaan baik itulah akan diikuti adik kelas berikutnya.
Itu saja penataan sepatu dan sandal tanpa rak sandal/sepatu. Seandainya tersedia rak sandal/sepatu, saya yakin akan lebih rapi lagi. Oleh sebab itu biasakan anak-anak untuk merapikan sandal dan sepatunya. Mengajak anak menata rapi sandal/sepatu dengan cara memberikan teladan. Insya Allah anak akan terbiasa.
Kalau kebiasaan baik ini belum bisa dilakukan anak-anak, sebagai orang tua kita harus  bersabar.
Karanganyar, 24 Agustus 2016

Selasa, 23 Agustus 2016

Serahkan Pada Ahlinya

Serahkan Pada Ahlinya
Mengajar materi pelajaran Pencemaran Lingkungan sebaiknya diserahkan pada guru yang berkompenten. Bila ada guru yang lebih menguasai materi pelajaran itu, sebaiknya diserahkan saja pada ahlinya.
Memang, setiap orang bisa menyampaikan materi. Tapi guru yang memiliki kompentensi materi Pencemaran Lingkungan, lebih tepat menyampaikan materinya.
Pencemaran Lingkungan bisa dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang merasa  memiliki kompentensi di dalamnya pasti akan berusaha menguasai materi tersebut.
Kita memang harus tahu sedikit-sedikit tentang banyak hal. Tapi kita harus menguasai (tahu banyak) tentang sedikit hal (spesialis). Dengan tahu banyak tentang spesialis kita, maka kita tak akan keliru dalam penyampaiannya (meminimalkan kekeliruan).

Karanganyar, 23 Agustus 2016

Minggu, 21 Agustus 2016

Pedagang Bensin Eceran Tak Terlihat Lagi

Di SPBU, pembelian bensin dengan jerigen tidak dilayani. Pedagang bensin eceran jelas yang dirugikan (kata mereka lo). Tapi katanya ada pengecualiannya, khusus untuk petani boleh membeli bensin dengan wadah jerigen (dilayani).
Lantas pedagang eceran jelas rugi dong. Dulu beli botol-botol dan jerigen kecilnya kan mahal. Keuntungan penjualan bensin selama ini belum bisa menutup modal pembelian wadah bensin ecerannya.
Mau tidak mau, suka tidak suka mereka hanya bisa pasrah. Ya sudah nggak jualan bensin eceran lagi. Nah, pengguna sepeda motor dan mobil yang biasa beli di pedagang eceran karena tak mau repot ke SPBU jadi ikut kena dampaknya. Bahkan kalau tiba-tiba di jalan kehabisan bensin, harus nyurung alias mendorong motor karena SPBU jauh.
Yang banyak mengeluh adalah warga yang tinggal di pedesaan. Di desa tidak ada SPBU. Orang-orang mengandalkan pedagang bensin eceran. Wah, kasihan ya. Pedagang eceran kasihan gak bisa jualan lagi. Konsumen juga kasihan, harus ke kota untuk mendapatkan bensin.
Sebenarnya pedagang eceran juga bisa membeli bensin kok. Seperti yang dilakukan oleh seseorang yang tak saya kenal. Di depan rumah saya ada dua orang laki-laki, mereka membawa 2 jerigen besar (isi 30-an liter). Mobil espas siap memuntahkan bensinnya. Dipindah ke jerigen  besar tadi. Itu yang punya mobil, la kalau gak punya mobil nrimo wae-lah. Ora dodol bensin eceran meneh.
Karanganyar, 21 Agustus 2016

