Tampilkan postingan dengan label keluarga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label keluarga. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Maret 2023

Saya Sependapat Saat Suami Lebih Mengutamakan Ibunya




Pasangan suami istri di dalam keluarga biasanya satu sama lain memiliki kata sepakat. Seandainya ada perbedaan pendapat, keduanya akan mencari jalan tengah. Bukan yang satu mengalah dan yang lain menang. Namun, jalan keluar itu berupa kesepakatan bersama. Dengan mempertimbangkan banyak hal akhirnya "tumbu dapat tutupnya" alias klop.

Saya dan suami juga demikian. Selalu ada diskusi bila terdapat perbedaan. Misalnya, cara mendidik anak dan bagaimana "menjadikan" anak agar bisa menjadi saleh dan salehah. Tentu bukan hal yang mudah agar anak bisa manut miturut dhawuhe Gusti Allah. Sebab, seperti anak pada umumnya, ada celah ngeyel sehingga harus ekstra dalam mendidik kedua anak saya.

Kalau ada orang tua yang bangga karena anak-anaknya manut-manut, itu tidak membuat saya iri. Sebab, saya anggap mereka tidak ada tantangan menghadapi anak. Hahaha, aslinya saya juga pingin kedua anak saya manut-manut. Yang terjadi tidaklah demikian.

Setelah tahu ilmunya dan banyak belajar agama, ternyata mendidik anak itu kudu diiringi dengan ikhtiar dan banyak berzikir. Berdoa agar anak-anak dilembutkan hatinya, dilindungi di mana pun mereka berada, dan yakin sudah aman rezekinya hari ini. 

00000

Saya termasuk anak penurut dibandingkan dengan saudara yang lain. Sepertinya, suami juga kategori anak penurut sejak kecil. Hal itu saya ketahui saat ngobrol dengan saudara dan kerabat dari bapak dan ibu mertua. Jadi, saya dan suami ibaratnya tumbu entuk tutup. Hehe. 

Karena sudah klop sejak awal, maka saya tidak pernah mempengaruhi suami dalam hal "negatif" buat keluarganya. Bahkan saya mendorong suami untuk menomorsatukan ibunya. Saya tidak pernah perhitungan bila suami memberikan berlebihan untuk ibunya sebagai bakti. Sebab, setelah nafkah untuk anak istri telah cukup, untuk siapa lagi harta anak laki-laki kalau bukan untuk ibunya?

Apakah berarti saya tidak memperhatikan ibu saya sendiri? O, tidak! Saya memiliki penghasilan sendiri. Saya bisa memberikan harta saya untuk siapa saja dan saya mengutamakan untuk ibu. Suami mendukung dan tidak protes.

Setelah bapak dan ibu mertua meninggal, saya dan suami fokus memperhatikan bapak dan ibu. Prinsipnya, kami telah sepakat ingin masuk surga lewat pintu "bakti pada orang tua" dan mendoakan orang tua. Bapak dan ibu saya dalam keadaan sehat. Mereka senang bila saya, suami, dan anak-anak datang menjenguknya. 

00000

Sabtu, 05 November 2022

Cara Cepat Merapikan Rumah



Cara cepat merapikan rumah adalah dengan cara segera melakukan aksi dan tidak menunda. Sebab dengan aksi maka satu pekerjaan telah dikerjakan dan beban akan berkurang. Pertanyaannya, sebaiknya dari mana memulai pekerjaan. Dari mana saja tidak masalah. Merapikan rumah tidak memerlukan teori njlimet.

Saya cenderung akan merapikan kamar terlebih dahulu. Lalu membereskan ruang tamu, ruang keluarga, dan terakhir dapur. Namun, kadang urutannya sesuai selera. 

Saya mengakui bukan orang yang sempurna. Kadang ruangan telah rapi dibuat berantakan oleh anggota lainnya. Saya tidak perlu marah dan tidak ngomel. Kalau mau merapikan ya tinggal melakukan. Kalau lagi malas kerja dua kali, ya saya biarkan. 

Lebih baik saya hemat energi. Yang penting rumah tidak seperti kapal pecah. Giliran ada saudara yang mau datang, tentu saja saya punya jurus cepat merapikan rumah. 

Yang penting ruang keluarga, dapur, dan kamar mandi siap digunakan. Ruang keluarga dibuat lega dengan cara lantai diberi karpet untuk lesehan dan tidak ada benda di atas karpet kecuali meja dengan kaki pendek.

Peralatan makan bersih semua. Pakaian kotor dimasukkan ke dalam mesin cuci. Kamar mandi hanya ada tempat air, gayung, dan peralatan mandi. Handuk dijemur.

Dengan seperti itu, hemat energi dan tetap rapi meski hanya sementara. 

00000

Minggu, 27 Mei 2018

KELUARGA IDEAL DI DALAMNYA IDEAL SEMUA

Keluarga ideal, di dalamnya terdapat suami, istri, anak dan keadaan rumah yang ideal. Istri ideal adalah istri yang pandai, cantik, sholehah, bekerja keras, sabar, bisa melayani suami dan anak-anak secara memuaskan. Suami ideal adalah pemimpin sholeh, kaya, mampu secara finansial, ganteng, menarik, pandai, dan menyayangi keluarga. Anak ideal adalah anak yang penurut, ganteng/cantik, pandai, sholeh dan sholehah.

Bila anggota keluarga keadaannya sama seperti tersebut di atas berarti keluarga tersebut adalah keluarga ideal. Saya ingin memiliki keluarga semacam itu tapi apa daya, kriteria tersebut tidak kami miliki semuanya. Kami tidak memiliki keadaan yang sempurna persis di atas. 

Meskipun keadaan kami tidak seperti kriteria di atas, setidaknya kami berusaha untuk menjadi ideal. Bila ada keluarga yang demikian, saya salut. Saya tidak sempurna, suami tidak sempurna dan anak-anak juga tidak sempurna, seperti kriteria di atas. 

Alhamdulillah, dengan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing kami, ternyata bisa saling melengkapi dan menyempurnakan. Yang penting bagi kami adalah tujuan kami adalah sama, yaitu mencari ridha-Nya.  

Kami berusaha untuk mewujudkan keluarga ideal tapi kenyataannya keluarga kami adalah riel begini adanya.

Rabu, 20 September 2017

Ayo Makan Telur dan Daging Ayam


Ayo Makan Telur dan Daging Ayam

Untuk memenuhi gizi, kita wajib mengkonsumsi makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna. Kalau tidak ada alergi dalam tubuh kita, kita dianjurkan mengkonsumsi telur dan daging ayam. Mengapa pilihannya jatuh pada telur dan daging ayam? Sebab telur dan daging ayam harganya relative lebih murah dibanding komoditi lain yang memiliki kandungan protein yang dimilikinya.

Bagaimana kalau alergi terhadap kedua komoditi tersebut? Sebaiknya memang dihindari,tapi akan lebih baik kalau dikonsultasikan kepada ahli gizi atau dokter terlebih dahulu.  


Ayo makan telur dan daging ayam. Karena protein yang terkandung di dalamnya kita butuhkan. Untuk sehat ternyata tidak perlu mahal. 