Sabtu, 20 Agustus 2016

Rokok Linting Dhewe Dampak Kenaikan Harga


Rokok Linting Dhewe Dampak Kenaikan Harga
Mengapa saya tiba-tiba mau menulis tentang rokok? Ya, hanya pingin nulis saja. Yang lagi hangat beritanya adalah wacana kenaikan harga rokok yang cukup fantastis. Dengan kenaikan harga rokok ini, ada pihak tertentu yang bertepuk tangan tapi di sisi lain ada yang mbesengut. Saya tak perlu menyebutkan pihak-pihak yang saling bertolak belakang (tepuk tangan vs mbesengut).
Kalau ditanya bagaimana tanggapan saya tentang kenaikan harga rokok tadi? Jawaban saya sederhana saja: biasa! Orang yang dekat dengan saya yang mengkonsumsi rokok adalah saudara (kandung dan ipar). Suami saya sendiri bukan perokok. Seumur-umur hidup saya mengenal suami sejak tahun 1995, baru sekali saya melihat suami merokok (tahun 1995, baru kenal beberapa hari, waktu itu belum jadi suami).
Waktu itu, merokok hanya untuk gaya-gayaan saja. Biar tidak terasa kaku suasananya. Dan mungkin untuk menghilangkan rasa grogi saja. Waktu itu dia bilang suka saya. Ceileeee. Saya yang memang ceplas-ceplos bilang, “kamu gak pantas pegang rokok. Orasah nggaya. Ngomong wae apa. Nek ditolak yo wis.” Dan waktu itu saya menolak. Huwaaa.
Kembali ke masalah kenaikan harga rokok. Mungkin bagi perokok, kenaikan harga rokok sangat berpengaruh dalam kehidupannya. Apalagi bagi perokok berat. Walah-walah, bisa thekor hidup ini. Saya kurang tahu alasan mereka, para perokok yang sulit menghentikan kebiasaannya.
Tapi sudahlah, tak apa. kalau harga rokok naik, bisa juga kok disiasati dengan membuat rokok sendiri. Tinggal membeli tembakau dan cengkeh serta kertas. Untuk alat pembuat rokok bisa dibuat sendiri. Kalau kertas rokok tak ada bisa diganti klobot kulit jagung.
Rokok bagi sebagian orang merupakan sumber inspirasi. Setiap kepulan asap hasil hisapan, mengeluarkan ide-ide cemerlang. Hahaaa, ini buat pujangga dan penulis. Tapi tidak setiap pujangga dan penulis begini lo (maksudnya tidak semua pujangga dan penulis adalah perokok).
Ya, kenaikan harga rokok ini perlu dihadapi dengan hati yang tabah. Kalau mau hemat, salah satu solusinya adalah rokok tingwe (rokok nglinting dewe). Tapi kalau mau berhenti merokok, itu juga bagus sekali. (Halo kakak tertua…..).

Karanganyar, 20 Agustus 2016

Jumat, 19 Agustus 2016

Karnaval Merdeka Kabupaten Karanganyar 2016

Di Panggung Kehormatan
dok.Budiarso
Karnaval Merdeka Kabupaten Karanganyar 2016
Rangkaian kegiatan memperingati Hari Kemerdekaan RI tahun ini, sekolah tempat saya mengajar mengikuti karnaval. Karnaval diselenggarakan hari Jumat, 19 Agustus 2016. Mengambil start dari Alun-alun Karanganyar dan finish di Taman Pancasila.
Sebenarnya sehari sebelumnya ada karnaval tingkat kecamatan. Kebetulan sekolah tidak mengikuti karena di sekolah acaranya sangat padat. Selain itu, hari Kamis kemarin mempersiapkan untuk karnaval hari ini.
Saya dan suami, kebetulan di sekolah memiliki tugas masing-masing. Pokoknya saya pasrah bongkokan, si kecil saya percayakan pada suami. Maklum, kami tak memiliki asisten rumah tangga, sedangkan Taman Penitipan Anak khusus hari ini juga tidak buka sampai sore. Kakak hari ini mengikuti les tambahan.
Mau tidak mau Faiz harus ikut ayahnya. Saya percaya, suami luwes bisa momong Faiz sambil menjalankan tugas dari sekolah. Sip, semoga semua berjalan dengan lancar. Tugas suami adalah mengambil gambar alias sebagai fotografer.
Saya dan rombongan berada di alun-alun. No urut peserta karnaval adalah 30. Saya asyik mengobrol dengan teman-teman. Tiba-tiba salah seorang teman saya memanggil saya dan memaksa saya untuk mengikutinya. Batin saya, apaan nih?
Ternyata saya diberi kejutan oleh teman-teman saya. Karena nanti ada sendratari kilat yang akan diperagakan di depan Panggung Kehormatan, maka diperlukan mobil becak yang digunakan untuk membawa soundsistem. Di becak tersebut saya lihat si kecil Faiz duduk manis, bahagia sekali.
Saya kaget, kok Faiz bisa di sini? Ternyata kontingen sekolah suami menyiapkan diri di depan masjid tepat di depan mobil becak sekolah saya. Tiba-tiba suami muncul langsung mengambil gambar pertemuan saya dengan Faiz.
Akhirnya teman-teman saya mengizinkan Faiz duduk manis di mobil becak. Alhamdulillah, saya dan suami bisa berdua langsung terlibat menjaga Faiz tanpa meninggalkan tugas dari sekolah. Saya lihat Faiz sangat suka. Bahagianya saya memang sederhana, yaitu bisa membahagiakan Faiz tanpa keluar uang. Padahal untuk menyewa mobil becak muter alun-alun biasanya membayar lima ribu rupiah. Sore ini Faiz naik mobil becak dari alun-alun menuju taman lalu ke sekolah, tidak perlu keluar ongkos alias gratis.
Saya tetap bisa mengambil gambar tanpa diganggu Faiz. Suami juga bisa leluasa memotret. Alhamdulillah, kontingan sekolah suami dan sekolah saya sampai finish belum terlalu sore. Semoga kegiatan karnaval hari ini membawa berkah, amin.
Sekali Merdeka Tetap Merdeka

Karanganyar, 19 Agustus 2016. 
SMP N 2 Karanganyaar
dok.Budiarso
SMK Tunas Muda Karanganyar
dok.pri

Kamis, 18 Agustus 2016

Mapan Secara Ekonomi Itu Relatif

dok.pri
Mapan Secara Ekonomi Itu Relatif 

Menjadi orang tua dan bekerja itu harus
Mapan adalah bentuk relativitas keadaan ekonomi

Bila saya tak sependapat dengan orang lain tentu boleh
Bagi saya, saya dan suami harus mapan (dalam artian relative)
Agar anak-anak tidak ikut susah

Tapi anak-anak kita harus belajar banyak hal
Contoh menahan lapar, menahan emosi, sabar, suka sedekah
Berbakti, bekerja sama, mandiri, berempati
Bukan berarti kalau orang tua mapan lantas anaknya tak tahu diri

Namun bila Anda mengatakan anak-anak harus tahu susahnya orang tua
Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, silakan saja
Agar mereka bisa menghargai jerih payah orang tua


Karanganyar, 18 Agustus 2016

Minggu, 14 Agustus 2016

10 Pedagang Keliling Kampung Favorit

Pedagang siomay dan pembeli
dok.pri
Menurut pengamatan saya dalam kurun waktu yang lama, sebagian besar pedagang keliling di kampung/perumahan adalah mas-mas dan bapak-bapak. Memang ada beberapa yang ibu-ibu dan mbak-mbak. Beberapa mas-mas dan bapak-bapak, pedagang keliling menurut pantauan saya adalah :
1.      Pedagang sayur di pagi hari
Ada sekitar 5 orang pedagang sayur keliling kampung/perumahan yang sering saya lihat. Kelima mas-mas tadi memiliki jadwal sendiri. Mereka mejajakan dagangan antara pukul 05.30 - 09.00. Pedagang sayur ini mengendarai sepeda motor, di jok belakang ditempatkan bronjong/keranjang tempat dagangan. Biasanya pembeli tinggal ambil dan bayar barang yang dibutuhkan. Misal, cabai, bawang putih, bawang merah dan lain-lain sudah dibungkus plastik kecil-kecil.
Untuk lauk, daging ayam, lele, ikan, tahu dan tempe, juga sudah dalam wadah kemasan tertentu. Kerupuk, rambak dan lain-lain juga sudah dikemas dalam wadah ukuran tertentu.
2.      Pedagang bubur ayam
Sebelum jam setengah enam, pedagang bubur ayam sudah memanggil konsumen dengan cara memukul piring memakai sendok. Bubur ayam ini dalam satu porsi berisi bubur, suwiran ayam, kuah opor, sedikit kecap dan sambal (bagi yang menginginkan pedas). Dengan tambahan kerupuk ala kadarnya, menyantap bubur ayam jadi nikmat sekali.
3.      Pedagang siomay
Pedagang siomay biasanya keliling perumahan bila sore hari. Mas pedagang siomay ini kalau pagi sampai siang hari mangkal di Pasar Jungke. Siomay ikan dengan harga terjangkau. Kalau memakai telur utuh, satu porsi siomay sekarang harganya tujuh ribu. Bila tak memakai telur, berapapun kita beli juga dilayani. Siomay ikan yang dijajakan mas-mas tadi berisi tahu putih, kentang, pare, kubis, siomay ikan.
4.      Pedagang bubur kacang ijo
Pedagang bubur kacang ijo memanggil konsumen dengan cara memukul mangkuk. Kedatangan pedagang bubur kacang ijo ini sekitar jam 09.00-10.00. Bubur kacang ijo ini juga bisa dicamput dengan ketan hitam dan bubur mutiara. Tinggal konsumen/pembeli memilih bagaimana.  
5.      Pedagang bakso kuah
Jangan membayangkan bakso kuah seperti bakso pada umumnya dijual dengan porsi besar. Bakso kuah ini hanya melayani porsi amat kecil. Baksonya juga kecil-kecil. Kalau pembeli tidak membawa wadah sendiri, maka pedagang membungkus memakai plastik. Harganya murah saja, antara 2000-3000.
6.      Pedagang es krim
Kalau es krim ini yang dijual sama dengan yang dijual di toko-toko. Harganya sedikit lebih mahal dibanding harga di toko.  
7.      Pedagang es potong
Pedagang es potong keliling biasanya menjajakan dagangannya dengan gerobak kecil roda tiga seperti becak. Es potong dengan beberapa rasa misalnya coklat, santan, durian, kacang ijo. Harga satu potong es adalah 2000. Sedangkan bila utuh harganya sepuluh ribu.
8.      Pedagang susu murni
Susu sapi murni dijajakan pada pagi dan sore hari. Biasanya pelanggan sudah memesan, jadi pedagang tinggal mengantarkan pesanan. Konsumen harus memanaskan dan menambahkan gula (menurut selera) sebelum diminum. Selain susu murni yang belum diberi rasa, ada juga susu murni dalam cup. Susu murni dalam cup kecil seharga 2500 rupiah. Ada rasa vanilla, coklat dan stroberi.
9.      Pedagang tahu bulat
Tahu bulat, digoreng langsung di mobil, harga lima ratusan. Pedagang tahu bulat mengendarai mobil. Ada 2 orang di mobil, sopir dan petugas yang menggoreng tahu.
10.  Pedagang mie ayam
Pedagang menjajakan dagangannya mengendarai sepeda motor. Pedagang mie ayam keliling perumahan pada sore hari. Tapi sekarang jarang lewat, hanya kadang-kadang saja. Mungkin karena sudah banyak pilihan makanan yang akan disantap, jadi konsumen bebas memilih jajanan kesukaannya.
Pedagang keliling di atas yang masih beroperasi berkeliling menjajakan dagangannya di perumahan dekat rumah saya. Tuhan Mahakaya, para pedagang tersebut semua mendapatkan konsumen/pembeli.
Karanganyar, 14 Agustus 2016