Sabtu, 09 September 2017

Mahalnya Nikmat Sehat


Harta paling berharga yang saya miliki adalah dua anak saya, Dhenok dan Thole. Dengan segala cara, saya akan berusaha sedekat mungkin dengan mereka. Kalau sekarang saya harus mengikuti jam sekolah lima hari sekolah, itu artinya saya bisa bertemu dengan anak-anak pada sore hari.
Si kecil (Thole) pulang sekolah sebelum jam sebelas. Oleh karena itu, saya harus menjemput si kecil terlebih dahulu lalu saya antar ke Taman Penitipan Anak. Bila sore telah tiba dan saya sudah selesai mengajar maka saya akan menjemput si kecil. Biasanya, saya memberikan perhatian lebih besar pada kegiatan makan siang dan sore.
Demikian juga kalau Dhenok sudah pulang sekolah, pertama kali yang saya tanyakan (sesudah shalatnya) adalah makannya. Kalau sudah bertemu dengan keluarga dan ngobrol di samping rumah, saya perhatikan fisik anak saya. Lesu atau bugarkah, mengantuk atau segarkah, sehat atau sakitkah? Mengapa ini menjadi perhatian saya? Sebab kekhawatiran saya bisa berlebihan kalau anak-anak sakit.
Kekhawatiran saya sama dengan kekhawatiran kedua orang tua saya ketika saya kecil sering sakit ringan. Kekhawatiran yang lumrah, tapi sebagian orang mengatakan berlebihan. Ada alasan mengapa saya khawatir dengan kondisi anak-anak ketika sakit. Intinya, saya merasa diberi amanah oleh Allah. Saya akan merawat sekuat tenaga.
Saya pernah merasa bersalah ketika Dhenok (waktu itu 2 tahun, tahun 2002) mengalami muntah secara berlebihan dan masuk rumah sakit. Ketika Dhenok kelas X SMA, dia harus menjalani operasi tumor bibir (bahasa orang awam yaitu kutil di bibir). Si kecil saat masih bayi keluar masuk (opname) rumah sakit sampai 4 kali. Ketika TK menjalani pemasangan dan pelepasan platina karena tangannya patah.
Dengan demikian, saya ekstra hati-hati menjaga kedua anak saya. Jangan sampai sakit! Agar tetap sehat maka saya benar-benar memperhatikan makannya.
Pagi tadi saya mencetak buku rekening di bank yang ada di rumah sakit. Selesai mencetak burek, saya bergegas meninggalkan ruang tunggu. Saya melihat seseorang, sepertinya saya pernah mengenalnya. Saya ragu-ragu, mau menyapa atau membiarkan orang tersebut pergi. Rupanya, orang tersebut juga ragu (sempat melihat saya dan menghentikan langkahnya).
Dengan keberanian saya, saya memanggil orang tersebut yang berjalan di depan saya.
“Mas, apakah panjenengan dulu sekolah di Tunas Muda?”
“Iya, buk.”
“Saya, Bu Ima.”
Setelah berbasa-basi, akhirnya saya tahu Mas Larno murid saya itu anaknya sedang dirawat di rumah sakit. Anak Mas Larno berumur 2 bulan (masih imut sekali), di lehernya ada benjolan. Karena Mas Larno kelihatan buru-buru maka saya tidak banyak bertanya.
“Semoga adik cepat sembuh, Mas Larno.”
“Matur nuwun doanya, Bu.”
Laki-laki muda itu berlalu meninggalkan saya. Lidah saya kelu, sampai di tempat parkir mata saya berkaca-kaca. Saya jadi ingat ketika kedua anak saya dipasang infus lalu saya harus menggendong dan jalan-jalan karena mereka rewel.
Nikmat sehat, begitu mahal harganya. Maka bersyukurlah, jangan kufur. Kalau kita sudah diberi banyak nikmat, limpahan rezeki, anak yang sehat, keluarga yang bahagia berkecukupan, lalu “Nikmat manakah yang kamu dustakan?”
Tulisan ini hanyalah sarana mengingatkan diri sendiri agar selalu syukur nikmat.
Karanganyar, 9 September 2017

Selasa, 29 Agustus 2017

Berbahagialah Wahai Orang tua yang Bisa Mengantar Dan Menjemput Anak Sekolah


Selama dua hari, saya memiliki tugas untuk mengantar dan menjemput si kecil. Padahal pada hari-hari biasa, tugas saya hanya menjemput saja. Yang mengantar si kecil ke sekolah adalah Ayah. Namanya juga berbagi tugas. Selama 3 hari, Minggu – Selasa, suami mengikuti diklat ke Semarang.
Hari Senin dan Selasa pagi hari saya mengantar si kecil ke sekolah. Saya bersyukur karena tidak ada jurus rewel. Setelah mengantar si kecil, saya langsung menuju sekolah tempat saya mengajar.
Ketika waktunya si kecil pulang sekolah, waktu saya memang luang sehingga bisa menjemput si kecil. Sengaja saya minta pada teman saya bagian kurikulum, untuk mengatur supaya saya bisa menjemput anak tanpa meninggalkan tugas saya mengajar.
Pukul setengah sebelas, jadwal si kecil keluar dari kelas. Namun, kadang-kadang tidak tepat waktu. Ada kalanya lebih dari pukul setengah sebelas, si kecil belum pulang. Saya sabar menunggu daripada terlambat sampai  di sekolah si kecil. Kalau si kecil keluar duluan, dan saya belum sampai sekolah, biasanya si kecil diajak teman suami ke sekolah suami.   Teman suami juga menjemput anaknya. Sebelum pulang, teman suami membelikan jajanan terlebih dahulu. Nah, di sini saya tidak enak hati. Kalau saya yang menjemput, si kecil tidak neko-neko minta macam-macam. Paling-paling saya belikan bola-bola telur atau martabak manis.
Begitu si kecil keluar dari pintu gerbang dan menghambur pada saya, si kecil bertanya,”Mami sudah lama menunggu?”
Biarpun sudah lama menunggu, saya akan menjawab,”tidak terlalu lama.”
Si kecil tahu kalau saya berbohong sebab jok sepeda motornya panas sekali. Hehe.
Si kecil langsung saya antar ke Taman Penitipan Anak (TPA). Di TPA, si kecil sudah merasa seperti di rumah sendiri. Akhirnya saya kembali ke sekolah. Setelah selesai mengajar, saya atau suami menjemput si kecil.
Mengantar dan menjemput anak sekolah merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan. Ternyata tidak semua orang tua bisa melakukan hal itu. Banyak dari orang tua yang merasa kehilangan moment berharga ini. Saya dan suami tidak menyia-nyiakan kegiatan kecil ini.
Waktu mengantar dan menjemput anak sekolah ternyata sangat diharapkan dan dinantikan anak. Ketika saya terlambat menjemput, si kecil merasa gelisah. Ketika saya sudah datang, si kecil merasa bahagia dan bercerita dengan manja.
Di rumah, si kecil akan bercerita pengalaman berharganya selama di sekolah dan di TPA. Bahagianya si kecil sangat sederhana, ketika dia bisa dekat dengan orang tuanya.
Karanganyar, 29 Agustus 2017