Jumat, 12 Agustus 2016

Faiz Saat Hari Pramuka di Bumi Perkemahan

Kemah di rumah
dok.pri
Faiz Saat Hari Pramuka di Bumi Perkemahan
Sore ini, Faiz ikut ayah ke bumi perkemahan, Delingan, Kabupaten Karanganyar. Saya tidak ikut serta sebab saya harus menjemput kakak Faiq yang mengikuti les tambahan. Biasanya, ayah pulang ke rumah setelah Isya’. Istirahat di rumah sebentar lalu kembali ke buper lagi.
Tepat satu tahun yang lalu, saya dan Faiz ikut di buper sejak sore. Ayah menyiapkan semuanya untuk murid-muridnya, terutama menyiapkan lampu penerangan. Giliran saya mengikuti Faiz ke mana dia melangkah. Saya khawatir, meskipun buper terang tetap saja situasinya lain.
Tiba-tiba Faiz rewel, mulai minta yang aneh-aneh. Memang di buper banyak pedagang yang berjualan makanan dan minuman. Saya tidak terbiasa membelikan Faiz jajanan di keramaian. Tujuannya agar Faiz tidak sering minta jajan bila bepergian.
Memang Faiz tidak minta makanan dan minuman, dan inilah anehnya. Faiz menunjuk suatu arah. Katanya tempatnya terang, ada penjual mainan. Saya bilang gak ada. Taapi dia tetap ngotot. Padahal yang ditunjuk bukan tempat yang terang benderang. Dan saya berusaha mengikutinya.
“Itu tempat yang gelap, Le.”
“Mama ki lo. Itu ada penjualnya, yang membeli juga banyak.”
“Mana? Nggak ada.”
Saya mengikuti langkahnya. Lalu saya bilang dengan tegas. “Faiz, itu tempatnya gelap. Gak ada pedagangnya.”
“Tadi di sini ada rame-rame. Ada yang membeli jajanan.”
Faiz saya pegang, lalu saya gendong.
“Faiz, dengarkan mama. Ini tempatnya gelap. Faiz bilang terang. Yang terang sebelah sana.”
Saya menunjuk tempat yang terang. Ada banyak pedagang yang menjajakan dagangannya.
“Ah aku salah, Ma.”
Saya lega. Ternyata tidak seperti yang saya duga sebelumnya. Saya takut Faiz bisa melihat “sesuatu” lagi seperti ketika masih kecil.
Akhirnya, saya harus membelikan minuman untuk Faiz. Agar dia tak rewel lagi. Ketika saya ceritakan kejadian barusan pada suami, suami tersenyum.
“Gak papa. Maksudnya Faiz barangkali mau menunjuk tempat orang jualan makanan dan minuman. Nah karena saking banyaknya orang, saking banyaknya tempat yang terang, saking banyaknya suara dan pengeras suara itulah yang membuatnya bingung,”kata suami.
00000
Hari ini saya sempat khawatir, Faiz dan suami belum juga pulang. Pikiran saya, kalau di jalan nanti mengantuk terus bagaimana? Saya mengirim pesan lewat sms. Sms tidak dibalas, tidak sampai 10 menit kemudian, suara sepeda motor masuk garasi terdengar. Alhamdulillah, mereka sudah sampaai rumah.
Faiz saya ajak tidur. Setelah istirahat sebentar, suami pamit akan ke buper lagi. Semoga selamat sampai tujuan. Sebenarnya saya kasihan pada suami. Tiap ada kegiatan sekolah/kecamatan selalu kurang istirahat. Tapi suami selalu menenangkan saya,”Namanya juga bekerja. Sudah dibayar Negara, ya harus bertanggung jawab.”
00000
Karanganyaar, 12 Agustus 2016

Rabu, 10 Agustus 2016

Agustina Purwantini dan Dunia Menulisnya

Tokoh Inspiratif
Agustina Purwantini dan Dunia Menulisnya
Agustina Purwantini dan saya
dok.pri
Kali ini saya akan mengangkat Tokoh Inspiratif yang tak pernah kehabisan ide. Sengaja saya menuliskan Tokoh Inspiratif ini karena saya bisa bertemu secara langsung dengan beliau. Saya bisa mendapatkan info tentang beliau langsung dari sumbernya. Memang pertemuan itu tidak dimaksudkan secara khusus untuk wawancara.
Tanggal, 3 Juli 2016, setelah pulang dari bersilaturahmi di rumah sahabat SMA, saya mendapatkan pesan lewat sms dari mbak Agustina Purwantini. Kurang lebih bunyinya: mbak kapan silaturahmi ke rumahku?
Mbak Agustina adalah teman yang saya kenal di dunia maya. Awalnya saya mengenal di komunitas IIDN Yogyakarta (lewat FB) tetapi saya belum pernah bertemu. Maklum saya belum pernah mengikuti kopdar di IIDN Yogyakarta. Selain bertegur sapa lewat komen di FB, ternyata kami juga berhubungan lewat Blog. Alhamdulillah, setelah berbasa-basi, saya jadi tahu ternyata rumah mbak Agustina  tidak jauh dari rumah orang tua saya di Yogyakarta. Rumah saya di Dukuh, Gedongkiwo sedangkan mbak Agustina di Bugisan (dekat sekali).
Hari itu saya ingin mewujudkan pertemuan yang sudah lama saya agendakan. Bismillah, singkat cerita bersama 2 anak saya yang imut-imut saya meluncur ke rumah mbak Agustina. Tidak terlalu sulit mencari rumah mbak Agustina, dan kami bertemu layaknya dua sahabat yang telah berpisah sekian lama. Padahal ini adalah pertemuan pertama kami. Masya Allah, dunia ternyata begitu sempit setelah ada kemajuan teknologi.
Pertemuan pertama diawali dengan membicarakan komunikasi kami lewat FB dan aktivitas kami masing-masing di blog. Oleh karena saya menulis blog kebanyakan berisi tentang gaya hidup dan cerita kehidupan sehari-hari, dengan mudah mbak Agustin menyimpulkan bahwa yang saya tulis benar-benar apa adanya.
Dari obrolan santai di bulan puasa itu, saya dapat menarik kesimpulan bahwa mbak Agustina Purwantini adalah orang yang tak pernah kehabisan ide. Tulisan-tulisan yang saya baca dari blog beliau, tulisannya sederhana sekali tapi inspiratif. Ada saja yang ditulis. Diam-diam saya jadi tahu kalau beliau hobi nonton bola.
Sekelumit tentang mbak Agustina Purwantini yang saya ambil dari buku beliau dengan judul : JANGAN BERSEDIH.
Agustina Purwantini laahir dan besar di Winong, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Beliau mengenyam  pendidikan dari TK hingga SMA di kota kelahirannya sendiri. Setelah beliau menamatkan SMA, beliau melanjutkan kuliah di Universitas Gajah Mada di Fakultas Sastra.
Sejak di bangku  sekolah dasar, beliau sudah mulai menulis walaupun masih kurang intens dan tidak begitu produktif. Tapi sejalan dengan pertambahan usia  dan perkembangan situasi-kondisi hidup, dunia tulis-menulis semakin diakrabinya.
Selain menulis  untuk madding dan majalah sekolah, sejak SMA mulai berani mengirimkan tulisan ke media massa. Tulisan-tulisannya sempat dimuat di beberapa majalah dan Koran.