By Kahfi Noer

Sabtu, 19 Agustus 2017

PAGAR BAMBU RUMAH KAMI

Tahun 2002 yang lalu, ketika saya dan suami menempati rumah baru kami, rumah belum sempurna selesai. Jendela masih ditutup dengan kayu bekas mengecor. Pintu ditutup papan ala kadarnya. Intinya, rumah belum rapat benar. Ruang yang diperkeras lantainya baru satu kamar, yang kami tempati untuk tidur.
Samping rumah adalah kebun tebu. Ada batas antara tanah kami dengan tanah tetangga, yaitu pagar bambu. Ya, hanya bambu yang memisahkan antara pekarangan kami dengan tanah tetangga. Meskipun hanya dengan bambu tapi jelas ada batasnya.
Rumah kami berada di tengah sawah dan kebun tebu. Kami belum memiliki tetangga seperti sekarang. Walaupun sekarang memiliki tetangga (jaraknya agak jauh), tetap saja seperti tak memiliki tetangga. Oleh sebab itu pagar mangkok belum memberikan rasa aman. Kami tetap membutuhkan pagar bambu, pagar besi atau perpaduan antara pagar tembok dan besi.
Bila ada pagar, paling tidak orang asing tidak bisa leluasa keluar masuk halaman rumah. Lebih-lebih, orang asing tidak leluasa keluar masuk teras dan garasi kami. Mengapa demikian? Kalau rumah kami berpagar, paling tidak tamu akan berusaha membuka pintu lebih dahulu. Apalagi tamu tak diundang yang suka mengintai rumah kosong, tidak mudah untuk masuk halaman.
Pagar rumah juga memberikan rasa nyaman dan aman buat kami yang memiliki anak kecil. Hanya pagar bambu yang mampu kami pasang. Kami belum mampu untuk memasang pagar besi secara permanen. Namun demikian, kami berharap rumah kami bisa lebih aman daripada bila tidak berpagar. Semoga ada rezeki berlebih bisa untuk memasang pagar permanen.
Kalau kami memiliki tetangga yang berdekatan dengan rumah kami, maka pagar mangkok lebih aman daripada pagar tembok. Saya dan suami bersyukur, meskipun jauh dari tetangga, tetapi setiap hari berusaha untuk mendekat pada tetangga. Upaya kami agar dekat dengan tetangga adalah dengan menyapa mereka dan bersikap ramah.
Pagar bambu yang kami pasang di garasi juga memiliki fungsi agar ayam tidak leluasa masuk ke dalam garasi dan buang kotoran di dalam garasi. Saya bercita-cita untuk memasang pagar permanen agar si kecil tetap aman meski berada di luar rumah (berada di halaman). (Kahfi Noer)

Karanganyar, 19 Agustus 2017

Kamis, 20 Juli 2017

Menabung Setengah Gram Emas Secara Rutin Solusi Masalah Keuangan

 
Nabung emas di pegadaian
Hari Ahad, 16 Juli 2017 IIDN Solo mengadakan Kopdar dengan agenda khusus membicarakan atau berbagi, diskusi tentang menejemen keuangan keluarga. Kopdar kali ini bertempat di rumah mbak Candra. Nah, untuk nara sumber dipilih mbak Nurul Chomaria. Kebetulan mbak Nurul pernah menerbitkan buku yang ada kaitannya dengan menejemen keuangan keluarga muslim. Jadi, pas banget rasanya.

Banyak ilmu dan pengalaman yang dibagikan dalam kopdar kali ini. Akan tetapi, saya akan mengambil salah satu di antara materi yang disampaikan, yaitu menabung. Setiap keluarga sebaiknya menyisihkan sebagian hartanya untuk ditabung. Menabung, bukan lagi karena terpaksa. Sebenarnya kita membutuhkan tabungan. Dana tabungan ini  bisa kita gunakan pada keadaan darurat.

Dari beberapa penjelasan mbak Nurul tentang menabung, saya tertarik untuk menulis menabung emas. Lebih spesifik lagi yang akan saya sampaikan adalah tabungan berupa emas dan cara menabung emas. Mengapa saya tertarik untuk menulis lagi tentang tabungan emas? Ternyata memang banyak orang yang tertarik untuk menabung emas, tetapi belum tahu apa yang harus dilakukan. Sebabnya adalah sebagian orang membayangkan menabung emas harus mengeluarkan dana yang besar. Karena ada sesi Tanya jawab dan berbagi pengalaman mentang menabung emas, maka tulisan ini merupakan rangkuman diskusi selama kopdar berlangsung.

Ada pertanyaan, bagaiamana cara menabung emas dengan dana terbatas? Ada solusi bagi mereka yang akan menabung emas tapi dananya terbatas, caranya menabunglah di pegadaian. Menabung emas di pegadaian, tidak perlu dengan dana yang banyak. Dengan minimal enam ribuan, kita sudah bisa menabung emas. Atau, dengan uang lima puluh ribu perbulan secara konsisten, kita bisa memiliki emas. Tentu saja uang lima puluh ribu per bulan tidak memberatkan kita untuk menabung. Hanya saja, kalau menabung emas di pegadaian, kita tidak serta merta langsung membawa pulang emas fisik. Seandainya kita menginginkan emas fisik, kita bisa mencetak terlebih dahulu (kita harus membayar ongkos cetak)

Kalau kita tidak mau repot menabung emas di pegadaian, tetapi dana kita terbatas, tetap saja bisa kita lakukan. Caranya kita kumpulkan sejumlah tertentu uang (menabung uang di rumah saja, soalnya kalau di bank ada biaya administrasi). Kalau uang sudah terkumpul (kita sudah tahu harga emas di pasaran), kita bisa membeli emas dengan berat seperempat gram, setengah gram, satu gram dan seterusnya. Hanya saja, kalau kita membeli emas di toko emas berupa perhiasan, akan dikenakan biaya pembuatan.

Saya sendiri memiliki tabungan emas di pegadaian (tidak secara fisik) dengan kadar 24 karat dan emas fisik (perhiasan) beberapa gram saja. Saya tertarik menabung emas karena menabung emas dalam jangka panjang justeru menguntungkan. Pengalaman orang tua yang menabung emas beberapa waktu yang lalu saya jadikan contoh.

Kembali pada pembahasan Mbak Nurul tentang menabung. Mbak Nurul memberi contoh seorang siswa yang mengumpulkan uang saku lalu dibelikan emas setengah gram. Setiap uang saku sudah terkumpul dan bisa dibelikan emas setengah gram, maka segera dibelikan emas. Dalam kurun waktu tertentu, tak terasa emas yang terkumpul jumlahnya banyak dan harganya terus meningkat. Hasilnya, tabungannya sangat berarti di saat ada kebutuhan mendesak.

Kadang-kadang kita memiliki suatu keinginan. Tapi keinginan tersebut tidak pernah terwujud karena ketidaktahuan kita atau terbatasnya pengetahuan kita. Kita memerlukan ilmu dari orang lain. Berkomunikasi dengan orang lain menambah pengetahuan dan wawasan. Dengan komunikasi, kita bisa memecahkan masalah, bisa mewujudkan mimpi, keinginan dan cita-cita kita.

Pada saat sekarang, menabung merupakan kebutuhan kita. Menabunglah mulai sekarang juga, jangan tunda-tunda lagi. Silakan pilih sendiri, mau menabung uang, barang, property, tanah,  perhiasan atau emas. Memang, sebaiknya kita memiliki tabungan emas meskipun membelinya hanya setengah gram- setengah gram.

Ternyata, topik tabungan ini sangat menarik perhatian anggota IIDN Solo. Buktinya mereka sangat antusias menyimak penjelasan Mbak Nurul dan ada Tanya jawab yang sangat seru. Bagi saya ilmu bisa dicari di mana saja dan ilmu baru menejemen keuangan keluarga ini sangat bermanfaat bagi saya. Terima kasih saya ucapkan pada mbak Nurul yang sudah meluangkan waktu mengisi acara kopdar IIDN Solo. Semoga yang panjenegan (mbak Nurul) sampaikan menjadi amal jariyah dan Insya Allah bermanfaat. 

Akhirnya, tulisan ini harus segera saya akhiri dahulu. Kalau membicarakan tabungan emas, rasanya tak ada habisnya.


Karanganyar, 20 Juli 2017

Minggu, 16 Oktober 2016

Mahendra Tak Kunjung Pulang, Maharani Nekat…..| Kahfi Noer

Kalau Raju menanyakan sang guru tenisnya tanpa henti, bahkan pakai edisi mewek juga, Maharani tak bisa berbuat apa-apa. Meskipun Mahendra sudah berulang-ulang ditelepon, tetap saja tidak diangkat. Dan seperti biasa, pesan sms juga tidak segera dibalas. Maharani memberikan alasan yang agak masuk akal. Tidak ada sinyal.
Raju memang sangat dekat dengan guru olahraganya daripada dengan guru kimia. Bila guru olahraga belum ada di rumah, sudah pasti Raju akan rewel. Tapi, bila guru kimia tidak ada di rumah, Raju tak begitu mempersoalkan. Akan tetapi ada perkecualiannya lo, yaitu ketika sakit tetap saja Maharani yang dicari.
Seperti biasanya bila hari Sabtu, Mahendra pulang agak sore. Mahendra mendampingi siswanya yang latihan Pramuka.  Oleh karena tidak begitu repot, kadang Maharani mengantar Raju untuk menemui ayahnya di perguruan. Maharani terus pulang, beres-beres rumah dan mengerjakan pekerjaan lainnya.
Yang jadi masalah kalau Mahendra mendampingi kegiatan siswa-siswanya di luar sekolah. Seperti kemah dan Jumbara beberapa waktu yang lalu. Maharani bukan tidak percaya pada Mahendra. Demi sang buah hati, Maharani nekat untuk ikut serta dalam kegiatan Mahendra. Semua dilakukan agar Raju tidak rewel.
Tiap acara kemah, Mahendra selalu pulang tengah malam atau dini hari. Sebelumnya, siangnya tidak bertemu Raju. Jadilah Raju rewel, kehilangan pegangan (halah, pegang tangan Maharani juga bisa kok).  
Bila ikut serta di bumi perkemahan atau tempat kegiatan, Raju tidak bisa diam. Selalu saja ke sana kemari. Maharani melihat Raju rasanya lelah sekali, tapi sepertinya Raju biasa-biasa saja.
Waktu Jumbara, Mahendra sulit dihubungi. Biasanya pulang tengah malam. Tapi sudah jam setengah empat pagi, Mahendra belum juga pulang. Maharani menelepon Mahendra. Ketika diangkat, Maharani minta Mahendra segera pulang karena Raju rewel.
00000
Hari Sabtu, Maharani dan Raju libur. Maharani ingin ikut ke tempat diselenggarakannya Jumbara. Mahendra mengizinkan. Jadilah mereka bertiga melakukan perjalanan ke desa. Hari Sabtu itu, acara penutupan Jumbara.
Ternyata waktu yang ditempuh lama, jalannya juga menanjak tajam. Maharani mengajak ngobrol Raju dan menjelaskan tentang pekerjaan Ayahnya.
“Kasihan Ayah.”
“Iya, oleh sebab itu kalau Ayah bekerja dan tak segera pulang, kamu jangan rewel. Lihat, jalannya seperti ini. Kalau malam gelap gulita.”
Sampai di lokasi, tenda-tenda sudah dilipat. Peralatan yang digunakan sudah dikemasi, tinggal menunggu mobil jemputan. Sore sebelumnya sampai malam hari hujan turun deras. Jadilah lapangan becek.
Meskipun becek, Raju tetap saja mengikuti langkah Mahendra. Pada akhirnya baju kotor kena cipratan air campur tanah, sepatu kotor.
Semakin siang semakin panas. Raju tetap tidak bisa diam. Setelah upacara penutupan selesai, Raju ikut mobil yang menjemput peserta Jumbara. Mobil tersebut milik adik Mahendra.
Sesekali Maharani dan Raju ikut serta dalam kegiatan Mahendra. Tujuan Maharani mengikutsertakan Raju dalam kegiatan tak resmi ini agar Raju tahu pekerjaan guru tenisnya. Tidak hanya rewel kalau ditinggal guru tenisnya yang super sabar ini.
Walapun Raju belum sepenuhnya paham, paling tidak sedikit-sedikit tahu pekerjaan Ayahnya.
00000
Karanganyar, 16 Oktober 2016

Kamis, 23 Juni 2016

BPJS Kesehatan Sangat Membantu


Kali ini saya tidak menceritakan pengalaman saya mengikuti BPJS Kesehatan. Saya akan membagikan pengalaman dua teman saya yang kebetulan ditawari ikut BPJS Kesehatan.
Teman A
Tahun 2014, suami teman A divonis tumor otak dan harus menjalani operasi. Untuk periksa dan operasi, jelas akan memerlukan biaya yang besar. Teman A disarankan iparnya untuk mengikuti BPJS Kesehatan. Awalnya teman A menolak, alasannya dia berharap suaminya bisa sembuh setelah menjalani operasi, pengobatan dan terapi. Setelah dipaksa-paksa saudaranya, akhirnya teman A mau mengikuti BPJS Kesehatan. Dia mengambil kelas 3, sehingga iuran yang harus dibayarkan setiap bulan tidak terlalu banyak.

Setelah menjalani operasi, suami teman A tidak menunjukkan kemajuan yang berarti. Mata tidak dapat untuk melihat, memorinya sudah tidak baik lagi. Mengingat nama isteri dan dua anaknya saja lupa. Tidak mengenal suara isteri dan anaknya yang cenderung orang dekatnya selama ini.

Setelah menjalani operasi, suami teman A sempat mengalami kritis dan masuk RS di Surakarta. Keluarga teman A minta agar suami teman A bisa dirawat di kelas yang lebih tinggi (utama) bukan di kelas 3. Setelah berangsur membaik, suami teman A dibawa pulang dan biaya yang harus ditanggung teman A mendapatkan klaim yang cukup besar dari biaya yang seharusnya dibayarkan. Sehingga teman A hanya membayar sebagian saja.