Selepas kuliah beliau sempat menjadi editor di sebuah penerbitan di Yogyakarta. Kini setelah tak lagi jadi editor, beliau lebih focus menyusun buku-buku popular  dan memperdalam ilmu menulis, khususnya buku-buku agama. Lebih dari 15 judul buku yang sudah terbit.
Pengalaman menulis saat kuliah dan dimuat di Koran Kedaulatan Rakyat, membuat beliau ketagihan menulis dan terus menulis. (Spesialis Sungguh-sungguh Terjadi, katanya begitu).
Mbak Agustina, sudah menelurkan banyak karya. Tapi beliau orangnya super baik dan tidak sombong (memuji nih, karena sudah dapat bingkisan buku dari beliau). Gaya bicara mbak Agustin sepertinya hanpir sama dengan saya, ceplas-ceplos. Suasana pertemuan itu penuh dengan keakraban.
Kami juga bercerita seputar kegiatan di IIDN Solo dan IIDN Yogyakarta. Tidak lupa, kami ngrumpi tentang sahabat-sahabat saya di IIDN Solo. Saya colek satu persatu ya, halo : mbak Candra, mbak dokter Istiati, Uti Astuti, mbak Nurhas, mbak Hana, mbak Arinta, dan mbak Zu. Untuk yang lain saya perkenalkan, yang saya sebut mbak Arinta, mbak Puji, mbak Zaki, mbak Rozee, bu Yuni, mbak Nurul. Dan yang lain, maaf kalau saya lupa nggak menyebut. Mbak Agustina mengenal kakaknya mbak Candra yaitu mbak Cahyaningrum.
Untuk blogger yang dia kenal, dia menyebut Pakde Abdul Cholik. Katanya Pakde itu produktif banget. Salut dia dengan produktivitas Pakde (Pakde, jangan tersipu ya. Dan mohon maaf, puasa-puasa gini kok kami ngrasani (dari Yogya ngrasani Negeri Jombang. Sungguh, kami membicarakan yang baik-baik loh)
Dari Jawa Timur, yang kami bicarakan dan menjadi sumber inspirasi adalah Bapak Ngainun Naim. Terima kasih Pak Ngainun atas ilmu yang ditularkan melalui medsos dan buku. Satu lagi, mahasiswa IAIN Tulungagung yang juga produktif menulis, saling bertegur sapa. Dia mbak Eka Sutarmi yang baru saja pulang dari Negeri Gajah Putih. Masya Allah, ternyata menimba ilmu tidak selalu antara guru dan murid bertatap muka. Dan inilah buktinya!
Mbak Agustina terus belajar menulis dari beberapa penulis yang dikenal, baik dikenal di dunia nyata maupun di dunia maya. Sekarang belajar tak perlu repot. Bisa kita sesuaikan waktu dan tempatnya.
Menurut mbak Agustina, dunia penulis adalah dunia yang penuh dengan misteri. Bahkan penulis dianggap orang asing yang tak memiliki apa-apa. Ada juga yang menganggap penulis sebagai pengangguran. Kadang penulis juga diremehkan. Tapi beliau tak pernah peduli dengan apa yang diomongkan mereka kepadanya. Mungkin orang lain tidak memahami dunia penulis. Dunia mbak Agustina adalah yang aneh dan unik. Biarkan saja mereka bicara apa, menurutnya yang penting beliau tetap menulis dan bisa berbagi manfaat untuk orang lain.
Sayangnya pertemuan kami hanya sebentar saja. Maklum si Thole merengek-rengek mengajak pulang saja. Pertemuan ini ditutup dengan pemberian buku dari mbak Agustina untuk saya. Terima kasih mbak, semoga bermanfaat. Insya Allah kita bertemu lagi. Sebelum pulang, mbak Agustina kedatangan tamu anggota IIDN Yogyakarta, bernama mbak Yosi. Saya sempat berkenalan dengan mbak Yosi. Akhirnya saya meninggalkan rumah mbak Agustina.