Oleh karena penyakitnya semakin parah maka suami teman A jiwanya tak tertolong lagi (Oktober 2015). Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Sekitar bulan Pebruari-Maret 2016, anak sulung teman A memeriksakan giginya yang sedikit bermasalah. Ternyata pemeriksaan dan perawatannya tidak hanya sekali datang ke rumah sakit. Dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan hasil yang optimal. Maklum, anak teman A ini akan masuk ke perguruan tinggi dengan syarat fisik sehat. Beruntung teman A sudah ikut BPJS Kesehatan sehingga selama periksa, dia tidak mengeluarkan biaya sama sekali.

Teman A bersyukur, ternyata BPJS Kesehatan sangat membantu. Untung dia ikut BPJS Kesehatan.

Teman B
Teman saya yang kedua, teman B satu tahun yang lalu lengan kanannya mengalami patah tulang. Ketika di rumah sakit ditanya apakah ada BPJS Kesehatannya atau tidak, dia menjawab tidak. Petugas rumah sakit menyarankan setelah menjalani operasi ini untuk segera ikut BPJS Kesehatan.

Teman B, merasa mau mendaftar BPJS Kesehatan, mengurus dan membayar iurannya terlalu repot sehingga dia tidak mengikuti saran petugas kesehatan. Saya sendiri menyarankan untuk ikut BPJS Kesehatan. Kalau iurannya dirasa terlalu berat, saya sarankan untuk ikut yang ringan saja (kelas 3). Saya tidak bisa memaksa, saya sekadar menyarankan saja.

Teman B tidak mengikuti saran saya. Akhirnya setelah operasi, teman B menjalani kontrol 2 kali dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Bandingkan kalau dia ikut BPJS, tentu saja  biaya yang dikeluarkan jauh lebih ringan bahkan bisa saja gratis karena semua biaya sudah terkaver dari BPJS asal kelasnya sesuai.

Sudah satu tahun  tangan kanan teman B dipasang platina. Dia ingin bisa segera melepas platina. Saya tetap menyarankan untuk ikut BPJS Kesehatan sebelum deal menentukan kapan mau operasi. Melepaskan platina, biayanya tetap besar. Entahlah, sampai sekarang teman B belum juga mendaftar ke BPJS Kesehatan. Padahal kalau teman B mau, manfaatnya banyak lo.

Kita berdoa semoga dijauhkan dan penyakit dan musibah. Mungkin tulisan ini hanya sebagai bacaan ringan saja. Semoga bermanfaat.

Minggu, 05 Juni 2016

Arti Mudik Bagi Isteri Sholehah

Rachman Big Family
dok.pri
Pertama-tama, jangan melihat judul dengan memicingkan mata. Ingat saja, muslimah adalah wanita sholehah. Ini ceritanya mau berkisah tentang senam jantung yang saya rasakan bila saudara-saudara perempuan saya tiba-tiba menelepon (tidak berkabar lewat WA). Perasaannya jadi gimana gitu. 

Apalagi kalau pas mereka menelepon, saya tak membawa hape. Jadilah semakin penasaran dan dag-dig-dug. Kalau ditelepon balik, mereka juga tak langsung mengangkat hape. Dikirimi sms, mereka juga tak segera menjawab. Pikiran saya langsung tertuju pada kedua orang tua yang sudah senja. Ada apa dengan Mamiku dan Bapakku?

Saya 6 bersaudara, kakak saya yang sulung laki-laki. Yang lainnya perempuan semua. Empat saudara perempuan saya berdomisili di Yogyakarta. Praktis, dengan berkirim WA, dalam waktu tak lama 4 saudara perempuan saya bisa berkumpul. Lain halnya dengan saya. Saya memerlukan waktu minimal 3 jam untuk sampai Yogyakarta.

Dua hari yang lalu tiba-tiba kakak saya yang nomor 2 menelepon. Pertama menanyakan kabar, terus bertanya-tanya tentang uang. Begitu topiknya uang, saya kok jadi berbunga-bunga, apalagi kalau dia bilang uangnya bisa diambil saat kamu mudik. Pasti saya tidak akan menunggu waktu atau menunda-nunda, saya langsung mudik!

Di sini saya mulai berpikir, saudara memang begitu. Kalau ketemu bareng tumplek blek kadang berselisih paham sampai padu dewe-dewe. Kalau lagi berjauhan, saling merindukan. Saya termasuk yang selalu dirindukan. Huwaaa, ge-er saya. Selalu yang ditanyakan kapan mudik, ya Cuma saya. Yang lain kan tinggal di Yogya.

Lantas kemarin siang di kala saya sedang rapat, kakak saya yang guru SD menelepon. Berhubung hape saya posisi silent maka saya tak tahu. Ketika saya bertanya, mau bicara apa ya kok nelpon aku? Jawabnya sungguh membuat saya terharu, walah wis lali!

Tapi saya yakin banget kalau mereka mau bertanya,”Awal puasa sekolah libur, murid dan gurunya libur. Kamu pasti mudik kan?”
Sayangnya kali ini awal puasa saya tidak bisa mudik. Saya manut suami saja. Kalau akhirnya yang bisa mudik suami sama si Dhenok, ya biarlah. Saya menunggu rumah sambil jaga ayamnya Thole yang makin banyak.

Sebenarnya saya ingin mudik. Bagi saya mudik di awal Ramadhan memiliki arti tersendiri. Pertama saya ingin berkumpul dengan saudara (jadi ingat waktu kecil), berbuka puasa makan bareng lesehan. Yang kedua, mumpung masih ada kesempatan, saya ingin berpuasa bersama kedua orang tua. Ketiga, Yogyakarta selalu memberi nuansa tersendiri. Dan yang keempat kalau ditanya teman guru, bu Im mudik nggak? Saya bisa menjawab dengan bangga, mudik dong!

Siapa tahu mudik bisa menyambangi kampung Ramadhan, sekitar Masjid Jogokariyan dan Kauman. Keren, bukan? Orang Yogya kalau ada waktu kok nggak mampir ke Kauman dan Jogokariyan, wah wah rugi. Orang luar Yogya saja penasaran dengan Masjid Jogokariyan lo!


Tapi sudahlah, kalau hari ini tidak bisa mudik, saya berharap bisa diajak jalan-jalan ke desa Jumantono lalu panen singkong. Soalnya dua hari yang lalu teman suami ada yang menawarkan panen singkong. Panen singkong, mau dong!

Kamis, 26 Mei 2016

Saling Merindukan

Duo Faiq-Faiz
dok.Faiqah Nur Fajri
Walaupun kalau bertemu tak selalu akur, tetapi keduanya saling merindukan. Buktinya bila kakak tidak ada di rumah, adik selalu mencari/menanyakannya atau sebaliknya. Bagaimana pun karena mereka bersaudara. Tugas saya adalah membuat keduanya saling rindu bila tak bertemu.
Kakak berencana akan ke Yogya liburan besok. Si kecil tidak mau kalah, merengek-rengek pada saya ingin ke Yogya. Kalau sudah begitu, Maminya juga ikutan ke Yogya. Lantas siapa yang menunggu rumah di desa dong?
Rencananya hanya beberapa hari saja ke rumah Bapak-Ibu. Selebihnya, liburan tetap berada di rumah, maklum  Ayah dan Mami memiliki kesibukan untuk bekerja. Kebetulan setelah terima rapor, libur panjang ini bersamaan dengan bulan Ramadhan. Kami harus bekerja ekstra sebab pas Ramadhan waktunya mencari murid.
Kalau kakak lama berada di Yogya, maka adik akan merasa kesepian. Dia merasa tidak ada orang yang bisa diajak ribut. Saya jadi kasihan sama si kecil. Semoga dengan tidak setiap hari selama 24 jam bertemu, Faiq-Faiz saling merindukan. Lalu mereka saling bercerita layaknya dua orang sahabat yang sudah lama tak bertemu

Karanganyar, 26 Mei 2016

Rabu, 25 Mei 2016

Dua Yang Tak Akur

Duo Faiq-Faiz
dok.Faiqah Nur Fajri
Dua yang tak akur ini memiliki selisih usia 10 tahun. Dhenok tak mau mengalah dan Thole maunya menang sendiri. Saya tak bisa menengahi mereka. Kalau saya menengahi, si Dhenok bilang,”Faiz yang dibela padahal salah.”
Namanya juga anaknya semua, saya tahu banyak hal tentang mereka hingga yang remeh sekalipun. Ketika Dhenok  masih kecil, kehidupan kami masih kurang dan prihatin. Pernah suatu hari, tak ada uang untuk membeli susu (beras tinggal mengambil hasil panenan, makan dengan lauk seadanya, memasak sayur tinggal memetik di sawah), Dhenok merengek minta minum susu. Saya menenangkan Dhenok dan memberinya teh hangat sambil memberi pengertian. Dan saya berjanji esok harinya pulang sekolah membawa susu. Dan saya membawa susu bendera 1 kg, hutang koperasi (potong gaji bulan berikutnya). Saya ingin membahagiakan putri saya yang ketika itu masih berusia 3-4 tahun.  Akan tetapi saya pantang mengeluh pada mertua (kalau saya mau, pasti juga diberi).
Lain halnya dengan Thole, kehidupan kami Alhamdulillah lebih mapan. Masalah rezeki, pokoknya ada saja sumbernya. Akan tetapi Thole memiliki kisah yang sedikit mengharu biru. Sejak kecil, belum ada 1 tahun usianya, Thole masuk rumah sakit karena kejang. Sebenarnya kejang yang dialami Thole termasuk ringan, penyebabnya adalah demam biasa. Demam yang menyertai batuk pilek. Thole dirawat di rumah sakit selama seminggu. Baru seminggu keluar dari rumah sakit, Thole mengalami kejang lagi (masuk rumah sakit lagi).
Sampai umur 3,5 tahun, Thole sudah 4 kali masuk rumah sakit. Tiga kali karena kejang dan satu kali karena muntaber. Dengan demikian, saya tak tega kalau pas tidak akur Thole dimarahi Dhenok. Satu lagi, bulan Nopember 2015, Thole menjalani operasi pemasangan pen karena lengan kirinya patah. Menurut saya sebagai ibunya, lengkap sudah kesusahan Thole. Kalau Dhenok sering marah-marah pada Thole, saya selalu menengahi. Memang Thole itu juga sering usil, memancing kakaknya biar marah.
Dua yang tak akur, kata teman saya, perlu ada yang ketiga. Saya hanya tersenyum. Sepulang dari Tawangmangu kemarin, sore harinya badan saya terasa lungkrah. Buntil tahu dan molen pisang yang saya makan akhirnya keluar pada malam hari. Perasaan saya, kok sama seperti ketika Thole tiduran di dalam perut saya ya. Malam hari, kondisi saya juga tak semakin baik. Tapi tidak muntah, hanya mual saja.
Pagi harinya, perasaan saya kok jadi tidak enak. Di sekolah suasananya jadi terbawa ngantuk pol. Lah, ini kan sama dengan kondisinya ketika Thole diam-diam tidur di dalam perut. Semangat, dua yang tak akur akan ditengahi satu anak yang adil.
Saya bilang pada suami,”Sudah siapkah Ayah dengan satu lagi?”
“Insya Allah, siap.”
“Kalau begitu, atur jadwal, kurangi badminton dan tenis!”
“Wah, itu tidak bisa.”
Nah, betul kan. Dulu ketika Thole lahir, dia bilang siap momong. Tapi sekarang,mau  tenis dan badminton sering main petak umpet dulu. Lalu meninggalkan tangis Thole yang kejer-kejer.  
“Sebelum pergi, beli onemed dulu. Kalau positif, ya mulai besok kurangi acara pergi-pergi.”
Ketika saya melahirkan Thole, usia saya 39 tahun. Kini Thole berusia 6 tahun. Semangat! Mata saya berbinar ketika saya lihat ada satu garis merah. Alhamdulillah, ternyata hanya kurang tidur saja dan kondisi badan tidak seimbang.
Dua yang tak akur, akan Mami jaga dengan sepenuh hati karena kalian memang punya cerita sendiri dengan latar belakang yang tak sama.

Karanganyar, 25 Mei 2016

Kamis, 05 Mei 2016

Sediakan VCO Saat Makan Sahur Di Bulan Ramadhan

Minyak Kelapa Murni (VCO)
dok.pri
VCO atau Virgin Coconut Oil, sepuluh tahun yang silam sempat naik daun penggunaannya. VCO pada dasarnya minyak kelapa murni yang diperoleh bukan melalui pemanasan (cara dingin). Akan tetapi minyak kelapa yang dibuat melalui pemanasan juga ada manfaatnya seperti VCO.
Sampai sekarang sering saya dengar bahwa minyak kelapa menyebabkan beberapa penyakit, di antaranya kolesterol. Orang awam bila diberi tahu tentang sesuatu yang baru, tidak mau langsung mempercayainya. Siapa dulu yang berpendapat atau yang bicara. Mereka tidak memperhatikan apa yang dibicarakan melainkan siapa yang bicara.
Dulu ketika saya menawarkan VCO hasil olahan dari Yogyakarta, saya harus meyakinkan pada calon pembeli. Yang paling sering saya beri tahukan khasiatnya VCO adalah untuk memperlancar BAB, menyembuhkan sakit maag, mengenyangkan, membuat langsing, menaikkan berat badan bagi yang berat badannya kurang.
Karena memiliki manfaat mengenyangkan perut, maka VCO cocok untuk persediaan saat bulan puasa. Dulu ketika Dhenok masih kecil, setiap habis makan sahur selalu saya berikan VCO rasa mint satu sendok teh. Hasilnya Dhenok tidak mengeluhkan perut lapar. Saya juga mengkonsumsi VCO setelah makan sahur. Dengan minum VCO secara teratur, ibadah puasa saya lancar. Kalau bangun tidur sudah mendekati waktu azan subuh, saya sahur dengan minum teh panas dan minum VCO. Saya tidak khawatir lapar dan badan lemas. Semua berjalan dengan normal apa adanya.
Mari, sediakan VCO di rumah menjelang Bulan Ramadhan tahun ini. Bila sulit menemukan VCO, minyak kelapa buatan sendiri juga memiliki fungsi yang sama dengan VCO. Ibadah puasa lancar, ibadah lainnya juga lancar.
Karanganyar, 5 Mei 2016