Karanganyar, 10 Agustus 2016 

Selasa, 09 Agustus 2016

Kalau Sekolah Full Day Siapa Yang Bantu Aku Jualan?


Kalau Sekolah Full Day Siapa Yang Bantu Aku Jualan?
Berbincang-bincang ringan di ruang piket. Berita yang lagi hangat adalah wacana Full Day School. Sekolah seharian ini tujuannya membentuk karakter. Masih sebatas wacana : untuk diterapkan di SD dan SMP. Awalnya memang tidak diberi keterangan mendetail. Tapi akhirnya ada penjelasan tentang full day school ini dari Pak Mentri.
Saya dan beberapa sahabat guru juga ingin mengungkapkan argument. Dan, saya rangkum beberapa keberatan tentang full day ini:
1.      Sekolah gratis tingkat SD dan SMP. Akankah gratis juga kalau full day? Kalau kemudian membayar, pasti banyak yang keberatan.
2.      Kalau sekolah regular, pulang sekolah makan siang di rumah. Makan dengan menu seadanya. Nah, kalau full day, tentu saja menyiapkan dana untuk makan siang di sekolah (bila disediakan sekolah). Kalau membanwa bekal dari rumah, tentu orang tua akan memberikan menu yang special/istimewa (pengeluaran bertambah)
3.      Ada beberapa orang tua yang tetap ingin mengasuh anaknya sepulang sekolah (regular) karena mereka ada waktu untuk bersama anak-anak. Berbeda dengan bagi orang tua yang sibuk.
4.      Bagi orang tua yang kehidupannya/tingkat ekonomi rendah, mereka membutuhkan anak-anak untuk membantu melakukan pekerjaan. Di Karanganyar, banyak anak yang membantu orang tuanya membuat bata, genteng, mencari rumput dan lain-lain. Sebagian lagi membantu memasak/menyiapkan dagangan yang akan dijual di rumah/warung lesehan.
5.      Kalau anak lelah atau capek, pasti tidak mau belajar lagi di rumah
Saya dan sahabat guru sependapat, full day bisa dipilih orang tua sesuai kebutuhan. Selama ini sudah ada sekolah terpadu (full day) dan regular. Kalau orang tua yang membutuhkan full day, ya silakan anaknya disekolahkan di full day school. Kalau orang tua menginginkan anaknya bisa bantu-bantu momong adiknya,  memasak, membungkus nasi untuk dijual, mencetak dan membakar bata, silakan menyekolahkan anaknya ke sekolah regular.
Sebenarnya madrasah pertama kan Ibu. Jadi, Ibulah (dan Bapak) yang berperan membentuk karakter anak.
Yang setuju full day school sumangga, yang ingin sekolah regular juga tidak masalah kok.