Ternak Ayam Adalah Tabungan Si Kecil

Tabungan : ternak ayam
dok.pri
Sejak tinggal di rumah dekat sawah, saya memelihara ayam. Ayam-ayam tersebut sengaja saya pelihara  agar sisa nasi tidak terbuang dengan percuma. Dalam satu tahun, ayam beranak pinak dan saya tak perlu membeli ayam untuk konsumsi.
Beternak ayam kampung untuk konsumsi sendiri saya hentikan karena saya mulai menanam sayuran di sawah belakang rumah. harapan saya, jangan sampai tanaman sayuran rusak karena diserbu ayam-ayam yang sengaja diumbar.
Setelah tidak menanam sayuran, kembali saya memelihara ayam. Kali ini yang minta si kecil. Rupanya si kecil terobsesi memiliki beberapa jenis ternak. Katanya, dia ingin punya sapi, kambing, kelinci, ayam, bebek dan burung.
Saya tidak ingin memberikan harapan palsu dengan berbohong. Saya katakan kalau memelihara sapi, kambing dan kelinci maka dia akan kesulitan mencari rumputnya. Kalau memelihara burung perawatannya juga tidak gampang. Yang gampang memelihara ayam saja. Pakannya nasi campur katul. Untuk bebek, pakannya sama dengan ayam, si kecil hanya memiliki satu ekor saja (meri, anak bebek).
Tiap hari si kecil memberi pakan untuk ayam-ayamnya. Ketika ayamnya sudah mulai banyak, si kecil pernah merelakan ayamnya disumbangkan untuk gurunya (sekaligus pemilik Taman Penitipan Anak, tempat dia bermain sepulang sekolah). Gurunya kebetulan mau mantu.  Lima ekor ayam jago yang besar pun berpindah tangan.
Kalau dulu kebanyakan jago, sekarang hanya ada 1 ekor ayam jantan. Ada sekitar sepuluh ekor ayam betina. Memiliki ayam betina dalam jumlah banyak ada suka dan dukanya. Sukanya telur yang dihasilkan banyak. Susahnya kalau anak-anak ayam menetas banyak bersamaan dengan banyak induk.
Induk-induk ayam ini akan menyerang anak ayam yang bukan asuhannya. Kalau anak ayam dalam jumlah banyak, induknya juga banyak, kalau hanya diumbar tidak dipisahkan dalam kandang-kandang kecil, anak ayam tersebut akan mati satu persatu.
Sekarang saya mengambil anak-anak ayam, lalu saya pisahkan dari induknya. Tiap induk hanya ada seekor anak ayam yang mengikutinya. Alhamdulillah, anak-anak ayam yang saya pisahkan dan saya masukkan dalam kandang berhasil hidup sampai besar dan siap potong ayam buat lauk.
 Inilah tabungan si kecil yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan gizi keluarga. Saya ingin kedua anak saya, Dhenok dan Thole, memiliki hewan ternak dan tanaman sayuran di rumah. Dulu saya mencoba menanam sayuran untuk merintis usahanya Dhenok di bidang pertanian. Dan untuk Thole bidangnya peternakan. Klop bukan?
Semoga bermanfaat!
Karanganyar, 5 Mei 2016 

Kamis, 28 April 2016

[Utang-Piutang] Delcon, Delete Contact

Telaga Mandirda
dok.pri
Dhenok bercerita tiba-tiba teman ketika masih SD dan masih tetangga men-delete contact-nya. Dhenok merasa aneh saja, tapi dia hanya bisa mengira-ngira. Mungkin si Teman tadi tidak ingin sepak terjangnya diketahui Dhenok. Padahal si Dhenok ini orangnya cuek bebek, enggak ada urusan, enggak ngganggu.
“Dulu yang meng-invite siapa?”tanya saya
“Dhenok.”
“Ya, sudah. Dia tidak membutuhkan kamu, santai saja.”
00000
Sehari setelah saya ngobrol dengan Dhenok soal delcon ini, saya bertemu tetangga yang kebetulan dekat secara emosional. Saya ceritakan masalah delcon tadi. Ternyata di luar dugaan saya sasuatu telah terjadi.
“Nyah, sampeyan apa nggak tau. Mereka kan sudah pindah.”
“Apa?” mata saya membola.
Pantas saja si Teman delcon Dhenok. Ternyata benar, supaya sepak terjangnya tidak lagi diketahui dan keberadaannya tidak diketahui. Lantas saya merenung, kok Ibunya si Teman tadi tidak pamit saya ya? [ sok terkenal dan dibutuhkan kale].
Sampai di rumah saya ingin menulis, tapi tangan ini terasa berat untuk memencet tuts. Akhirnya saya hanya bisa membatin. Tiga setengah tahun bukan waktu yang singkat. Saya telah memberi kelonggaran pada keluarga itu. Gaya hidupnya itu yang membuat saya tidak merasa kasihan. Orang mengaku tak punya tapi dolannya di kafe, jajan di rumah makan, pesiar ke mana-mana, ulang tahun dirayakan, mengontrak rumah juga yang mahal.
Uang gajiku sebulan lebih dipinjam selama tiga setengah tahun, sampai sekarang belum dikembalikan. Padahal saya  merencanakan mau menagih uang saya sendiri (duh, seperti mengemis), berapapun saya terima. Saya mau menyelamatkan keluarga itu dari siksa. Bukankah utang harus dibayar? Bahkan Nabi saja tidak mau menshalatkan orang meninggal yang masih punya utang.
Semoga dia punya itikad baik. Mau berjuang dan sukses lalu mendatangi saya. Membayar utangnya dengan lunas. Kehidupannya menjadi lebih mapan. Tapi caranya itu mbok nggak usah delcon gitu loh.
Karanganyar, 28 April 2016
Cerita ini fiktif belaka. Bila ada persamaan nama dan keadaan, itu memang disengaja penulisnya.