Karanganyar, 9 Agustus 2016

Senin, 08 Agustus 2016

Katanya Anak Adalah Harta Paling Berharga

Mereka Tak Ternilai
dok.pri
Katanya Anak Adalah Harta Paling Berharga

Katanya, anak adalah harta paling berharga. Nilainya tak bisa ditukar dengan apapun. Itu katanya. Tapi kesibukan orang tua kadang membuat anak tak dihargai. Orang tua lebih asyik dengan pekerjaannya, hobinya, dan rekan-rekannya.

Kalau memang anak sangat berharga, lebih penting dari segalanya maka tinggalkan segera lembur-lembur, hobi dan rekan-rekannya. Berkumpul, bercanda dan bercengkeramalah dengan anak-anak. Mereka membutuhkan kehadiran orang tua dengan segera dan tak bisa ditunda.


Karanganyar, 8 Agustus 2016

Minggu, 07 Agustus 2016

Luangkan Waktu Untuk Saudaramu

Bersama dik Aufi
dok.pri
Luangkan waktu untuk berkumpul dengan saudaramu.
Kita terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan dan berkumpul dengan orang lain.
Tapi kita tak pernah ada kesempatan berkumpul dengan saudara sendiri.
Luangkan waktu untuk berkumpul dengan saudaramu.
Merekalah kelak yang akan kita harapkan bisa berkumpul di surga.

Karanganyar, 7 Agustus 2016

Sabtu, 06 Agustus 2016

Ide Faiz Memindahkan Barang dengan Skateboard

Ide Faiz Memindahkan Barang dengan Skateboard
Banyak permainan tanpa gadget yang masih saya lakukan untuk mendampingi Thole, 6 tahun. Sejak kecil Thole (ketika itu 3 tahun)  suka dengan aktivitas mengikat barang. Thole belum banyak bicara, cenderung diam. Dua tempat duduk plastik kecil (bahasa jawanya: dhingklik), diikat dalam artian disambung. Beberapa mobil-mobilan, truk, juga disambung dengan cara diikat dengan tali rafia atau tali plastik.  
Sampai sekarang aktivitas mengikat barang-barang ini menjadi perhatian besar saya. Lebaran tahun ini, Thole minta papan luncur (skateboard). Waktu itu kami sedang mudik. Saya dan suami bertanya, Thole lihat di mana kok tiba-tiba minta papan luncur. Katanya, dia melihat ketika diajak puter-puter keliling kota Yogya.
Jelas tidak mungkin membeli papan luncur di Yogya. Soalnya akan kesulitan membawanya. Kami mudik PP naik sepeda motor. Bahkan ketika pulang, saya justeru ditinggal di Yogya. Suami, Dhenok dan Thole balik duluan.
Sampai di rumah, saya kaget. Thole bermain papan luncur. Papan luncur digunakan untuk membawa barang-barang. Tentu saja tumpukan buku, dan mainannya diikat kuat dengan tali rafia di atas papan luncur. Ada yang diikat dengan cara disambung bagian belakangnya. Di bagian lain papan luncur diikat dengan tali plastik. Rupanya dia tahu bahwa membawa barang dengan papan beroda lebih ringan dan lebih gampang.
Sampai sekarang, Thole lebih tertarik bermain tali-temali dibanding yang lainnya. Tentang bermain dengan tali yang terakhir adalah membuat ketapel (plintheng). Ternyata bermain dengan tali lebih asyik daripada bermain gadget.

Karanganyar, 6 Agustus 2016