Selasa, 19 April 2016

Sehat Itu Mahal Harganya

Gambar 1. Ruang Operasi
dok.pri
Sehat itu mahal harganya. Lebih baik punya uang banyak badan sehat daripada tak punya uang tapi sakit (eh, ini pilihan tepat). Ya Allah, sehatkan badan kami, sehatkan pendengaran kami dan sehatkan penglihatan kami. Ya Allah, jadikan saya manusia yang bermanfaat bagi orang lain dan membuat nyaman mereka.
Itu doa saya setiap hari. Orang yang diberi ganjaran sakit, bukan perkara bisa beli obat, bisa membayar penginapan di RS, tapi lihat kerepotannya. Contoh, sakit pusing kepala. Mau melek saja kepala berat, badannya panas. Kadang terasa mau muntah. Mau shalat saja ketika ruku dan sujud harus memicingkan mata. Belum lagi kalau pusingnya pakai muter-muter.
Yang kedua batuk. Batuk sekali dia kali tak masalah. Terbatuk-batuk dalam kurun waktu beberapa menit, apa tidak membuat banjir atau terkencing-kencing. Repot kan? Sakit batuk saja harus memakai pampers.
Sakit gigi, ini lebih parah lagi. Jangan sampai Anda mengalaminya. Jangan percaya dengan lagu-lagu romantic yang disampaikan penyanyi. “daripada sakit hati, lebih baik sakit gigi….” Sakit gigi itu sakitnya pakai banget. Makan saja tidak enak. Malah gara-gara sakit gigi, teman saya ada yang berat badannya turun drastic. Sadis banget kan?
Ambeien, sakit yang benar-benar sakit. Duduk sakit, berbaring sakit, berdiri dan berjalan sakit, pokoknya sakit! Masih banyak lagi sakit-sakit yang tak usah saya sebutkan satu per satu.
Ya, dari sedikit pengalaman orang-orang yang berhasil saya simpan dalam memori, intinya kita wajib minta pada Allah untuk diberi sehat. Kita wajib bersyukur kepada Allah. Bersyukur tak memerlukan syarat. Bila kita banyak bersyukur, maka Allah akan menambah kenikmatan lagi.
Kalau Allah menguji rezeki kita tidak melimpah, tetap bersyukurlah. Berbaik sangka pada Allah. Pasti ada hikmah di balik semua itu. Sebab rezeki melimpah, harta berlebihan kadang membuat kita lupa. Sujud dan ruku kita mungkin tidak khusyu’. Ketika cobaan datang, saya bersyukur. Ketika nikmat datang, saya bersabar dan bersyukur.

Karanganyar, 19 April 2016

Sabtu, 19 Maret 2016

Pentingnya Berkomunikasi Antar Anggota Keluarga

Seni menciptakan suasana penuh kebahagiaan harus dilakukan setiap anggota keluarga setiap hari. Yang memiliki kewajiban untuk membuat suasana tenang dan damai bukan monopoli seorang isteri (ibu). Ayah dan anak-anak juga mempunyai andil. Apa jadinya bila ayah dan ibu tak pernah atau jarang berkomunikasi. Ayah dan anak bahkan bertemu saja tidak apalagi berbincang-bincang. Ibu dan anak memang lebih sering berkomunikasi dibandingkan dengan ayah dan anak.
Tidak ada komunikasi antar anggota keluarga akan membuat hubungan semakin jauh. Satu sama lain tidak memiliki keterikatan batin. Semua memikirkan dirinya sendiri dan sibuk dengan dunianya masing-masing. Meskipun tinggal satu rumah, ternyata ada juga yang antara suami dan isteri tidak berkomunikasi secara intens. Kalau berbicara seperlunya saja. Seandainya anak-anak tidak ada masalah, dianggap tak perlu bicara panjang lebar. O, o, ternyata yang ini keliru besar.
Untuk anak-anak maksimal tingkat SLTA, ibu sering berkomunikasi dengan mereka. Minimal kalau mau sarapan, makan siang atau makan malam selalu menawarkan pada mereka. Atau, bila hubungan ibu-anak ini begitu akrab pasti anak akan melakukan komunikasi yang lebih. Bahkan anak sekarang tidak malu curhat pada ibunya kalau hubungan mereka dekat. Anak merasa nyaman ngobrol dengan ibunya, baik anak laki-laki maupun perempuan. Ibu juga akan merasa kalau anaknya lebih percaya pada ibu daripada pada temannya.
Akan tetapi ada juga yang ibu dan anak berkomunikasi dalam keadaan tidak santai, tidak penuh kebahagiaan. Komunikasinya dalam suasana panas, ibu marah, anak marah. Kadang ayah juga merasa harus berkomunikasi dengan anaknya kalau beliau pas marah.
Orang tua lupa, dalam keadaan marah kita bukannya memberi nasehat melainkan melampiaskan kemarahan. Anehnya, pada saat marah inilah orang tua merasa anaknya tidak patuh dan membantah. Banyak kita temui, anak lebih nyaman berada di luar rumah di lingkungan yang mau menerima keadaan dia. Anak tidak betah berada di rumah karena di rumah sendiri dia merasa tidak nyaman.
Berbeda kalau antar anggota keluarga sering berkomunikasi. Ada obrolan kecil yang bisa mengakrabkan hubungan ibu-ayah, ibu-anak, ayah-anak dan ayah-ibu-anak. Mungkin obrolan itu tidak penting-penting amat.
Contoh, seorang anak TK mengajak bicara ibunya. Anak tersebut mulai melontarkan sebuah kalimat. “Ma, kasihan pak tani. Padinya ambruk. Hujannya deras. Kok padinya bisa ambruk?”
Dari obrolan kecil ini, bila ibu menjawab pertanyaan si anak dan anak puas maka ibu juga merasa senang bisa berbincang-bincang dengan si kecil. Kadang anak-anak bercerita tidak membutuhkan tanggapan dari orang tuanya secara berlebihan. Perhatian orang tua sekedar menjawab cukup yang dibutuhkan saja. Karena pada dasarnya anak hanya butuh didengarkan omongannya.
Pada saat santai, waktu luang, situasi nyaman dan memungkinkan untuk berbicara, inilah saat yang tepat bagi orang tua menasehati anak. Anak akan beranggapan diajak diskusi (bukan dinasehati). Akan tetapi kalau orang tua menasehati saat marah, kesannya bukan memberi nasehat melainkan memarahi bahkan memojokkan. Sama-sama memberi nasehat, ajaklah anak ngobrol di kala suasananya santai penuh keakraban.
Ternyata anak akan mengingat-ingat nasehat orang tua sebagai kebaikan dan anak akan menuruti apa yang disampaikan ibu dan ayah. Kalau pesan yang kita sampaikan ke anak berkenan maka orang tua mudah sekali untuk membentuk anak. Anak akan diarahkan sesuai keinginan orang tua juga akan gampang.
00000
Suami-isteri, ibu dan ayah, juga harus berkomunikasi secara lisan. Walaupun sekarang jaman modern, semua serba canggih, semua serba memanfaatkan tenologi, jangan sampai komunikasi hanya melalui kotak ajaib berupa ha-pe. WA dan BBM serta sms saja tak cukup. Sesibuk apapun, bila sudah bertemu pasangan, suami dan isteri harus menaruh ha-pe atau menyimpannya jauh-jauh. Paling ngobrol juga tidak sampai 3 jam penuh. Kalau 3 jam penuh benar-benar digunakan untuk ngobrol, pasti bahan pembicaraannya banyak. Lebih baik lagi 3 jam ngobrol dan berkomunikasi antara anak, ibu, dan ayah. Orang yang bahagia adalah orang yang berhasil menjalin komunikasi di dalam keluarganya.
Bila ada masalah, selesaikan dengan kepala dingin. Bicara secara terbuka agar satu sama lain tak ada luka.
Karanganyar, 19 Maret 2016

Sumber bacaan :
http://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/pentingnya-berkomunikasi-antar-anggota-keluarga_56ed441a4523bd6b0743d68f